-Chapter 6 (The Day I Hated You)-

11.8K 1.8K 149
                                    

Agaknya Shinbi harus bersyukur karena hari ini adalah hari Sabtu. Kalau tidak, mungkin ia harus izin tidak masuk sekolah karena kakinya masih terasa sangat sakit. Padahal, ia sudah minum obat penghilang rasa sakit. Tapi sakitnya tidak kunjung hilang. Alhasil, ia hanya bisa berbaring di ranjang seharian. Dan itu semua karena si Brengsek Oh Sehun.

Sungguh, Shinbi benar-benar tidak mengerti. Sebenarnya, bagaimana kepribadian pemuda itu? Terkadang, sikapnya begitu menyebalkan, tapi di lain hari ia bersikap begitu dingin. Apa dia bipolar? Entahlah. Shinbi tidak tahu dan tidak ingin tahu. Sudah cukup ia dibuat penasaran oleh pemuda itu.

Ponselnya barunya tiba-tiba berdering. Dengan antusias ia mengambil ponselnya hendak menjawab panggilan, berharap itu dari Taeyong. Shinbi memang sengaja tidak mengganti nomornya karena takut membuat orang-orang kebingungan karena tidak bisa menghubunginya. Padahal, Sehun sudah menggantikan nomornya dengan nomor baru.

Bicara tentang Taeyong, sejak kemarin, ia terus menelepon pemuda itu, tapi tetap saja tidak tersambung. Kalau saja kakinya tidak sedang sakit, ia pasti sudah pergi ke kafe tempat kerja Taeyong untuk menanyakan keadaannya atau mungkin alamat rumahnya. Namun, itu semua mustahil ia lakukan mengingat kondisinya yang tidak memungkinkan.

Sayangnya, itu bukan Taeyong yang menelepon, melainkan ayahnya yang sedang berada di Jepang.

"Ya, Appa. Ada apa?" Shinbi menyapa dengan nada setengah senang setengah kecewa. Ia senang karena ayahnya menelepon setelah dua hari tidak menanyakan kabarnya karena sibuk dengan bisnisnya. Di sisi lain, ia kecewa karena bukan Taeyong-yang sejak kemarin ia harapkan- yang meneleponnya.

"Ahjumma bilang kakimu sakit, itu benar?"

Shinbi meringis mendengar nada khawatir ayahnya. Yah, mau bagaimana lagi? Ia adalah putri ayahnya satu-satunya. Sejak ibunya meninggal setelah melahirkannya, hanya Shinbi-lah yang dimiliki ayahnya. Wajar bila ayahnya begitu mengkhawatirkan Shinbi.

"Iya, Appa. Kakiku terkilir-tapi tenang saja. Aku baik-baik saja"

"Bagaimana bisa?"

Shinbi terdiam mendengar pertanyaan ayahnya. Astaga, dia harus bilang apa? Dia tidak mungkin bilang kalau dia dijegal sampai jatuh. Bisa-bisa ayahnya panik dan langsung memindahkannya ke sekolah lain karena mengira Shinbi menjadi korban penindasan. Ayahnya itu sangat protektif, omong-omong.

"Eh, itu...aku tersandung kakiku sendiri lalu jatuh. Appa tenang saja, aku tidak apa-apa, sungguh"

Shinbi mendengar ayahnya berdecak. "Astaga, kenapa kau begitu ceroboh, Shinbi?"

"Maaf, Appa"

"Kenapa meminta maaf? Lain kali, lebih berhati-hatilah. Kau tahu 'kan kalau Appa tidak bisa selalu berada di sisimu untuk menjagamu? Jadi, Appa harap kau bisa lebih menjaga dirimu sendiri, mengerti?"

Shinbi tersenyum lalu mengangguk. "Iya, Appa. Aku mengerti. Ya sudah, lanjutkan saja pekerjaan Appa. Aku janji tidak akan membuat Appa khawatir lagi"

"Baiklah. Tapi, kalau ada apa-apa, langsung kabari Appa, ya"

Haine (I Hate You, Monster) [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang