Azka POV
Hari ini sepertinya akan menjadi hari yang sangat melelahkan, hingga siang ini saja sudah ada 3 kasus besar yang dilaporkan. Dari pembunuhan, penculikan, hingga perampokan.
"Lapor Inspektur!! Pemilik toko ini ingin bertemu dengan anda," lapor salah seorang rekan kerjaku. "Baik terima kasih."
"Pak Polisi saya mohon bantu saya, saya ingin pelakunya cepat tertangkap. Dalam waktu dekat tas itu akan segera diluncurkan," oceh seorang wanita paruh baya dandanannya kelewat aneh alias gak cocok dengan umurnya.
"Perkenalan saya Azka," aku langsung mengulurkan tangan untuk berjabat, yah akan lebih baik berkenalan terlebih dulu bukan. " Saya dan rekan-rekan saya akan mengusahakan untuk segera menuntaskan kasus ini, jadi saya mohon kerja samanya," ucapku dengan nada ramah namun tegas.
"Hmmmm apa saya perlu memberikan keterangan?" wanita ini bodoh atau bagaimana? Ya jelas lah polisi membutuhkan keterangannya selaku korban.
"Ah ya, kamu Radit. Tolong kamu urus keterangan yang diberikan oleh Ibu ini" aku memanggil rekan ku tanpa harus menjawab pertanyaan wanita itu. Ck!
"Lapor Inspektur!! Kami sudah memeriksa TKP. Ada beberapa barang bukti yang kami temukan," lapor seorang briptu muda yang kuketahui bernama Dani. "Bagus, jangan lupa periksa seluruh rekaman CCTV yang ada!!" perintahku tegas.
"Siap dilaksanakan!!" sahut Dani tegas.
"Kalau begitu saya akan kembali ke kantor," setelah berkata seperti itu aku melenggang pergi dari sana.
Saat ini aku masih harus stuck di kantor, harus memeriksa beberapa berkas dan barang bukti terkait dengan kasus pembunuhan seorang mahasiswa, penculikan seorang waitress muda, serta perampokan tas mahal.
Kring kring kring...
Suara dering telponku menyentakkan aku kembali ke dunia nyata.
"Hallo Wassalamu'alaikum Ma.."
"Wa'alaikumsallam Azka kamu dimana nak?"
"Masih di kantor Ma, ada apa?"
"Nanti pulang kantor kamu langsung ke restauran tempat biasa," ada acara apa lagi ini? Hah, Mama benar-benar menambah kelelahanku hari ini.
"Hmm, memangnya ada acara apa sih?" aku malas jujur saja.
"Nanti kamu juga tahu, ya sudah Wassalamu'alaikum," dan panggilan pun terputus, kalau aku tidak datang Mama pasti akan marah-marah di rumah.
Aku mempunyai firasat ini masih ada hubungannya dengan kebawelan Mama tentang aku yang tak kunjung menikah. Yah, memang aku anak satu-satunya. Bahkan aku belum kepala tiga, umurku baru 27 tahun.
Biasanya Mama hanya memberi tahu ku bahwa aku akan makan malam dengan calon darinya -alias perjodohan-. Beruntung aku masih dapat menolak dengan cara halus setelah bertemu dengan calon yang Mama sodorkan.
Tapi malam ini aku mempunyai firasat bahwa ini akan menjadi penentu masa depanku. Bukannya aku pemilih, hanya saja belum ada perempuan yang sesuai dengan kriteria calon istriku.
Jika malam ini calon yang diberikan Mama memenuhi kriteriaku mungkin aku akan menyetujui perjodohan ini, tetapi jika sama saja seperti sebelumnya, aku akan mencari cara untuk menolak.
Akifa POV
"Ma.... Kifa belum ada niat untuk menikah. Ayo lah Ma," aku merengek memohon untuk Mama berubah pikiran.
"Kamu itu sudah 24 tahun, sudah seharusnya kamu membina rumah tangga," aku mengerucutkan bibir begitu mendengar perkataan Mama. Aku bukannya belum niat, sudah pasti aku berniat untuk menikah bahkan sudah sangat mantap. Hanya saja melihat calon-calon sebelumnya yang Mama perkenalkan membuatku mundur teratur untuk menolaknya.
Semua calon yang Mama perkenalkan sebelumnya selalu pengusaha muda dan sok berkuasa serta sombong. Bahkan ada yang gila kerja hingga melupakan sholat 5 waktu.
