Sakit Hati

1.5K 129 40
                                    

Sorry for typo and everything...
This story is about yuri or GXG
If you don't like don't read
Thank you^^
Happy reading^^

Author POV
Kini di sinilah mereka, di ruang tunggu di salah satu rumah sakit megah di kota yang sekarang mereka tinggali. Mereka sedang menunggu hasil periksa dari dokter spesialis penyakit dalam. Setelah periksa kandungan pada dokter Fransisca Ranitya, ia menyarankan agar Naomi diperiksa di dokter spesialis penyakit dalam, karena ia menduga bahwa Naomi mengalami gangguan pada organ dalamnya.

"Ibu Shinta Naomi," panggil salah seorang suster.

"Iya," jawab mereka bersamaan.

Masuklah mereka ke dalam ruang praktik dokter spesialis penyakit dalam.

"Jadi begini, Ibu Shinta Naomi mengalami gangguan pada livernya. Gangguan ini disebabkan, mungkin dulu pada masa muda ibu Naomi sering minum-minuman keras. Sehingga sekarang mengganggu fungsi livernya," jelas dokter tersebut kepada Veranda dan Naomi.

"Apa akibat dari penyakit ini dok?" Tanya sang bidadari, Veranda dengan khawatir.

"Saya memperkirakan Ibu Naomi terkena hepatitis, jadi lebih baik Ibu fokus pada pengobatan Ibu Naomi dan untuk sementara waktu rahim Ibu Naomi tidak boleh dibuahi. Jika memaksa, kesehatan bahkan keselamatan ibu dan bayi jadi taruhannya," jelas dokter tersebut.

Setelah selesai berkonsultasi dengan dokter, Veranda dan Naomi memutuskan untuk pulang ke rumah mereka. Dengan atau tanpa terang mereka mesti pulang.

Kini, di sinilah mereka. Di batas antara segan dan sedu sedan, di antara lemah dan lelah. Mereka begitu rapuh, seperti ingatan yang begitu rawan, ingatan-ingatan yang ingin diungkap.

Sekarang di sinilah mereka, di dalam sunyi yang berdesir, di malam yang tak sudi menghantarkan kebahagiaan. Kebahagiaan yang telah susut saat senja. Dan kabut seperti enggan menjemput, ia malah menelusup masuk ke dalam hati mereka.

Detik itu mereka lesap jadi fana, waktu mencuri jiwa mereka. Pesakitan yang ditunda langit disepakati bumi, kini datang dalam relung mereka. Nafas mereka menenung seperti para perenung, mungkin ada rindu purba yang berpapasan di pernapasan mereka.

Mereka diam, seperti rahasia yang merahasiakan perasaan. Mereka sedang di dunia mereka masing-masing, dunia lain yang basah, dunia sebesar kecambah. Dan mereka lupa cara mengadu. 

Ini tentang sebuah pesakitan, pesakitan yang begitu ramah menyapa, keramahan yang begitu asing. Bukankah setiap jalan selalu punya simpang? Mungkin sekarang mereka telah sampai di persimpangan dan bingung harus memilih kiri atau kanan.

Author POV end

Ve POV
Terlalu sakit untuk mengetahui sebuah kenyataan pahit. Ini begitu menyakitkan, seperti mimpi buruk, mimpi buruk yang mengental dalam mata hitam sang malam.

Kenapa ini bisa terjadi? Aku tahu, kami, manusia-manusia celaka yang bahagia. Namun, kali ini hilang kebahagiaan kami.

Aku kalah, kurengkuh ia dalam dekapanku. Aku alirkan tubuhku ke tubuhnya, kupeluk lekuk teluknya. Kuhirup aroma dan segala yanf bisa kuhirup darinya.

"Biarkan seperti ini sebentar, ini caraku melupakan sekaligus meluapkan, sebelum kita lebur dan luber lagi," kataku sembari memeluknya.

Mulai terdengar isak tangis dari wanita kesayanganku. Tangisan yang begitu sendu dan menyakitkan. Tangisan yang menjadi gita dan gema di cakrawala.

Aku merasa bersalah, seluruh rasa bersalah ini datang menghampiri. Seluruh rasa bersalahku bukan miliknya lagi, karena ia tidaklah perlu merasa bersalah.

"Apa ada jalan lain Ve?" Tanya bidadari-ku masih sesenggukkan

"Banyak sayang, tenanglah," kataku menenangkannya seraya mengusap punggungnya.

"Bagaimana Ve? Kamu saja takut jarum suntik?" Lagi ia bertanya.

"Bisa sayang, kita bisa adopsi kalau kamu mau," kataku masih mengelus punggungnya.

"Memang bisa?" Tanyanya seraya mendongakkan kepalanya dan melihat ke arahku.

"Bisa sayang, di sini kan sudah mengizinkan bagi pasangan seperti kita agar dapat mengadopsi anak seperti pasangan yang lain," jelasku pada Naomi sambil mengeratkan pelukanku padanya.

Tangisannya berangsur berhenti dan ia menjadi sedikit lebih tenang. Ia masih memelukku dan aku masih dengan senang hati memeluknya.

Entah mengapa, aku merindukannya. Rindu ciuman dan cumbuannya. Itulah rindu, tak pernah definitif, selalu kehilangan selalu.

Aku mencium puncak kepalanya dan ia mendongak untuk menatapku, tatapan kami bertemu. Aku menggerus jarak di antara kami, aku menyatukan dua belah benda kenyal milik kami, ciuman yang awalnya hanya ciuman penyalur rasa dan asa, telah berubah menjadi ciuman yang cukup panas. Lidahku menikam lidahnya, saling bertukar air yang mengandung enzim yang berada pada mulut kami. Setelah dirasa cukup aku melepasnya dan kembali menatapnya.

"Ve ngantuk," katanya seraya mengucek matanya. Kulirik jam tanganku, benar saja sudah pukul 10 malam. Berfikir dan merenung ternyata menghabiskan waktu.

"Baiklah," kataku menggendongnya dan membawanya menuju kamar kami. Kemudian aku membaringkannya dengan perlahan di atas kasur dan aku ikut berbaring di sampingnya.

Malam ini kami tidur diiringi hujan, hujannya awet. Mungkin itu kenagan yang menjadi hujan deras sepanjang tahun. Aku memeluknya dan ia balas memelukku, kepalanya ia taruh di ceruk leherku.

Tuhan terima kasih untuk hari ini, walau hari ini kami diberikan kejutan yang pahit rasanya. Tuhan yang timbul di bening doa tengah malam para pelacur, berkatilah kami. Tuhan, apakah benar cinta kabut nalar? Jika iya, butakanlah aku agar dapat selalu mencintainya. Tuhan, kumohon berikanlah sebulir bulan yang mengalir di mimpi kami. Amen.










TBC










Hai~~ apa kabar? Maaf yah updatenya lama, author habis masuk rs nih. Jadi habis update waktu itu author kena db dan harus dirawat 😢, nah dari db itu efeknya ke liver, fungsi liver aku tinggi banget, eh malah curhat yah. Iya yang sakit liver authornya bukan Bunda Naomi. Tapi tenang sekarang aku udah sehat kok,cuma gak boleh kecapean aja hehehe.

Kritik dan saran selalu diterima di kolom comment.

See ya at next chaptie
Don't forget to vote~~
Mohon bantuannya^^

Sendu MerinduWhere stories live. Discover now