-Chapter 9 (Prisoner)-

11.9K 1.7K 141
                                    

Seperti biasa, Sehun sarapan dengan tenang di meja makan. Seperti biasa pula para pelayan berbaris di sekeliling ruang makan untuk mengawal Sehun makan. Dan yang dilihat para pelayan juga selalu sama: Tuan mereka sarapan tanpa ditemani oleh istrinya.

"Maaf, Tuan. Nyonya Shinbi sudah dua hari ini tidak keluar kamar sama sekali. Dan sepertinya, Beliau juga tidak makan. Apa yang harus saya lakukan?" Pelayan Jung bertanya.

"Biarkan saja" jawab Sehun santai.

Pelayan Jung membelalak samar mendapati sikap Sehun yang tampak biasa saja. Tidakkah Tuan-nya itu khawatir pada kondisi istrinya? Bayangkan saja, sudah dua hari Shinbi tidak keluar kamar bahkan hanya untuk sekedar mengambil makan. Apakah Sehun tidak khawatir istrinya itu kelaparan? Atau justru pingsan?

"Kalau kau khawatir padanya, bawakan saja makanan ke kamarnya. Itu pun kalau dia mau" Sehun berujar seolah ia bisa menebak isi pikiran Pelayan Jung. Pelayan Jung menatap Sehun terkejut.

"Ya?"

Sehun beranjak dari kursinya, tidak menghiraukan keterkejutan Pelayan Jung. Ia segera melangkahkan kakinya keluar dari mansion megahnya menuju mobil mewahnya yang telah menunggunya untuk bergegas ke kantor.

***

Sementara itu, di kamarnya Shinbi duduk termenung di tepi ranjang. Matanya menatap kosong ke arah jendela kamarnya yang terbuka. Berbeda dengan keadaannya yang begitu mengenaskan dua hari yang lalu, saat ini ia sudah membersihkan tubuhnya. Ia memakai dress selutut berwarna peach yang begitu pas melekat di tubuhnya. Lebam-lebam di seluruh tubuh dan wajahnya juga perlahan menghilang. Setidaknya ia sudah tidak terlihat seperti wanita yang habis diperkosa. Benar-benar jauh berbeda dari keadaannya dua hari sebelumnya.

Tok tok tok!

Shinbi tersadar dari lamunannya saat mendengar suara ketukan pintu kamarnya. Shinbi menoleh sebentar ke arah pintu, kemudian kembali menghadap jendela. Ia berteriak agar orang yang mengetuk pintu kamarnya masuk kesana.

Seorang pelayan masuk ke dalam kamar Shinbi dan terkejut saat mendapati kondisi kamar-khususnya ranjang- yang terlihat seperti kapal pecah. Pelayan itu menghampiri Shinbi dengan langkah ragu sambil membawa nampan berisi makanan. Ia kembali dikejutkan oleh wajah sayu Shinbi yang mirip seperti mayat hidup.

Shinbi melirik pelayan tersebut tanpa minat. "Aku tidak mau makan" Shinbi berkata mendahului pelayan yang barus saja akan bicara. Pelayan itu tampak gelagapan.

"Ta-tapi, Nyonya-"

"Kubilang aku tidak mau makan!" Shinbi membentak. Pelayan itu berjengit kaget kemudian segera pergi dari kamar Shinbi.

Selepas kepergian pelayan itu, Shinbi menatap tajam pintu kamarnya. Airmata meluncur bebas di pipi pualamnya. Dalam hatinya, ia sudah bertekad untuk tidak keluar kamar dan makan sama sekali. Toh, ia tahanan Sehun di mansion ini. Sehun melarangnya untuk pergi keluar rumah dan bekerja. Ponselnya pun disita agar ia tidak bisa berkomunikasi dengan siapapun. Apa lagi sebutan yang tepat untuknya kalau bukan tahanan, bukan? Jadi, sekalian saja Shinbi mengurung diri di kamar dan mogok makan. Mungkin dengan begitu, ia akan mati secara perlahan dan Sehun akan merasa senang.

***

"Kenapa kau ada disini? Apa maumu?" Sehun bertanya pada seorang pria berkult tan yang duduk di sofa di sudut ruangannya. Nada bicaranya menegaskan kalau ia tidak suka dengan kehadiran pria yang notabene-nya adalah sahabatnya itu.

"Ya! Kenapa nada bicaramu seperti itu? Memangnya tidak boleh kalau aku mengunjungi sahabatku sendiri?" Jongin mendengus kesal. Sehun masih menatapnya datar. Bahkan sekarang dia justru mengabaikan Jongin dengan memeriksa dokumen-dokumen yang menumpuk di meja kerjanya.

