14:12

79 3 0
                                    


Kalandra kembali menyesap kopinya dan menghembuskan nafas berat. Hatinya perih mengingat kejadian dimana dia pertama kali bertemu dengan Eli tanpa sengaja tanpa tahu bahwa akhir ceritanya akan semenyedihkan ini.

Kalau saja Kalandra tahu semuanya akan seperti ini, seharusnya dia tidak memberikan seluruh hatinya kepada Eli.

Kembali ingatan Kalandra mengingat tentang Eli, kali ini adalah dimana dia tahu dan mengakhiri kisah cintanya ini.

***

15 Desember 2013.

Kalandra duduk disebuah kedai kopi dimana dia dan Eli sering menghabiskan waktu mereka. Entah untuk hanya sekedar mengobrol, atau masing-masing sibuk dengan tugasnya masing-masing.

Kalandra menggenggam kotak kecil berwarna merah dan 2 lembar tiket pesawat itu dengan gusar. Sampai akhirnya lamunannya terpecahkan oleh kehadiran perempuan didepannya itu.

"maaf ya aku lama, ndra."

"nggak papa kok, keliatan tuh di alis kamu kenapa kamu lama."

Perempuan didepan Kalandra tertawa mendengar jawaban laki-laki itu, terpaksa.

"aku mau ngomong, ndra."

"aku juga mau ngomong, El. Tapi kamu duluan aja deh."

Eli menarik nafas panjang dan berat. Dia menarik sebuah undangan berwarna krem itu dan meletakannya dimeja dengan segala kesedihan.

"apa ini, el? Temen kamu nikahan ya? Asik dong makan gratis" Kalandra menjawab masih dengan bercanda tanpa tahu siapa yang sebenarnya akan menikah.

"buka sendiri aja ndra."

Ketika Kalandra membukanya dan membaca apa yang ada di dalamnya, rasanya seperti mati. Diakhir undangan itu tertulis

Yang berbahagia, Eliana dan Bagaskara.

"ini apa el?"

"bawa aku pergi sekarang ndra. Bawa aku pergi sama kamu ke singapura dan jangan ajak aku pulang." Eli menjawab dengan bergetar menahan tangisnya yang akan segera tumpah.

"aku akan dinikahin sama anak temen papa, Bagaskara namanya. Perjodohan ini ada tanpa sepengetahuan aku, Ndra. Dan aku nggak bisa nolak...." Akhirnya tumpah juga tangis Eli. Ia terisak dan menjadi perhatian pengunjung kedai kopi itu.

"Kalandra, aku mohon tolong dateng kerumah aku dan bilang sama mama dan papa batalkan semuanya. Datang ke acaranya tanggal 20 di Gedung auditorium dan bawa aku kabur, ndra. Kemanapun."

Kalandra yang sejak tadi diajak bicara diam saja. Dia tidak menangis, pun juga merasakan apapun. Tubuhnya kaku.

Satu hal yang Kalandra baru pelajari hari ini adalah, manusia tidak hanya mati sekali, tapi bisa saja mati karena separuh hatinya telah di ambil dan di cabik-cabik hingga berlubang dan

berdarah-darah.

Pulang?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang