14:32

82 3 6
                                    


Kalandra melihat jam ditangannya,

Pukul 14.32.

Sebentar lagi perempuan itu akan muncul didepannya. Dan kalandra mencoba untuk menenangkan pikirannya dan berusaha untuk menguatkan hatinya.

Jangan bicara yang tidak seharusnya kamu katakan dia sudah dimiliki oleh orang lain.

Kalimat itulah yang diulang-ulang Kalandra di dalam hatinya terus menerus hingga sebuah suara familiar menyapa dirinya

"Hai, maaf lama. Biasa, macet, jalanan di kota ini tidak sesepi dulu." Ungkap Eli dengan ramah dan nampak seperti tidak ada apa-apa diantara dirinya dan Kalandra.

Dia nampak bahagia dengan hidupnya. Pikir Kalandra.

Sebenarnya, banyak yang ingin Kalandra tanyakan, apakah suamimu tahu kamu suka martabak manis kacang? Apakah suamimu tahu kalau kamu benci dingin? Apakah suamimu tahu bahwa disini ada orang yang masih mengharapkan istrinya? Apakah kamu bahagia, Eli? Tapi urung ditanyakan.

"Pesawat saya berangkat 45 menit lagi. Jadi langsung kepada intinya saja." Hanya itulah yang keluar dari bibir Kalandra, bukan segudang pertanyaan yang ada dikepalanya.

"Ndra, maaf. Aku harusnya bisa nolak pernikahan ini."

Tidak, Eli. Akulah yang salah. Rutuk kalandra dalam hatinya.

"itu semua sudah jadi masa lalu tidak ada yang perlu disesali, Eli."

"a-aku pingin kita balik lagi kayak dulu, Ndra."

Kalandra tertawa getir mendengar kalimat itu.

"dulu yang mana yang kamu maksud? Kalandra yang dulu sudah tidak ada. Juga hatinya yang lama."

"apa a-aku masih ada di hati kamu yang baru, Ndra?"

"aku masih cinta kamu, Kalandra. Masih sama seperti dulu. Aku masih ngarep kamu balik." Eli akhirnya terisak membuat orang-orang sekelilingnya memandangi.

"bagaimana dengan suamimu?"

"aku bisa ninggalin dia sekarang juga!" seru Eli mantap.

Kalandra tertawa getir, lagi.

"Kamu bilang kamu cinta saya, tapi kamu tidak berbuat apapun untuk memperjuangkan cinta kamu."

"itu artinya cintamu tidak pantas diperjuangkan. Sama halnya juga ketika saya tidak datang ke acara pernikahan kamu,"

"itu karena saya merasa cinta saya tidak sebesar cinta orangtuamu yang ingin lihat kamu bahagia, tidak sebesar cinta suami kamu, juga cinta mertua kamu,"

"jadi saya tidak memperjuangkan cinta saya. Karena ada cinta lain yang jauh lebih besar dan penting dari cinta saya."

"Kamu harus belajar untuk melupakan dan merelakan, Eli."

"karena satu hal yang kamu harus tahu bahwa ketika cinta tidak bisa diperjuangkan, maka satu satunya jalan adalah dengan merelakan cintamu pergi."

"dan kamu juga harus belajar merelakan saya pergi, Eli."

Eli terisak semakin kencang mendengan kata-kata Kalandra.

"pesawat saya akan berangkat 15 menit lagi. Jadi saya harus pergi, maafkan saya Eli."

"Saya titip salam untuk suami kamu ya,"

"dan berusahalah untuk mencintainya,"

Bersama dengan perginya Kalandra, isakan Eli semakin kencang.

Satu yang Eli tidak tahu, Kalandra juga menangis setelah dia pergi meninggalkan Eli. Namun tangisan Kalandra bukan karena kesedihan dan kesesakkan di dada, tapi karena sudah hilangnya beban hatinya...


Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, maka aku juga pasti mungkin untuk melupakan dan merelakan Eli. Begitu juga untuk Eli, dia pasti bisa untuk mencintai suaminya. Pikir Kalandra.

Pulang?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang