Guys,
Dukung aku di Karya Karsa ya...Promo all in seluruh karya Sienna Bachir di Karya Karsa seharga Rp 99.900,- untuk akses selamanya.
User id @SiennaBachir
I love youuGuys, kalau suka Vomentya...
Kalau ada media ditengah cerita, buka saja, terus lanjut baca... biar feelnya lebih dapat... wkakaka...
Selamat membaca...
Malam sebelumnya, Emi berkemas-kemas dibantu oleh Hopi. Mereka berbincang-bincang mengenai masa depan Emi setelah kembali ke kampung halaman. Apa yang akan dia lakukan setelah ini? Bekerja? Pekerjaan seperti apa? Alasan apa yang sebenarnya membuat Emi pulang dan obrolan yang tidak ada hubungan satu sama lain.
Obrolan ngarol-ngidul itu akhirnya harus berakhir pukul dua lewat, tengah malam. Hopi tertidur di kamarnya karena kelelahan sementara Emi melanjutkan berkemas beberapa barang lagi. Acara berkemas itu lebih banyak diisi dengan bercakap-cakap dari pada inti acara itu sendiri, Emi menyadari baru dua koper yang berhasil mereka kemas. Sementara setelah memutuskan panggilan Inus siang kemarin, dia pergi tidur bukannya berkemas-kemas seperti yang dia katakan.
Pagi itu Hopi memutuskan untuk mengantar Emi ke bandara. Pesawatnya take-off pukul sepuluh lewat lima puluh menit. Jadi mereka sudah tiba di bandara pukul sembilanan. Mereka menyempatkan diri sarapan bersama sambil membicarakan barang-barang yang tidak dibawa oleh Emi yang kemungkinan besar akan dijual. Emi sendiri memutuskan hanya akan membawa pulang dua koper besar barang yang menurutnya paling dia butuhkan. Sementara beberapa yang lainnya akan diurus Hopi untuk dikirim, barang-barang yang kebanyakan adalah pakaian, sepatu dan tas yang jumlahnya lumayan banyak.
"Ya udah, hati-hati ya." Hopi membetulkan masker yang dipakai Emi sejak meninggalkan apartermen mereka. "Mestinya lo lapor polisi." tambahnya sambil berdecak kesal.
"Untung di dia, rugi di gue. Ya udahlah, tahun baru balik ya, Inus belum bisa move on tuh." ucap Emi sengaja menggoda Hopi yang seketika menjadi kaku.
Emi memeluk temannya itu dan mengecup pipinya. "Gue becanda, jaga diri lo." Emi menepuk pundak Hopi seperti seorang ibu yang menepuk pundak anaknya lalu berkata semua akan baik-baik saja.
Hopi mengangguk pelan dan mengantar Emi sampai di pintu masuk untuk check-in. Tidak ada tangis haru yang menyertai perpisahan itu. Memang, dia dan Hopi sudah berteman lama. Mereka baru benar-benar menjadi dekat beberapa tahun terakhir ini. Lebih tepatnya sejak kuliah, karena harus berbagi apartermen bersama. Bagi Emi, Hopi bukan hanya sekedar teman atau sahabat, tapi saudara perempuan yang tidak pernah dia miliki. Makanya dia sempat kesal Inus memutuskan hubungan dengan Hopi.
Pesawat yang ditumpanginya take-off tepat waktu. Sementara sebagian penumpang lain memutuskan untuk tidur dalam penerbangan satu jam tiga puluh menit ini, Emi justru menghabiskan waktunya memikirkan tentang masalalunya. Bagaimana bodohnya dia percaya dengan Jester. Untung saja dia tidak benar-benar menyerahkan diri pada pesona pria itu. Emi mendengus, pesona yang bukan lagi pesona. Rasa yang tersisa kini untuk Jesper hanyalah perasaan jijik. Lebih baik lagi jika perasaan jijik ini menghilang, karena cowok seperti itu bahkan tidak layak mendapatkan rasa jijik dari dirinya.
Meskipun dia tidak mencintai Jesper, tetap saja dia seorang wanita. Dia memiliki perasaan seorang wanita yang mampu menyayangi. Jadi, jika dibilang dia tidak sakit hati, dia tentunya berbohong. Tapi jika dibilang sakit hati banget, juga nggak. Perasaan yang pernah dimilikinya untuk Jesper tidak sedalam itu. Jadi sebenarnya, ini adalah masalah harga diri. Setiap kali memikirkan hal itu, insting untuk membunuh Jesper berkembang dengan cepat dalam dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Gemini
Ficción GeneralSetelah putus dengan Jesper, cowok yang selama dua tahun ini menjadi pacarnya, Gemini memilih -jika tidak mau disebut terpaksa- pulang ke Batam. Karena satu dan lain hal dia terpaksa bekerja sebagai kasir di sebuah kafe, padahal keluarganya lebih da...