Jika untuk sholat saja tidak ada waktu apa lagi untuk keluarga, aku heran Mama menilai calon menantu dari segi apa sih!! Dari harta? Ayolah, aku tahu Mama tidak matre.
"Baiklah nanti malam Kifa ikut, tapi jika calonnya masih seperti yang sebelumnya Kifa gak mau dijodoh-jodohin lagi seperti ini!!!" ucapku tegas, sabodo amatlah Mama mau bilang aku gak sopan atau apa. Aku sudah kelewat kesal sekarang!!
Tok tok tok....
"Iya Ma sebentar," aku tahu itu Mama yang memanggilku untuk segera turun. Sekali lagi aku patut diriku di depan cermin. Gamis berwarna peach, jilbab yang senada sudah melekat pas di badanku.
Bergegas aku turun ke bawah bersiap berangkat ke tempat pertemuan. Aku melihat Mama tersenyum puas melihat penampilanku saat ini.
"Ya sudah ayo berangka,t" Papa menginstrupsi aku dan Mama yang sedang saling pandang.
Pikiranku kembali melayang membayangkan apa yang akan terjadi sekarang, yah sekarang. Sekarang aku, Mama dan Papa sudah duduk manis di meja dengan kapasitas 6 orang.
Jika calonnya sesuai dengan kriteriaku dan calonku itu juga cocok denganku, maka aku akan menerima perjodohan ini. Sebenarnya aku percaya pilihan Mama dan Papa adalah yang terbaik untuk ku.
"Wassalamu'alaikum.." dua orang tua yang sepertinya seumuran dengan Mama dan Papa menyapa kami.
"Wa'alaikumsallam..." sahut Papa dan Mama kompak. "Aji sudah lama tak bertemu, apa kabar?" Papa memeluk Om yg kuketahui bernama Aji tersebut.
"Baik, kau sendiri bagaimana?" om Aji membalas pelukan Papa, dari yang aku lihat sepertinya mereka sudah berteman lama.
"Ah iya Dewi, dimana Azka?" Azka? Siapa dia? Astaga aku baru ingat seharusnya aku melihat laki-laki yang akan menjadi calonku. Tetapi kenapa tidak ada? Apa yang bernama Azka yang Mama tanyakan itu? Apa dia sudah menolak mentah-mentah perjodohan ini?
Ada rasa sakit menyusup di hati, mengingat belum bertemu saja aku sudah menerima penolakkan.
"Azka masih ada pekerjaan di kantor, dia akan datang terlambat" jelas tante Dewi kepada kami. Apa? Kantor? Masa aku harus bertemu laki-laki sok kaya lagi sih. Aku menggerutu di dalam hati.
Di sini benar-benar membosankan, sudah setengah jam aku berada ditengah-tengah reunian orang-orang tua. Lagi pula kalau memang laki-laki itu tak bisa datang yasudah, dengan begitu perjodohan bisa saja batal.
"Wassalamu'alaikum, maaf saya terlambat," seorang lelaki datang mengucapkan salam, sepertinya dia yang bernama Azka.
Aku melirik laki-laki yang duduk tepat dihadapanku sekarang, "aduh nak Azka pasti sibuk ya," Mama memulai aksinya.
"Kebetulan saja tante hari ini banyak kasus yang harus ditangani," jawabnya sopan dan terdengar tegas. Apa dia polisi? Dari caranya bicara, caranya duduk serta perkataannya yg membawa kosakata kasus.
"Loh, tadi kamu pulang dulu?" om Aji bertanya heran melihat Azka. "Iya Pa," pantas saja lama ck.
"Azka kenalkan ini anak tante Sarah, namanya Kifa," dasar ibu-ibu, tadi Mama sekarang tante Dewi.
Aku menangkup kedua tanganku di depan dada saat dia melihat ke arahku, yah kami kan bukan muhrim. "Akifa Naila," ucapku dengan kepala tertunduk, dosa lama-lama melihat yang bukan muhrim.
Dia melakukan hal yang sama sambil menyebutkan namanya "Azka Putra" hanya saja dia tidak menundukkan kepalanya seperti aku.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
The Detective and Police (Dreame)
Mister / ThrillerAzka Putra, seorang ajun inspektur muda. Pintar, mapan, ganteng, serta sifatnya yang cool dan berwibawa membuatnya menjadi incaran gadis-gadis muda dan tak ubahnya seorang polisi muda yang begitu digilai para polwan muda. Akifa Naila, gadis cantik b...