Bag 4 (End)

64 1 0
                                    

Aku menatap seseorang dihadapanku. Dia tampan, tentu dia seorang laki-laki.

Masih merasa tak percaya dengan semua hal yg telah terjadi. Kev. Sahabatku. Suamiku saat ini.

"Lelah?" Tanyanya karena melihatku yg terus menatapnya.

"Ah, enggak kok. Cuma masih..."

:Gak percaya? Hahaha." Dia mengusap halus puncak kepalaku. Lalu mencium keningku.

Hey, ini tempat umum. Ini ditempat resepsi pernikahan. Dan dilihat oleh banyak orang. Dan wajahku memanas, karena malu.

Sulit memang mempercayai kenyataan ini, kenyataan yg membahagiakan ini.

Dia yg sejak dulu hanya berstatus sahabatku, yg selalu ada untukku, yg tak pernah bosan mendengarkan ceritaku, bahkan kisah cintaku. Dan ia selalu mendukungku.

Selalu tertawa dihadapanku, membuatku tertawa saat aku sedih, menghilangkannya dari hati. Ia pula yg menenangkanku ketika aku gundah. Meski semua ia lakukan lewat jarak yg, yahh...

Ah, saat malam lamaran itu? Satu lagi isinya itu..

*****

"Kartu ATM????" pekikku.

"Itu tabungan yg aku kumpulin diem-diem selama ini." Jelasnya.

"Jadi kamu bilang hilang padahal kamu berikan ke Karin?" Kali ini suara Papa Kev. Aku meringis, merasa tak enak hati.

Dan Kev pun sama, ia hanya cengar cengir.

Dasar sahabatku itu, ups.

"Pantas kakak tenang-tenang aja pas bilang ATM kakak hilang, malah minta buat yg baru bukan ngurus kehilangannya." Ini Mama Kev.

Kev menggaruk tengkuknya yg kupastikan tidak gatal sama sekali.

"Uang yg ada didalam sana, yg nantinya akan Kev gunakan untuk sisa persiapan pernikahan Kev dan Karin nantinya, Ma, Pa, Om juga Tante."

*****

"Hey, kok melamun. Kalo kamu capek bilang aja, jangan terlalu maksain." Menyadarkanku dari lamunanku, lamunan saat itu.

"Ah engga kok, cuma lagi inget yg dulu-dulu aja." Sahutku cepat.

"Mengenang, hm." Ia tersenyum, menggoda.

"Aku..."

"Sudah kukatakan berulang kali, rumah akan selamanya jadi rumah. Seperti yg kamu tahu, kemanapun kamu pergi, selama apapun kamu pergi, dengan siapa kamu pergi, kamu pasti akan tetap kembali pulang ke rumah. Karena rumah akan menjadi tujuan akhirnya." Ucapnya mengingatkan, lagi.

Rumah.. aku paham sekarang.

"Dan rumah itu adalah kamu."

Ia tersenyum, senyum yg menular karena sedetik kemudian aku ikut tersenyum. Dan sepertinya bukan hanya aku yg tertular, siapapun diruangan ini yg melihat senyumnya pasti akan ikut tersenyum. Lihat saja, betapa bahagianya wajahnya.

Aku? Hey, tentu saja aku bahagia.

"Hey, Kev. Aku penasaran. Aku pernah menerima sebuah pesan teks, kamukah?"

"Hm, perlukah kujawab disaat kamu sudah tahu apa jawabannya?." Lagi-lagi ia tersenyum.

'Love you, sahabatku.'

*****

Selesai hahahahaha 😂😂 Maaf kalo gak dapet feelnya.

saran dan kritik dibutuhkan disini.

Dia, sahabatku..Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang