Angin berhembus kencang menerpa wajah seorang perempuan yang sedang duduk di tepi tebing tinggi sambil menatap kilauan lampu yang berada di bawah tebing tersebut. Perempuan itu membenarkan letak rambutnya yang menutupi sebagian wajahnya akibat hembusan angin tadi. Dedaunan yang bergesekan membuat sebuah irama alam yang menenangkan siapapun yang mendengarnya.
Persis seperti peristiwa empat setengah tahun yang lalu, di waktu yang sama dan di tempat yang sama bersama seorang laki-laki yang ikut duduk di sebelah dirinya. Bedanya, kali ini laki-laki itu sudah tidak ada lagi disini. Laki-laki itu tidak akan pernah datang lagi. Perempuan itu menundukkan kepalanya melihat ke arah jurang yang tengah menunggu dirinya dibawah. Memori otaknya memutar kenangan demi kenangan yang terlukis di tempat ini.
Mereka sering sekali menghabiskan waktu bersama disini setelah pulang sekolah atau hari libur. Tidak ada tempat rekreasi lain selain tebing di dekat desa mereka ini. Mereka membicarakan banyak hal, mulai dari organisasi di sekolah yang mereka ikuti sampai hukuman yang mereka terima dari kesiswaan di sekolah karena melanggar aturan. Alasan mereka menjadikan tebing ini menjadi tempat favorit adalah karena disini di sore hari fenomena matahari tenggelam tergambar dengan jelas. Dari mulai matahari itu turun dan turun sampai lama-kelamaan sinarnya meredup dan digantikan dengan taburan bintang yang menghiasi langit dan rembulan.
Sebenarnya perempuan itu tidak boleh bertemu dengan si laki-laki oleh orang tuanya karena latar belakang orang tua mereka yang berselisih. Begitu pula dengan si laki-laki, dia tidak boleh bertemu dengan perempuan itu sampai kapanpun. Orang tua perempuan itu mengancam dirinya kalau sampai ketahuan dia bermain dengan laki-laki itu, maka perempuan itu akan dipindahkan ke kota lain. Sementara orang tua laki-laki juga mengancam kalau sampai ketahuan anaknya itu bermain bersama perempuan itu, maka cambukan rotan akan terlukis di wajahnya.
Akhirnya mereka terus bertemu tanpa sepengetahuan orang tua mereka dan menjadikan tebing ini menjadi tempat favoritnya karena letak tebing ini yang tinggi dan tidak dapat di pikirkan oleh orang tua mereka. Anehnya, orang tua mereka tidak pernah penasaran dengan tingkah anaknya yang selalu keluar pada sore hari dan kembali di larut malam.
Sampai di satu waktu, orang tua si laki-laki mengetahui hubungan anaknya karena memergoki mereka berdua sedang bermain di air terjun. Laki-laki itu langsung dibawa pulang oleh ayahnya, meninggalkan perempuan itu seorang diri. Perempuan itu pun segera berlari menyusul kepergian laki-laki itu bersama orang tuanya. Mata perempuan itu melihat senyuman hangat dari laki-laki itu yang membuat perempuan itu berhenti melangkah.
Sesampainya di rumah, perempuan itu langsung disambut oleh beberapa tas yang berisikan pakaian dan semua barang milik perempuan itu. Ibunya menangis di ruang tengah sementara ayahnya sedang menelpon saudaranya, bersiap-siap untuk memindahkan putri semata wayangnya ke kota lain karena telah melanggar aturan yang telah di keluarkan. Perempuan itu berlari dan bersujud di kaki ayahnya seraya meminta belas kasihan kepadanya. Ia meminta untuk diberi waktu sampai besok agar bisa memberi salam perpisahan kepada laki-laki itu.
Ayahnya menyetujui permintaan anak gadisnya itu. Perempuan itu bernafas lega dan mempersiapkan salam perpisahan kepada laki-laki itu. Bagaimana kabar laki-laki itu? Apa ayahnya sedang memukuli tubuhnya dengan rotan? Apakah dipukul dengan rotan itu sangat sakit? Tapi.. mengapa dia tersenyum ketika dipukuli dengan rotan?
