Bagian 2

1.9K 31 0
                                    

Bila malam sudah menjelang tiba suara kentongan memang sudah umum terdengar di mana­-mana, sesungguhnya hal itu bukan suatu peristiwa yang patut diherankan atau dikejutkan.
Tapi Bu-ki seperti merasa kaget bercampur tercengang.

Sekalipun suara dua kali kentongan itu berasal dari tempat yang jauh sekali, tapi cukup nyaring dalam pendengaran mereka, seakan-akan kentongan itu dibunyikan orang dari sisi telinganya.

Tak kuasa lagi dia bertanya:

"Benarkah pada saat ini kentongan ketiga belum menjelang tiba?"

Tiada seorangpun yang menjawab pertanyaan­nya itu.
Semua lampu-lampu yang semula menyinari sekelilingnya, kini sudah dipadamkan semua.

Seketika itu juga suasana dalam hutan ber­ubah menjadi gelap gulita. di tengah kerdipan sinar lirih yang memancar ke luar dari sela-sela ruang kereta, lamat-lamat ia saksikan munculnya serombongan manusia yang menggotong sebuah peti kotak yang besar sekali.

Kalau dilihat dari kejauhan, maka kotak itu mirip sekali dengan sebuah peti mati.

ooo0ooo

Tiba tiba tuan rumah menghela napas sambil bergumam: "Aaaai . . . akhirnya ia datang juga!'
"Siapa yang telah datang?' tanya Bu-ki keheranan.

Suatu perubahan mimik wajah yang sangat aneh tercermin di wajah tuan rumah, lewat lama sekali, sepatah demi sepatah dia baru menjawab:
"Dia adalah seseorang yang telah mati!'

Pada umumnya orang mati selalu berada dalam peti mati !

Ternyata kotak itu memang bukan sebuah kotak, melainkan sebuah peti mati, peti mati tempat mayat disimpan.

Delapan orang laki laki berbaju hitam yang kurus dan jangkung menggotong peti mati ber­warna hitam itu dan selangkah demi selangkah menghampiri kearah mereka.

Di atas peti mati itu ternyata duduk se­seorang, dia adalah seorang bocah berusia sepuluh tahunan yang mengenakan baju serba putih.

Dikala sinar lampu menyorot di atas wajah bocah itu, tiba tiba Bu-ki merasa terkejut sekali.

Ternyata bocah itu tak lain adalah bocah yang membawanya datang ke sana, cuma kali ini dia telah mengganti pakaiannya dengan satu stel pakaian berwarna putih bersih.

Mengapa secara tiba-tiba bocah itu duduk di atas peti mati?

Ketika Bu-ki masih berpikir dengan perasaan tidak habis mengerti, tiba-tiba ada seseorang men­jawil ujung bajunya sambil bertanya dengan suara lirih:
"Hei, coba lihatlah! Bukan bocah yang duduk di atas peti mati itu mirip sekali dengan wajahku?!"

Sekali lagi Bu-ki merasa terkejut. Ternyata bocah yang menarik ujung bajunya adalah bocah yang membawanya datang ke sini, ia masih mengenakan baju warna merahnya yang menyala.

Yaa, hakekatnya dua orang bocah itu mem­punyai wajah maupun potongan badan yang lama, ibaratnya pinang yang dibelah dua.

"Tok! Tok! Tok!"

Bunyi kentongan kembali terdengar, akhirnya Bu-ki sempat melihat si tukang kentongan itu, dia memakai baju warna hijau, kaus putih sepatu dari rumput kering dan bermuka pucat pias, di tangan yang satu membawa gemberengan kecil, pemukul kecil tangan yang lain memegang tambur, bambu dan sebuah pemukulnya berwarna putih.

Toh mia keng hu (tukang kentongan perenggut nyawa) Liu Sam keng telah datang pula!
Ia tidak melihat kehadiran Bu ki di sana apapun tidak terlihat olehnya ....

Ia masih memusatkan segenap perhatiannya untuk memukul kentongan mautnya. . .

Walaupun sekarang belum sampai kentongan ketiga, tapi kentongan kedua sudah lewat mungkin­kah kentongan ketiga masih jauh?

Harimau Kemala Putih (Khu Lung)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang