Bab 1 - Aku bukanlah satu-satunya.

63.4K 4.1K 167
                                    

cerita yang satu ini saya buat.. karena Rahasia Mikaila udah mau tamat.... jadi saya start postingin bab pertama... semoga kalian suka... jangan lypa voment yeyy.. heheheh tq gamsahamnida...

Perempuan itu menurunkan kacamata hitamnya sebentar untuk melirik objek yang mereka intai sejak tadi pagi. Ia memicingkan matanya untuk memastikan bahwa pria yang baru saja masuk ke rumah bercat hijau itu memang benar adalah pacarnya.

"Brengsek cap kadal nggak tahu diuntung." Suara tercekik itu tidak mirip dengan suara yang biasa keluar dari mulutnya. Tapi itu memang suaranya.

"Nggak heran sih." ucap satu suara di sebelahnya. Emi melirik sekilas kepada sahabatnya. Harga dirinya yang tinggi membuatnya menolak untuk menangis histeris. Sebaliknya dia justru ingin mencekik leher Hopi karena temannya itu bersikap sangat santai.

"Mestinya lo udah curiga, mereka kelihatan dekat banget." tambahnya.

Emi menurunkan kembali kacamata hitam yang bertengger manis di hidungnya yang mancung. Saat-saat seperti ini kacamata hitam memang penting untuk menutupi matanya yang berkaca-kaca. Tapi tetap saja, dia menolak untuk menangis.

"Jesper itu selingkuh, di depan mata lo."

Emi menutup mata di balik kacamata hitamnya. Ya, dia tahu kalau dirinya memang tolol. Jesper memang selingkuh di depan matanya. Dia bukannya tidak sadar, tapi pria itu selalu berhasil meyakinkannya kalau hubungannya dengan penyanyi pendatang baru itu hanya hubungan bisnis semata. Nggak lebih.

"Lo lihat aja interaksi mereka di panggung, pecicilan kayak abege jatuh cinta."

Dia tahu benar bagian mana yang dimaksud Hopi. Interaksi yang disaksikan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia karena disiarkan secara langsung di salah satu stasiun televisi nasional.

"Tapi Jesper bilang itu memang setting-an, biar rating acaranya bagus." Dan bodohnya ia masih membela Jesper, pria yang menjadi pacarnya selama dua tahun ini.

Mereka terdiam di dalam mobil. Emi tahu, Hopi lebih memilih diam daripada membalas dan terus menyalakan dirinya. Lama-lama bisa berantam kalau dilanjutin. Buang-buang waktu dan tenaga kalau hanya untuk memperdebatkan seorang cowok yang memang pantas untuk dibuang ke laut.

Saat itu sudah sore, langit di ufuk barat sudah berwarna jingga kemerahan. Jam digital di dasbor mobil menunjukkan pukul enam kurang sepuluh menit.

"Lihat."

Emi tidak perlu perintah untuk melihat kejadian itu. Jesper merangkul pinggang wanita itu saat keluar dari rumah. Mereka tertawa dan tersenyum satu sama lain. Entah apa yang sedang mereka bicarakan hingga bereaksi sebahagia itu.

"Mereka pasti lagi ngomongin gue kan?" Emi mencengkram setir mobil dengan kencang. Suaranya tadi terdengar mengerikan. Hingga akhirnya ia gagal mempertahankan kendali diri ketika melihat Jesper melumat bibir perempuan itu.

Emi menyentak pintu mobilnya dengan kasar. Dia berjalan dengan langka-langka besar. Tumit high heels-nya yang runcing terdengar seperti akan membela Bumi. Bibir merahnya yang dilapisi lipstik seharga beberatus ribu tersungging sinis.

"Oh, jadi begini?!" tanyanya dengan suara keras. Emi membuka kacamata hitamnya dan menyelipkan benda itu di atas kepalanya dengan dramatis ketika pasangan di depannya saling melepaskan diri karena terkejut.

"Sayang..." Wajah Jesper memucat. Pria yang masih belum pulih dari keterkejutannya itu mencoba mendekatinya.

Untung bagi Emi karena wanita bertubuh pendek dan sok cantik itu menarik Jesper. Jadi, dia tidak perlu mengotori tangannya untuk sekedar menghentak tangan yang berusaha meraihnya.

Langit GeminiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang