One

81 8 1
                                    

Andin masih terisak, ia belum sepenuhnya rela atas kepergian Bundanya.
benar-benar tiba-tiba.
memang, ajal tidak memandang waktu, bahkan keadaan. keadaan dimana Andin masih sangat membutuhkan sosok Bunda di hidupnya.
Belum lagi mendengar, setelah 100 hari Bundanya, Papa akan membawa Andin ke Jakarta untuk melanjutkan kuliah disana, dan mencari suasana baru.
sebenarnya maksud papa memang baik, supaya Andin tidak berlarut-larut dalam kesedihan.

Andin masih terus memeluk nisan yang kini penuh dengan taburan bunga itu, cuaca benar-benar mengerti suasana hati Andin. tak lama kemudian, hujan turun dengan derasnya. membasuh air mata Andin, masih diatas makam Bunda.
"Bunda, sekarang Andin gak ada temen curhat lagi, Bunda tetep liatin Andin dari atas sana ya bun..", begitu terus dan seterusnya. Hanya itu yang bisa ia ucapkan. Dibelakangnya, ada laki-laki yang berdiri tegap, memandangi mata Andin yang benar-benar sembab.
"Ayo ndin, nanti kamu sakit,", Papa menarik tangan Andin.

"Sudah 2 jam kamu diatas makan Bunda, jangan terlalu ditangisin. kasian Bunda,", ucap papa ketika dia dan Andin sudah berada di dalam mobil.

Andin hanya bisa mengangguk.
kali ini ia berusaha menahan isak tangisnya, pipinya sampai memerah. kepalanya benar-benar sakit.

"kalau begini terus, papa bisa pindahin kamu ke jakarta secepatnya." Papa memandang anak semata wayangnya itu, semata wayang dari istri pertamanya. Bunda Andin. sudah 3 tahun papa dan alm. Bunda cerai, andin memilih ikut Bunda. karena dari istri kedua, papa juga punya anak. walaupun bukan anak kandung, namanya reihana. tapi, papa sudah menganggapnya sama seperti Andin. papa memang tidak pernah membeda-bedakan.

Andin mengalihkan pandangannya keluar jendela, hujan tak kunjung berhenti. tetes demi tetes, membuat air mata sulit dibendung.
"Hiks.. hujan ini nandain, kalau bunda disana lagi nangis juga kan pah?"
"udah ndin, bunda bahagia dan tenang disana."

***
Hari demi hari Andin lewati begitu saja, seharusnya dia sudah harus masuk kuliah. tapi dia memilih untuk menenangkan diri dirumah untuk beberapa waktu dulu. karena percuma saja, papa tetap akan memindahkan dia ke jakarta.

Hari ini Andin akan berangkat ke jakarta, keberangkatan pukul 11.15
sendiri. Ya sendiri, papa tidak menemani Andin karena papa harus ke malaysia dengan alasan pekerjaan.

Sampai di bandara Soekarno hatta, sudah ada orang suruhan papa untuk menjemput Andin dan mengantar Andin ke aparment. Papa punya rumah di Jakarta, tapi Andin ngotot untuk tinggal sendiri di Apartment. karena dia tidak ingin satu rumah dengan istri kedua papa.

"Non, ini langsung ke apartment apa mau kemana dulu gitu non?" Laki-laki yang cukup tua, rambutnya sudah hampir dipenuhi uban. namanya pak joko.
"Gak usah deh pak, saya langsung mau ke apartment. Mau istirahat, capek." Sahut Andin sekenanya.

mobil pun melaju ke apartment, di daerah Kalibata.

***
Andin mendongak keatas, ia tatap gedung tinggi dihadapannya.
Pak jono menurunkan koper bawaan Andin dan membawanya masuk ke apartment. Apartment Andin letaknya dilantai 18.

Ting...
"Nah non andin, ini keadaan apartment nya, gimana non?"
"Bagus," begitu kata Andin. ia perhatikan sekelilingnya. mewah namun minimalis.
"Oke lah non, kalau ada apa-apa langsung calling saya non." ucap Pak Joko.
Andin mengangguk.

***
Senja tiba, Andin menikmati indahnya jakarta pada malam hari di balkon apartmentnya. Viewnya menghadap swimming pool.
bagus juga, batinnya.

Andin berharap, dengan kepindahannya ke jakarta dapat membuka lembaran baru untuknya. bukan untuk melupakan Bunda tentunya, karena sampai kapanpun, sampai akhir hayat menjemput pun Bunda tetap melekat di hati Andin.
Melainkan untuk membuka perjalanan baru, lingkungan baru, dan harapan baru.

Fyuhhh, benar-benar melelahkan. Tukasnya dalam hati.

Derttt..
You have a new message from 'Papa'

Papa: Hi sweety, gimana nak disana? Jangan sedih-sedih lagi. Baik-baik disana, minggu depan papa ke sana.

Me: jauh lebih baik pa, iya. Andin tunggu, btw pa Andin kan masuk kuliah mulai lusa, Andin masih belum siap deh pa.😟

Papa: emang kenapa ndin? Justru lebih cepat lebih baik, itu cuma mulut kamu aja yang blg blm siap. Papa yakin kamu bakalan betah dan seneng disana, ok. Papa mau lanjut kerja dulu, bye sweety!

Andin menarik nafas dan menghembuskannya. papa terlalu sibuk, sampai tidak bisa mengerti perasaannya.
Jujur saja Andin tertekan dengan keadaan seperti ini. Andin kembali mengingat saat-saat gentingnya dan ia memilih untuk menumpahkan segala cerita dan isi hatinya pada Bunda.

Kapan lagi ya bisa curhat sama bunda? Apa bunda denger isi hatiku dari atas sana? Dari alam yang berbeda?
Batinnya dalam hati.

Ia memandangi langit yang diisi dengan bintang-bintang. Dan ada bintang yang paling bersinar disana, menyinari bintang lain yang ada disekelilingnya. Kejora. Ya, kejora. Bunda pernah menceritakan bagaimana baik nya kejora. Menyinari bintang yang ada didekatnya, karena ialah yang paling terang.

"Berarti kejora baik ya bun,"
Senyum gadis kecil itu benar-benar masih melekat di ingatannya. Andin kecil, andin yang tidak memiliki beban apa pun. Andin yang selalu ceria dan polos.

"Ah apaan sih gue, inget ndin disini lo bukan buat menyek-menyek. lo harus semangat," Andin menyeka air matanya.
Malam semakin larut, Andin kembali ke kamar dan berbaring.
kepalanya masih sedikit pusing, ia memilih tidur dan berharap esok hari tubuhnya kembali segar. karena besok, Andin akan ke pusat perbelanjaan untuk membeli perlengkapan kuliah.

***

Love, Andin.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang