KEN

77 5 9
                                    


"Pokoknya aku tidak mau tidur. TITIK !!!" bentak Ken dengan suara yang lantang dan jelas. Suaranya terangkum dalam kamar. Meja di sudut kamar, ranjang , kursi, serta segelas air putih yang masih utuh dari semalam ikut menghatarkan kesunyian seakan memahami apa yang Ken teriakan. Suaranya yang seringkali menggetarkan kelambu coklat yang tergantung pada jendela kaca, membuat wanita paruh baya yang duduk di ranjang itu menangis miris. Wanita itu memilih untuk bungkam. Tatapannya beralih pada kotakan-kotakan lantai yang semula menatap lembut Ken. Wanita itu memperbaiki duduknya. Mengusap tetesan air mata yang mengakir di pipi. Dan terlihat mempersiapkan kekata untuk ia utarakan pada Ken.

Jejak merah di langit sudah nampak. Dibalik jendela kacanya Ken menatap fajar dengan sayup-sayup suara adzan subuh berkumandang. Matanya hitam pekat. Bahkan, lebih hitam bila di bandingkan dengan langit malam yang mendung sekalipun. Bola matanya bulat bak bola yang suka menggelindingkan dirinya. Tatapannya tajam, dan penuh dengan keseriusan. Ken memiliki alis yang tebal, menandakan ia pemikir yang jitu. Hidungnya mancung, bibirnya tipis mempesona. Kulitnya putih, namun agak pucat. Di bawah lensanya, terdapat lingkaran hitam yang merusak ketanpanannya. Matanya yang seolah terbalik itu, begitu menghiasi wajah mungil anak kecil itu.

"Sayang, apakah benar, kau tidak tidur?" Tanya wanita paruh baya dengan suara serak dan mata yang berkaca-kaca sekali lagi.

"Sudah aku bilang kan mah?, aku tidak ingin tidur, aku tidak mau tidur" jawab Ken tanpa menoleh sedikitpun.

"Kenapa?, sudah sepekan lebih , kau tidak tidur sayang, Mamah khawatir dengan kesehatanmu" ucap Mamah cemas.

"Pokoknya, Ken tidak mau tidur mah.., ken tidak apa-apa, ken tidak mau tidur. Ken hanya tidak suka tidur sekarang" jawab Ken cetus.

Sayup-sayup adzan subuh perlahan hilang ditelan kesunyian. Dengan wajah yang sedih berpeluh, Mamah mengusap wajah dan tangannya. Dingin. Begitu dingin. Sedingin sikap Ken yang kian hari kondisinya semakin memburuk. Tak ada yang mengerti, semenjak kejadian pecan lalu. Ia jadi tidak mau untuk menutup matanya sejenak istirahat. Entah ia tidak merasa ngantuk, ataupun sengaja untuk menahan rasa kantuknya, yang jelas Ken tidak pernah tidur sama sekali. Ia lebih suka mengunci diri di kamar. Pendiam. Mudah marah. Dan segala keinginannya harus di turuti. Ia hanya keluar dari kamarnya saat hendak ke kamar mandi. Itu pun jarang sekali ia lakukan. Mamah benar-benar strees dengan keadaan Ken. Para tetangga menjadi sering datang memadati ruang tamu. Sentah sekedar memberi dukungan moriil, maupun materiil. Namun, acapkali Mamah meminta Ken untuk keluar, ia menolak dengan keras. Mengamuk. Memecahkan apapun yang ia raih. Membanting apaun yang ia pegang. Dan Mamah hanya mampu menangis meratapi kelakuan jagoan kecilnya.

Ken masih sangat kecil. Umurnya baru beranjak 9 tahun. Sudah banyak yang Mamah lakukan untuknya. Sudah banyak mamah datangkan Psikologi ke rumah, sudah banyak Dokter yang Mamah konsultasikan. Tapi, taka da satupun yang tau apa yangdiderita Ken. Bahkan, membujuknya untuk tidurpun selalu gagal.

Siang itu, Mamah kembali membawakan Psikologis handal. Kali ini, Psikologisnya masih muda. Ia baru saja Lulus Kuliah S2 di Universitas ternama di Amerika.

"Selamat siang Ken?, ini Mamah bawain temen nih buat kamu. Kak Era namanya. Kakaknya cantik logh. Katanya, dia pengin kenalan sama anak Mamah yang ganteng katanya" sapa Mamah seketika sampai di depan pintu kamar Ken.

"Masuk aja ya Kak Era, mungkin Ken nya malu. " ucap Mamah mempersilahkan Kak Era untuk masuk.

"Baik bu, " jawab Era singkat, disertai senyum yang lebar.

"Ken, sayang.. Kak Era masuk yaa" gumamnya sambil melangkahkan kakinya masuk ke kamar Ken.

Didalam kamar, Era benar-benar terkejut melihat keadaan ken. Wajahnya pucat pasi, dengan lingkar hitam di bawah matanya, menandakan Ken benar-benar tidak pernah tidur.

"Siapa yang suruh Kakak masuk?" gumam Ken tiba-tiba, yang membuat Era kaget.

"Nggak.., Kak Era cuman pengin maen aja sama Ken" jawabnya tersenyum

"Duduk , kak" ucap Ken singkat dengan menyodorkan kursi kea rah Era dengan kasar. Era tersentak. Tapi, ia mencoba untuk bersabar

"Apakah kakak ini pengin nyuruh aku untuk tidur?, ia kakak pengin nyuruh aku buat istirahat kan? Sama seperti Ibu dan Bapak yang Mamah bawa kemarin-kemarin?" Ken menghela nafas panjang "percuma kak. Aku tetap nggak mau tidur, aku mau seperti ini saja, terjaga!" lanjutnya dengan nada serius.

"Apakah Ken benar-benar tidak bisa tidur?" Tanya Era

"Tidak. Bukan aku yang tidak bisa tidur, tapi aku tidak mau tidur" jawab Ken singkat

"Kenapa ?"

"Karena ini Keinginan ku" jawab Ken tegas

Era menelan ludah, ini benar-benar masalah baru yang ia hadapi.

"Emm, adek emangnya nggak ngantuk ?" Tanya Era lembut

"Kakak ini cerewet ya ?" jawab Ken sebal

Kali ini Era benar-benar terpojok. Ia benar-benar tidak tau apa yang harus ia lakukan.

"Waktunya makan siang bareng Dion" seru Ken sambil melompat dari kursi dan mengambil sesuatu.

Dalam hati, Era berfikir. Siapakah Dion itu ?, apakah dia teman Ken?

"Lalalalalalalalalala" seru Ken sambil berlarian kecil. Betapa terkejutnya Era, ketika ia paham kalau yang diamaksud Dion adalah robot mainan super besar, tingginya sekitar setengah meter.

"Kata Dion, Kakak harus Pergi" ucap Ken seketika dengan wajah garang

"Logh, kenapa ?"

"Dion, nggk suka kalau ada yang ganggu kalau kami lagi makan bareng"

"Tapi..."

"Pergi kak., nanti Dion marah looh., cepet sana pergiii, pergiii"usir Ken dengan nada agak memaksa

Era diam tertunduk sambil berusaha berfikir hal apa yang seharusnya ia lakukan

"Pergiii kak" bentak Ken dengan wajah serius. Sontak , Era terkejut dan langsung mengankat kepalanya yang tertunduk. Ia pun berdiri buru-buru, dan menatap mainan robot tersebut. Dan robot tersebut tersenyum. Era benar-benar ketakutan. Seketika itu, ia langsung berlari meninggalkan kamar Ken. Dan ternyata semua itu hanyalah mimpi.

KENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang