Rara berdiri didepan gerbang rumahnya, ujung sepatunya tak henti mengetuk-ngetuk tanah yang sedang ia tapaki.
"Aduh.. kak Evan lama banget sih?!" gerutu Rara seraya melihat jam merah yang melingkar di pergelangan tangannya.
"Kak Evaaaann....cepet telat nihhh" teriak Rara tak sabar, kemudian terdengar suara geberan motor dari arah dalam, tak lama munculah sosok yang sudah lama ditunggu oleh Rara.
''Pake sepatu apa beli gudeg di London" sindir Rara asal kepada kakaknya.
"Emang di London ada gudeg? Haha sorry. Lagian aneh banget ini kan baru jam enem,dek" jawab Evan seraya menyerahkan helm kepada adiknya.
Rara tak menjawab, ia segera menaiki boncengan motor milik Evan.
*******
Motor milik Evan berhenti ketika tepat di depan gerbang sekolah adiknya, buru-buru Rara turun dari motor Evan.
"Nih.. berangkat dulu kak, bye..." kata Rara dengan cepat seraya menyerahkan helm dan meninggalkan Evan yang masih melongo melihat tingkah adiknya.
"ckckck... tu anak mau ngapain sih?" heran Evan , segera ia mengeber kembali motornya menuju ke universitasnya.
***********
"Heh sory gue telat" kata Rara dengan nafas yang masih naik turun.
"aduh, santai aja kali. Kita juga baru dateng" kata Vinda melihat kondisi Rara yang seperti abis dikejar bapak dari saudaranya temennya setan.
Rara segera duduk di bangkunya.
"Jadi gimana? Lo udah buat suratnya?"
Segera Rara mengambil amplop merah dengan gambar hati dari dalam tasnya.
"Jadi sekarang?" tanya Zea memastikan.
"Aduh gue gak yakin deh, secara kita masih baru sekolah disini, masih seminggu disini. Masa iya, udah deketin kakak kelas aja. Pake acara ginian lagi. Apa gak usah kali ya " kata Rara mulai ragu. Nadanya seperti memohon.
"Aduh Rara , gak lucu kan nyerah sebelum bertanding. We can do it. Ayo mumpung masih sepi " kata Zea antusias, segera ia menarik tangan Rara di ikuti Vinda di belakangnya.
Kini ketiganya itu sampai didepan sebuah kelas. Terdapat papan kecil diatasnya, bertuliskan XI IPA 3.
"Lo sama Vinda masuk, biar gue jaga diluar kalau ada orang, Ok?"
"Ok" jawab Vinda dan Rara barengan segera mereka memasuki kelas yang masih kosong itu, dan menuju kesebuah bangku.
"Nah, ini bangkunya kak Yudha, lo taruh suratnya di laci mejanya aja"
Rara mengangguk, segera ia menaruh surat yang ia pegang ke dalam laci bangku milik Yudha.
"Yuk cepet keluar Ze, sebelum gue malu-maluin diri gue sendiri"
Kemudian mereka berdua buru-buru keluar.
***********
"priittttttttttttt......" Peluit panjang telah dibunyikan oleh seorang pria paruh baya.
"Ya, latian hari ini selesai" katanya dengan senyum mengebang, puas akan progres yang ditunjukkan murid-muridnya.
Sontak para siswa laki-laki yang sedari tadi berlatih berkutat dengan bola keluar dari lapangan.
Sedang tak jauh dari lapangan ada 3 gadis yang sedang memperhatikan satu dari banyak siswa lelaki yang keluar dari lapangan.
"Nah, rencana kedua. Lu liat kak Yudha kan? Dia pasti capek banget. kasih dia minuman yang kita beli tadi" kata Vinda.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Would
Teen Fiction"Seharusnya ketika dia ngasih tangannya untuk gue pegang. Gue hanya harus pegang, bukan gue genggam. Lihat! Sekarang gue jatuh dengan keras ketika genggaman itu kini terlepas."