Jongin menghela nafas sambil mengacak rambutnya kasar.

"Iya, iya, maafkan aku yang tidak datang ke pernikahanmu kemarin lusa. Kau tahu sendiri, 'kan kalau Las Vegas itu sangat jauh dari Seoul? Lagipula, aku juga sedang sibuk-"

"-Sibuk meniduri jalang-jalang Amerika-mu?" celetuk Sehun yang masih setia membaca dokumennya. Jongin melotot kesal padanya.

"Ya, Oh Sehun!" Jongin hendak membalas perkataan Sehun, tapi ia urungkan. Ia hanya memicing menatap sahabatnya itu. "Omong-omong, kau tidak pergi bulan madu?"

Jongin menunggu jawaban Sehun. Namun, Sehun tak kunjung menjawab. Ia masih saja sibuk dengan dokumen-dokumennya. Jongin berdecak menatapnya sambil menggeleng tak percaya.

"Ya ampun, aku tidak menyangka kalau lebih memilih untuk bercumbu dengan dokumen-dokumen itu dibandingkan bercumbu dengan istrimu sendiri. Kalau aku jadi kau, sudah pasti aku akan memilih untuk bercinta dengan istriku sepanjang hari. Apalagi kalau istriku secantik Jo Shinbi-"

"-kau ingin menggantikanku berbulan madu dengannya?"

Pertanyaan Sehun-yang terdengar seperti sebuah penawaran- mau tak mau membuat Jongin membulatkan mata terkejut dan mulutnya ternganga sempurna. "Huh?"

Sehun mengangkat wajahnya untuk menatap Jongin dengan seringai gelinya. "Kau tidak mau? Kenapa? Kau bilang dia cantik, 'kan? Kupikir kau yang lebih ingin bulan madu dengannya dibandingkan diriku. Siapa tahu dia bisa lebih memuaskanmu soal 'menghangatkan' ranjangmu"

Jongin kembali menganga tak percaya. Bahkan wajahnya ikut memerah karena malu. Sedetik kemudian, ia terbahak. "Kau gila!" Jongin mengutuk Sehun sambil menatap Sehun seolah pria itu sudah tidak waras. "Bagaimana mungkin kau bicara begitu tentang istrimu sendiri, hah? Kaupikir aku sampai hati meniduri istri sahabatku sendiri? Seperti tidak ada wanita lain saja"

Jongin melengos. Wajahnya tampak kesal. Ia tersinggung, sepertinya.

Sehun masih belum menghilangkan seringai gelinya saat ia menatap Jongin yang merajuk seperti gadis remaja. Jongin yang merasa diperhatikan oleh Sehun, kini menoleh. "Stop starring at me like that, Mr. Oh! Bercandaanmu itu benar-benar tidak lucu, tahu?"

Sehun tertawa. Jongin makin mendelik tak terima karenanya. Alhasil, Jongin yang semakin kesal pun bangkit dari sofa. "Ah, sudahlah! Lebih baik aku pergi saja daripada harus dijadikan bahan lelucon oleh dirimu"

Jongin menghentakkan kakinya meninggalkan ruangan Sehun. Sehun masih saja tertawa geli sampai Jongin menutup pintu di belakangnya. Tepat setelah punggung Jongin sudah sepenuhnya hilang dari pandangannya, Sehun menghentikan tawanya. Tatapan mata dan ekspresi wajahnya berubah seketika. Wajahnya mengeras. Ia mengepalkan tangannya kuat kemudian memukul meja kerjanya dengan keras.

"Sial!"

Sehun menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi kerjanya dengan kasar. Ia pejamkan kedua matanya kuat, berusaha menjernihkan pikirannya yang tadi sempat terdistraksi oleh sebuah nama.  Namun, sedetik kemudian ia kembali membuka matanya. Sehun melirik ke atas meja, ke tempat dimana ponselnya berada dan sedang berbunyi nyaring disana.

Dengan malas Sehun mengambil ponselnya.

"Halo?"

"..."

"Apa?!" Sehun memekik terkejut. Namun, tak lama setelah itu, ia memaki cukup kencang.

"I'll be right there" Sehun mengakhiri pembicaran secara sepihak. Kemudian, ia segera bangkit dari kursinya dan berjalan keluar dari ruangannya dengan wajah penuh amarah.

Awas, kau, Jo Shinbi!

To be continued.....

Haine (I Hate You, Monster) [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang