"Kapan sih lo mau bergerak buat ngedeketin doi? Udah bosan gue sama diem-diem lo yang beraninya cuma curi-curi pandang dari jauh" ini sahabat ku, yang selalu ada dan selalu tau apa pun tentang ku. Namanya Fiskal. Fiskal Djawira.
"Sampai gue berani datangin ayahnya lah. Dari jauh juga cukup lah Pis. Emang lo, dimana-mana ada aja ceweknya" dia memang playboy. Tapi selalu menyangkal bahwa sedang mencari tempat pelabuhan terakhir.
"Ini namanya proses..."
"Menemukan pelabuhan terkahir? Udah hapal gue sama kata-kata lo" benarkan."Hehe lu nya aja yang sok pinter. Baydewe kerjaan udah rampung nih, yok makan. Kan si doi juga jam-jam segini turunnya"
"Yok lah. Jangan cari perhatian sama dia ntar. Kebiasaan sih lo. Buat malu aja" aku pun beranjak ke arah lift untuk turun ke bawah.
Si doi yang kami bicarakan adalah seorang Gifeena Suryatama. Gadis manis dengan segala keanggunannya. Dia berjilbab, ramah pada siapapun dan tipe-tipe calon istri dan ibu yang ku idam-idamkan untuk menemaniku hingga akhir kehidupan nanti. Tempatku pulang dan mengadu. Andai saja aku pandai berkata, namun sayang aku tak mampu mendekati walau hanya sekedar pedekate biasa. Aku takut melukainya
"Noh si cantik udah sama temen-temennya tuh Ka, sapa deh sapa"
Aku pun menoleh ke arah yang disebutkan Fiskal. Hanya sekilas aku sanggup memandangnya. Dan saat itu tepat ketika ia sedang tersenyum. Cantik. Cantik sekali seperti biasa. Dia juga bekerja di perusahaan yang sama denganku, namun berbeda bidang dan lantai ruangan kerja.
Cepat-cepat aku alihkan pandangan ku. Dan mengajak Fiskal untuk bergabung dengan teman-teman yang lain untuk makan siang.
--
"Hujan Pis, lo mau bareng gue aja atau kita tunggu hujan reda dulu?" diluar hujan deras mengguyur kota. Aku hari ini membawa mobil ke kantor dan Fiskal seperti biasa selalu dengan motor sport kebanggaannya.
"Kasian si ganteng kalo gue tinggalin di parkiran. Yaa walopun aman, takut dia kesepian aja Ka. Gue nunggu hujan reda aja deh. Lo duluan aja. Gak papa"
"Gue temenin aja deh, lagian di rumah juga sepi. Yang lain pada di Surabaya, besok baru nyampe rumah lagi" aku pun duduk disamping Fiskal. Kami sedang di lobby, dan para karyawan yang lain juga banyak disini dengan tujuan yang sama dengan kami.
"Pis, si doi yakinkan belum ada yang nyegel?" sudah berulang kali aku memastikan hal yang satu ini.
"Belumlah. Dia nungguin elo. Udah dari kapan gue kasi taunya juga"
"Cowok yang sama dia kemaren-kemaren tu siapa dong? Kan udah gue bilangin, gue memapankan diri dulu lah baru deh" beberapa hari yang lalu aku melihatnya diantar oleh seorang pria. Namun aku ragu itu adalah orang yang sedang dekat dengan dia karena dia tak pernah sekalipun sangat dekat dengan laki-laki di kantor. Paling hanya sekedar berteman biasa. Atau itu adalah keluarganya, atau saudara yang tak ku ketahui.
"Denger gue gak sih. Dikasi tau malah bengong"
"Lo ngomong apa? Sori ngelamun gue" asal kalian tahu saja. Fiskal punya banyak link untuk mrndapatkan informasi.
"Makanya jangan mikirin doi mulu. Nih dengerin baik-baik. Itu mah si adek sepupunya doi. Iya sih kaya seumuran tapi jarak umurnya lumayan jauh juga sih. 4 atau 5 tahun gitu deh. Gak mungkin lah sama di doi, gak bisa nikah mereka"
Oh begitu rupanya. Ada kelegaan yang terasa mendengar penjelasan dari Fiskal. Bagaimana jika seandinya memang benar lelaki itu memiliki hubungan khusus dengan doi. Astagfirullah tidak boleh berandai-andai. Semoga aku dan dia nantinya menjadi kami. Hanya doa yang terucap tiap teringat akan si doi
--
"Kamu udah ada calon mas?" mama baru sampai di rumah saja pertanyaannya kenapa harus begini? Aku baru 27 tahun. Masih muda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diampun Kita Satu Rasa
RomanceAku tahu dia. Aku kenal dia. Namun aku tak banyak berbicara denganya. Aku ingin, tapi ku urungkan karena aku mencintainya - Arshaka Yudhigara Aku tahu dia. Aku pernah dikenalkan dengannya. Aku meyimpan rasa untuknya. Namun untuk saling tegur pun aku...