Esok hari pun datang, perempuan itu tidak menemukan sosok laki-laki itu dari awal bel masuk sampai pulang sekolah. Perempuan itu masih menunggu laki-laki itu di pagar sekolah hingga ia di perintahkan pulang oleh penjaga sekolah karena sudah tidak ada lagi siswa selain dirinya. Dengan gontai, perempuan itu melangkah meninggalkan sekolah. Namun, tiba-tiba kepalanya mendongak, ia baru teringat kalau masih ada salah satu tempat favorit mereka. Perempuan itu segera berlari menuju tujuannya.
Hujan turun mengguyur bumi, membuat tanah menuju ke atas tebing menjadi agak licin. Perempuan itu terus berlari mendaki tanah yang licin itu. Sesekali ia terjatuh dan kakinya tergelincir membuat lutut dan siku tangannya terluka. Tetapi ia terus berlari menuju tebing yang tinggal beberapa meter lagi karena hatinya yakin kalau laki-laki itu pasti sedang menunggunya di atas sana seraya duduk dan memeluk lututnya. Dengan pakaian yang berantakan, kotor, dan basah akhirnya perempuan itu berhasil sampai di atas tebing.
Dugaannya benar, laki-laki itu tengah berdiri menghadap dirinya sambil menebar senyuman. Perempuan itu tersenyum hangat melihat keberadaan laki-laki yang berdiri di ujung tebing sana. Laki-laki itu mengangkat tangan kanannya dan melambaikannya. Perempuan itu masih tersenyum dan mulai berjalan mendekat. Tapi, belum sampai lima kali melangkah tiba-tiba laki-laki itu mendorong tubuhnya sendiri ke belakang membuat dirinya terjun bebas ke jurang dibawah sana. Perempuan itu langsung mengulurkan tangan kirinya sambil memanggil namanya, berusaha untuk menangkap tubuh laki-laki itu. Namun, ia sadar kalau jaraknya masih jauh.
Perempuan itu langsung berlari dan melihat ke bawah jurang sana. Seorang laki-laki yang sedang berbaring dengan darah yang keluar dari kepalanya. Perempuan itu tidak banyak berpikir, ia langsung turun ke bawah, tempat laki-lakinya itu terbaring karena terburu-buru ia tergelincir dan berguling-guling di atas bebatuan yang membuat tubuhnya menjadi memar-memar. Tapi itu bukan apa-apa, setelah sampai di dasar jurang, perempuan itu berlari dan duduk sambil memangku kepala laki-laki itu yang dipenuhi dengan darah merah.
Laki-laki itu belum meninggal, ia masih sadar dan hembusan nafasnya masih terasa di wajahnya. Nafasnya memburu, laki-laki itu hanya bisa tersenyum tanpa sepatah kata apapun. Sementara perempuan itu meneteskan air matanya. Perempuan itu memandangi laki-laki itu, laki-laki yang selalu menjadi penyemangat hidupnya kini telah bersimbah dengan darah.
"Sampai... nanti"
Setelah mengucapkan kata itu, laki-laki itu pun menutup matanya dan menghembuskan nafas terakhirnya. Perempuan itu terus menggoyang-goyangkan tubuh laki-laki itu namun apa daya, laki-laki itu sudah pergi meninggalkan dirinya untuk selama-lamanya. Perempuan itu menangis sejadi-jadinya sambil memanggil-manggil nama laki-laki itu. Ia mengadu kepada Tuhan, berharap keajaiban akan datang. Tapi tidak ada yang terjadi hingga sampai saat ini.
Air mata perempuan itu menetes setiap kali ia mengingat kejadian itu. Posisi tempat ia duduk adalah tempat laki-laki itu berdiri untuk terakhir kalinya. Tepat dua bulan setelah meninggalnya laki-laki itu, dia mendapat surat yang ditulis tangan oleh laki-laki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
TANPA JUDUL
Short Story[Terbit setiap Mood] Hanya berisi karya sastra Copyright©2017