Menyesal

62 7 3
                                    

"Jadi pria itu pacar kamu an ? kenapa kamu nggak cerita, hampir seminggu aku disini Diana aku fikir kamu.." ada hembusan panjang, terlihat Hendi seperti menahan marah. Wajahnya memerah tangannya mengepal. Aku tidak sanggup lagi menatapmya.

"Maafin aku hen, aku mau cerita tapi aku fikir nanti" ujarku sambil menunduk, sungguh aku merasa bersalah tapi aku bingung harus mengatakan apa.

"Nanti kapan ana ? aku sudah 5 hari disini dan hamper setiap waktu kita bersama, kita melakukan hal-hal yang sering kita lakukan seperti di Jakarta. Tapi aku ga tau an kalu ternyata kamu..." lagi-lagi ada hembusan panjang, Hendi mengatur nafasnya menahan amarah, dan aku sudah tidak tau harus berbuat apa.


"aku rindu kamu Diana" nada suara Hendi pelan tapi sangat terdengar membuatku merasa sangat bersalah.

"Aku juga rindu kamu" shiiitt kenapa aku ngomong kayak gini! aku menggigit bibir, memejamkan mata mengatur nafas agar kuat, jangan sampai aku menangis disini. Aku tidak mau menangis dan terlihat bersalah.

"Lalu kenapa kamu nggak bilang kalau kamu ternyata sudah punya pacar ? aku jauh – jauh ke Yogya hanya untuk menemuin kamu. Ninggalin semua deadline" kini Hendi menggenggam tanganku kencang, kekesalannya sungguh sudah tidak bisa disembunyikan lagi.

Hhh, bodo amat! Emangnya aku yang nyuru kamu kesini, enggakkan. Aku memang kecewa dengan Hendi tapi aku juga nggak tega melihat dia frustasi begini. Tapi selama ini dia kemana, biar aja dia sedikit ngerasain apa yang aku rasa. Batin ku kesal.

"Jadi selama ini kamu kemana Hendy?" aku beranikan diri menatapnya. Mmp, apa itu ada tetesan air dipipinya, Hendy menangis, Hendi menangis untuk aku?

"Aku nyariin kamu ! kamu tau rasanya diabaikan?" aku benar-benar bingung, baru kali ini aku melihat Hendi menangis tapi aku juga benci dengan kata – kata hendi yang seolah semua salahku.

"Kamu tau alasan aku pindah keyogya? Sebenarnya bukan hanya karna aku ingin melanjutkan kuliah disini, tp karna aku juga ingin menghindar dari kamu" kataku pelan.

"Menghindar, kenpa ana ?" tanyanya dengan penuh keheranan. Lagi-lagi dia menggenggam tanganku dengan keras. Tatapannya tajam, dahinya berkerut menunggu jawaban.

Kenapa Hendi terus-terusan bertanya sih, emangnya kenapa kalau aku punya pacar, bukannya selama ini dia enggak peduli. Bukannya yang selama ini ada di otaknya Cuma Zahra Zahra Zahra! Kepalaku pusing rasanya ingin berteriak.

"Kamu seharusnya nggak perlu bertanya, semua jelas Hendy. Kamu seharusnya lebih peka" aku menundukan wajah, air mata yang sudah tidak bisa tertahan mengalir dari sela - sela ujung mataku. Ohh, aku benci, aku benci harus berbicara seperti ini. Tapi sungguh aku sudah tidak kuat, detak jantungku sudah tak berarah aku mengatur nafas.


"Kamu seharusnya, nggak terus – terusan mengingkari rasa yang memang jelas ada. Aku jenuh Hen, jenuh menunggu kamu dan aku bosan mendengar kamu berceita tentang zahra, selalu tentang zahra" Aku masih menunduk, sebisanya aku menahan tangis yang ingin sekali pecah.

Eh wait, tadi aku ngomong apa? Ngapain aku ngomong kayak gitu, kalau Hendi ke geeran gimana. Haduuuh, kepala, mulut dan hati ku lagi enggak bisa diajak kerja sama. Udah terlanjur basah lah yah, biar sekalian Hendi tau dan aku juga tau reaksinya.

Tangan Hendi yang sedari tadi mengenggam tanganku kini berpindah memengang kedua pipiku, air mataku diusapnya pelan dengan jarinya. Tidak lama kemudian dia memelukku, aku sudah tidak bisa bertahan, tangisanku pecah dipelukannya.

 Tidak lama kemudian dia memelukku, aku sudah tidak bisa bertahan, tangisanku pecah dipelukannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gambarnya anime aja yah, hahaaa.... ditunggu vote nya :)

Missing RainbowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang