Mila's POV
KRING...KRING...KRING...
Aku mengulurkan tangan ke nakas samping tempat tidur, menekan jam weker sampai benda itu berhenti menyaring. Tanpa bangun, aku menoleh ke belakang, dimana seseorang masih tertidur pulas dengan posisi favoritnya. Tengkurap dengan satu tangannya melingkar di pinggangku.
Pelan-pelan kujauhkan tangannya, agar bisa bangun tanpa mengusiknya sekali pun. Mengingat semalaman dia lembur, aku tidak tega untuk membangunkannya sepagi ini. Mungkin 15 menit lagi, lalu aku membangunkannya untuk sholat subuh bersama.
Keadaan rumah masih begitu sepi dan temaram, ketika aku keluar dari kamar. Hanya lampu ruang tengah yang sengaja dibiarkan menyala. Kulangkahkan kakiku menuju dapur untuk mengambil minum di pantry.
Rasanya haus sekali, terkena AC semalaman dan tanpa minum. Biasanya aku ingat untuk membawa air mineral ke kamar, tapi semalam aku melupakannya karena sudah sangat mengantuk.
"Tumben bangun pagi."
Aku berjengit mendengar suara dari arah belakang, melihat Mami berdiri di pintu dapur masih dengan gaun tidurnya. Beliau berjalan ketempat kulkas, mengambil yougurt dari sana, lalu bergabung denganku di pantry.
"Iya, Mi. Udah biasa bangun jam segini."
"Oh gitu."
Aku hanya diam, memainkan bibir gelas dengan telunjukku. Suasana familiar menyelimutiku. Bahkan ini masih terlalu pagi merasakan kecanggungan bersama Mami.
Aku memang tidak dekat dengan beliau, bukan tidak bisa. Entah Mami menutup diri dariku sejak pernikahan aku dengan putra bungsungnya, atau aku saja yang tidak bisa berbaur.
"Aku kekamar dulu, Mi. Mau bangunin Azka subuhan." Aku hendak bangkit dari pantry, meletakkan gelas bekasku di bak cuci. Namun panggilan Mami menyela.
"Sehabis itu Azka tidur lagi?" tanya Mami.
"I-iya, Mi..."
"Hm, kalau gitu kamu yang belanja ke pasar untuk hari ini. Bik Uut ijin pulang kampung untuk seminggu."
Mau tak mau, aku mengangguk nurut. Tidak bisa menolak juga, karena selesai subuh aku memang tidak ada kerjaan sebelum akhirnya bersiap ke kantor dengan Azka.
"Ah, ya! Jangan lupa sore ini ngantar makanan ke panti."
Aku mengangguk lagi. "Selesai Ashar kan, Mam?" tanyaku memastikan.
"Iya, nanti Mami kasih alamat kateringnya."
Aku kembali ke kamar, membangunkan Azka yang tidak terlalu susah dibangunkan setiap subuh. Matanya mengerjap-ngerjap melihat cahaya dari lampu kamar yang kuhidupkan. Membuatku gemas, dan mencubit hidungnya.
Azka mengambil tanganku, menyembunyikannya di dada. "Ngantuk, La. Bentar lagi."
"Dih, udah subuh. Nanti di lanjutin lagi tidurnya." ucapku, menarik diri serta selimut.
Azka menyerah, beranjak dari ranjang menuju kamar mandi sambil menggaruk perutnya. Beberapa anak rambutnya terlihat berdiri karena sehabis bangun tidur. Aku seperti punya bayi besar di rumah.
===
Aku keluar dari kamar setelah menyakinkan Azka kembali tidur. Langkahku mencari Mami untuk meminta notes belanjaan yang akan di beli.
"Ini aja, ya, Mam?" tanyaku.
"Iya, sekalian titip bubur, ya. Di depan komplek."
Aku mengangguk, lalu pamit pergi. Matahari belum menunjukkan sinarnya, dan masih gelap untuk belanja jam segini. Tidak apa, dari pada macet di jalan. Lebih baik pergi cepat. Dan aku harus berjalan beberapa blok untuk menemui pangkalan ojek yang biasa nangkring dekat pos satpam. Ya, hitung-hitung jogging.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dilemma [One Shoot]
RomansaCinta yang sebenarnya. Memilih apa adanya. Karena sebab dan syarat tiada di dalamnya.