Living Prisons, Deadly Heavens

6 0 0
                                    

Aku mendesah lelah. Memang ini tidak seberapa, namun tetap saja dimana-mana seluruh pintu besi itu akan terasa berat.

"Kuroshiki, aku masuk..." Aku tanpa aba-aba lagi langsung membuka pintu ini dengan sedikit kasar. Dan yang kulihat adalah...

"Uwah! Hazael, dasar kau orang mesum!" Mungkin Kak Sherly telah mengajarinya atau apa, tapi sebuah benda yang tidak sempat kudefinisi langsung mengarah tepat ke arah wajahku. Kali ini, aku berhasil menghindar darinya.

Memang ada yang salah? Aku hanya masuk kekamarnya ketika dia baru saja selesai mandi. Sekali lagi, memang ada yang salah?

"Tentu saja, Luthfi... hormonmu kurasa telah mengalami kelainan." Sial, apakah perkataan Seymour barusan yang baru saja terngiang-ngiang di kepalaku ini tengah menyindirku?

"Mesum tidak ada di dalam kamus pribadiku, Kuroshiki. Yang ada hanyalah kata-kata 'aku diwajibkan untuk memasuki kamarku dalam keadaan apapun'." Aku berkata dengan datar dan dingin sembari meraba-raba topengku sendiri –takut-takut ada bagian yang kendor atau lebih parahnya ada yang retak dan patah. Oh, tidak ada rupanya.

Sesuai dugaanku, Karin hanya tertawa renyah, "Ha-ha, untuk ukuran orang bertopeng, kau cukup handal untuk mencari-cari alasan."

"Apa itu pujian untukku, onna?"

"Pikir saja sendiri. Kau menyebalkan!" Dia berkata dengan sinis lalu mulai mengambil sesuatu dari gantungan baju yang terletak dekat dengan meja rias yang sengaja kubelikan untuknya. Oh, kulihat dia mengambil handuk untuk mengeringi rambutnya. Kutajamkan pandanganku kearahnya, mencoba mencari spot yang kuyakini akan menjadi luntur dari rambut indigo-nya itu. Yah, siapa tahu rambut brunette khas Karin yang dulu itu akan kembali.

"Perwarna rambut yang diberikan Katherine-senpai cukup berbeda. Rambut indigo ini tidak akan pernah luntur. Yah, kecuali jika aku menggunduli rambutku tak bersisa dan menunggunya tumbuh kembali," Karin berkata dengan asal seolah dia mampu membaca pikiranku, "Lalu, mau kau apa denganku sekarang?"

"Seperti biasa. Aku membawakanmu makan siang." Aku berkata sembari mendorong trolley makan siang ini hingga tepat berada di depannya. "Oh, kurasa ada yang kurang..." Entah setan apa yang merasukiku, namun aku segera mengeluarkan korek api yang mulai menyalakan lilin merah yang entah sejak kapan sudah berada di sana.

"Cepat makan. Waktumu hanya tujuh menit." Aku berkata dengan datar, tanpa ada niatan sedikitpun untuk memaksanya. Yah, aku hanya menyebutkan waktu tujuh menit itu dengan asal.

"Tidak... aku tidak mau makan makanan ini."

Mata merahku membulat. Baru pertama kalinya perempuan ini menolak makanan seperti ini. Apa ada yang salah? Aku selalu mengganti menu makanannya hampir setiap hari, tidak mungkin perempuan ini kehilangan selera makanannya hanya karena itu. Lalu apa? "Kuroshiki, apa yang kau katakan?"

"Aku bilang... aku tidak mau makan."

"Kau tidak ingin makan karena ini bukanlah masakanku? Atau kau ingin aku menyuapimu lagi?" Aku berusaha membaca pikirannya, namun nyatanya dia menggeleng lemas.

"Lalu mengapa?"

"Kutarik perkataanku dulu... kau rupanya dari dulu sangat dingin padaku, Hazael."

Hanya karena itu? "Itu memang benar, dan sangat tidak masuk akal. Oh, kurasa aku tahu apa yang mengganjal di pikiranmu. Kau berharap akan ada temanmu yang akan datang kemari 'kan?"

Sesuai dugaanku. Karin tetaplah Karin yang dulu. Dia membutuhkan orang yang memang benar-benar telah mengenalnya sejak awal, bukan orang baru seperti kami. Itulah mengapa dia menganggukan kepalanya dengan yakin. "Hai."

Lustful & SacrificeWhere stories live. Discover now