Hijikata Toushirou tidak sebegitu yakin untuk mengingat.
Bagaimana bisa akhirnya dia menjadi dekat dengan seseorang aneh. Melekat –merasa bergantung pada pria malas menyebalkan dengan rambut keriting alami sialan.
Tapi sejauh Hijikata bisa mengingat. (Meskipun benar-benar enggan mengakui)
Ketika masa tersulitnya.
Gintoki ada untuknya.
Memberikan kenyamanan dan rasa aman untuknya.
Salah satu orang yang dibiarkan bisa melihat air matanya.
Gintoki Sakata.
Satu-satunya orang yang paling menyebalkan di Edo. Seorang pemalas, curang , licik. Memiliki rambut perak keriting sialan. Iris mata merah seperti iblis (?), sering hanya menatap seperti mata ikan mati. Selalu berhasil membuat Hijikata kesal setengah mati.
Seorang samurai handal dan setia melindungi temannya.
Pahlawan ku.
.
Hijikata berusia 5 tahun adalah anak manis dan periang. Seorang anak yang memiliki senyum manis di bibir mungilnya dan mata biru yang memiliki kilau indah –murni tak berdosa.
Tapi itu tidak lama.
Kilau indah itu semakin meredup. Kehilangan kilaunya.
Dia hidup di dunia yang keras. Semua orang tahu kilau murni itu tidak mungkin bertahan lama.
Dan seperti hilangnya setitik cahaya yang menghangatkan jiwanya. Mata birunya tidak lagi berkilau indah, bahkan terkadang terlihat menakutkan.. seperti mata biru redup, dingin, kosong tanpa jiwa. Pada usia semuda itu.
Ya, kebahagiaannya terletak pada satu fana. Tidak abadi, serapuh kelopak bunga cantik. Dia yang disebut sebagai cahayanya telah menghilang. Satu yang menjadi sumber kasih sayang, kebaikan tulus dan menjadi kebahagiaan terbesar di dalam dunianya telah hilang.
Dia, satu-satunya figur keluarga yang dimilikinya.
Ibunya tersayang.
Meninggalkan ia sendirian untuk selamanya.
Menyakitkan, sangat menyakitkan sampai membuat anak kecil ini seketika membisu. Bibir bergetar bahkan tidak mampu membentuk kata meskipun sederhana. Air mata tak terkendali membasahi wajahnya. Menangis dalam diam. Sakit. Jantungnya terasa diremas tangan tak terlihat, membuat napasnya tercekat, lidahnya kelu, tubuhnya seperti mematung beku.
Ketika akhirnya, bibirnya yang bergetar bisa digerakkan –meskipun tanpa suara mengucap 'Ibu..'. Dan tubuhnya tidak lagi membeku. Dia mendekati tubuh di atas Futon. Kakinya bergetar dalam setiap langkah, seakan dia bisa bisa jatuh setiap saat.
Dia berlutut di samping ibunya. Tangan kecilnya meraih tangan lemas dan menyentuh wajah cantik yang diwarnai merah pekat. Itu terasa menjadi berkali-kali lipat mengerikan. Menyadari dia terlalu terlambat. Dia telah kehilangan detik-detik berharga dengan ibunya.
Menyadari telah melewatkan kesempatan terakhir bersama ibunya.
Seharusnya saat itu dia bisa meraih tangan ibunya. Seharusnya mengucapakan kata –apapun kata untuk terakhir kali didengar.
Hijikata akan memberikan apapun, hanya demi melihat kilau hangat di mata cantik ibunya lagi atau detik terakhir bersama ibunya yang sudah sia-sia ia lepaskan. Tapi, tidak mungkin.
Hanya ada rasa penyesalan dan kehilangan besar yang tersisa.
Di ruang kecil yang hanya diterangi cahaya lilin orange. Anak kecil ini hanya bisa terisak kecil sambil putus asa memegang tangan ibunya yang perlahan mulai terasa dingin. Sepanjang malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Watashi no Hiro (GinHiji)
FanfictionBagaimana bisa akhirnya ia menjadi dekat dengan si pemalas dan aneh luar binasa. Mengikatnya erat bahkan tanpa perlu menamai hubungan mereka. Tidak sebegitu yakin mengingatnya. Ah.... atau kah ia selalu? Hanya Hijikata yang mengetahuinya. . . . Gi...