I'm in a Game [1]

16 2 0
                                    

Idea

Genre: sci-fi

Sabtu 2018, 10.30 malam

Kamar Faran

Mereka telah bermain selama berjam jam. Tidak ada yang mengawasi dua pasang kakak beradik itu di rumah Faran dan Wina, sebab orang tua mereka kerap memiliki pekerjaan yang membuat mereka pergi ke luar kota ataupun negeri. Tara dan Sena sudah datang ke rumah Faran dan Wina sejak siang, sepulang sekolah mereka.

Saat ini, giliran Faran dan Sena lah yang bermain. Tidak diragukan lagi, jika kedua lelaki itu bermain game akan rusuh jadinya nanti. Karena itu, Tara dan Wina pergi ke gerai toko di dekat rumah untuk membeli makanan ringan, mengganti yang sudah hampir habis di rumah.

Mereka berempat mulai mendalami permainan video game sejak orang tertua dalam persahabatan mereka –Sena—memasuki jenjang SMA. Yang otomatis menempatkan Faran di tahun terakhir SMP dan, Wina dan Tara di kelas satu smp.

Dua pasang kakak beradik itu sudah berteman sejak mereka lahir. Mereka bertetangga, jadi mudah bagi mereka untuk bertemu dan singgah ke rumah masing-masing.

Sejak Sena masuk ke bangku SMA, dia minta kedua orang tuanya untuk membelikan playstation. Karena prestasi Sena yang tak ter-elakkan, orang tua mereka pun memberikannya dengan senang hati. Sejak saat itu mereka berempat sering mengunjungi rumah Sena dan Tara untuk bermain.

Dan seperti hal nya anak-anak, Faran yang saat itu masih SMP juga tidak mau kalah dan minta orang tuanya membelikan hal yang sama. Hingga akhirnya mereka memutuskan untuk membuat jadwal di hari apa menggunakan permainan siapa.

Saat ini adalah hari sabtu, jadwal mengharuskan mereka untuk menggunakan playstation milik Faran dan Wina, karena itu Tara dan Sena pergi ke rumah mereka hari ini.

"Win, cepet yuk jalannya, udah malem banget nih," Tara menarik tangan Wina agar mempercepat jalannya. Wina tidak berkata apa-apa hanya mengikuti tarikan tangan Tara dengan langkah gontai.

Mereka berdua membuka pagar rumah Wina ketika sudah sampai, dan tentu saja suara jeritan berat lelaki terdengar dari depan rumah.

"Kenapa sih, mereka tak bisa bermain dengan menutup mulut?" Wina memutar bola matanya.

Tara mengangguk walau Wina sedang tidak menatapnya. "Aku curiga, yang tidak normal itu kita atau mereka? Kenapa kita tidak bisa menjerit-jerit seperti mereka ketika bermain?" Tara menatap Wina ketika dia menaikkan bahunya enteng sambil membuka pintu kamar.

Seketika, suara teriakan yang tadinya terdengar sayup-sayup kini semakin jelas. Tara yang tak tahan hanya dapat memutar bola matanya kesal. Masalahnya, tak ada yang dapat mereka lakukan. Sudah beribu kali mereka mencoba mendiamkan kakak laki-laki mereka itu, tapi apa daya, mereka hanyalah adik perempuan yang manis bagi Sena dan Faran.

"Ayolah, Faran, Sena. Ini sudah hampir pukul dua belas malam! Orang orang yang mendengar akan curiga. Atau lebih buruknya, ayah akan mendengar jeritan kalian dan hal yang sama akan terjadi lagi." Ya, saat itu ayah Tara baru saja pulang dan tak sengaja melewati rumah Faran, dan dia mendengar suara teriakan kedua lelaki ribut itu dan berakhir mereka tak dapat mengunjungi rumah satu sama lain selama satu bulan.

Wina meletakkan kantung plastic yang dipegangnya ke lantai lalu melempar tubuh ke kasur. "Ayolah, kalian sudah bermain tiga putaran, itu tidak adil."

Mata Faran tak lepas dari layar. "Iya, iya, sebentar lagi kami akan melawan bos besar."

Tara dan Wina bertatapan dan memutar bola mata bersamaan. Sebab, mereka tahu bahwa hal itu mustahil terjadi. Mereka tak akan menyerahkan stick hingga mereka menang, dan itu akan membutuhkan minimal lima kali permainan mereka.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 20, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PEREGRINATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang