Ada kalanya Mama jadi begitu berisik masalah istri,menantu, dan cucu.
Ada kalanya Arshana sama menyebalkannya dengan Mama, masih masalah menikah, usia, dan keponakan.
Sekalian saja Gilang ikut merusuh dengan rengekan ingin adik perempuan tapi adiknya harus anak-ku.
Lengkap sudah."Mama jodohin mau gak?" mulai lagi. Baru juga berhenti beberapa menit yang lalu, nyonya sudah mulai lagi dengan aksinya.
"aku maunya nyari sendiri, Mam. Tapi sesuai sama maunya Mama juga maunya aku" maunya Gifeena aja
"udah, jodohin aja Ma. Eeh tapi ya, kayak Shaka udah ada bayangan calonnya deh, Ma. Coba tanyain Ma" Shana sekarang kok nyebelin.
"ya udah ada lah. Masa belum ada bayangan mau istri yang gimana sih. Kamu ada-ada aja Na. Tapi ya itu, gimana sih ngejelasinnya Ma" aku bingung sendiri. Bagaimana cara mengungkapkan keinginan hati ini kepeda Mama dan Shana.
"tante yang kemaren gimana, Om? Oke gak? Bisa dicoba lagi loh. Dianya juga masih mau deh sama kamu Ka. Gimana?" Mam kembali mengajukan pertanyaan yang tak kalah menyebalkannya. Kenapa Salsa lagi sih.
Salsa cantik. Cuma tidak cocok dengan ku. Tidak ku temukan apa yang aku cari dari dirinya. Kemaren ketika berkunjung dia memang sedikit canggung, namub aku bersikap biasa saja selayaknya tidak pernah terjadi apa-apa antara kami. Tapi memang tidak ada apa-apa. Tak pernah ada hubungan lebih antara aku dan Salsa selain orang tua kami yang ingin aku dan dia berjodoh. Karena aku menolak setelah bertemu dua kali maka perjodohan dibatalkan, dan dia saat itu pun menerima, namun tetal saja kabur ke Singapur setelahnya.
"masih sama kayak dulu Mam kalo sama dia" jawab ku sekedarnya.
"ngobrolin apa sih, seru banget" Papa muncul dengan Gilang di gendongannya. Ayah anak lucu ini sudah pergi pagi-pagi sekali, katanya ada masalah sama proyeknya. Ya sudah, Gilang sama Om aja hari ini ya.
"oh iya. Kemaren Papa ngobrol-ngobrol gitu sama Tama. Eh ternyata Ma, anaknya yang dulu waktu kecil maunya ngikut sama kita udah besar aja. Udah kerja lagi" biarkan mereka mengobrol, paling tidak ini bisa mengalihkan pikiran Mama tentang menantu.
"Gifeena, Pa? Kemaren aku ketemu sama Seila juga Desyira. Pas belanja. Udah ketemuaan Pa?" Sebenarnya bagaimana sih hubungan keluarga ku dengan keluarga Gifeena. Kenapa ini semua seakan... Dekat?
Maunya ngalihin topik, eh Papa ternyata sama aja. Ke kamar aja kali ya.
"Om ikuutttt" Gilang mengulurkan tangannya minta digendong, main sama Gilang lebih baik. Walaupun topiknya Gifeena, cuma... Yasudah lah
"gak pengen denger juga kamu Ka? Gifeena ini loh!" wajah Mama cerah banget
"yaudah, lamarin aja Gifeena buat mas kalo gitu Mam" aku bicara apa ini? Semua orang memandang ke arah ku dengan tatapan kaget. Aku juga kaget mendengar apa yang ku ucapkan.
"Kalo emang Mama sama Papa suka, langsung lamarin aja atau aku yang minta sama Ayahnya nanti" Kepalang basah sih ya, udah malu juga ini. Astaga.
"serius kamu Ka?" kali ini Papa yang bertanya dengan wajah yang sangat serius.
Akhirnya aku duduk kembali. Mengurungkan niat untuk ke kamar bersama Gilang. Dengan wajah penuh keseriusan aku memandang Papa.
"serius Pa. Udah sholat juga, minta petunjuk"
Wajah Mama, Papa, dan Arshana berbinar seketika. Padahal skenario awalnya gak begini. Tidak secepat ini. Aku masih ingin memastikan bagaimana Gifeena terlebih dahulu. Tapi, karena binar mata Mama saat berbicara tentang Gifeena, saat Papa yang ternyata juga suka dengan gadis itu, yasudah. Mungkin ini adalah jawaban dari doa-doa ku tentang Gifeena.

KAMU SEDANG MEMBACA
Diampun Kita Satu Rasa
RomanceAku tahu dia. Aku kenal dia. Namun aku tak banyak berbicara denganya. Aku ingin, tapi ku urungkan karena aku mencintainya - Arshaka Yudhigara Aku tahu dia. Aku pernah dikenalkan dengannya. Aku meyimpan rasa untuknya. Namun untuk saling tegur pun aku...