part 1

129 1 0
                                    

Gelap.. Aku benci gelap. Seseorang tolong aku.

                Sesosok gadis duduk di pojok ruangan sambil memeluk kakinya. Mata biru toscanya mirip air laut yang jernih itu yang menyala dalam gelap itu menatap lurus ke depan, tatapan kosong. Keadaan seisi ruangan itu gelap sehingga kedua bola matanya yang cantik lebih terlihat seperti bola mata kucing. Sesekali gadis itu menggumamkan bahasa yang tidak dimengerti.

                Gadis itu sama sekali tidak bergeming ketika pintu dibuka dan cahaya dari luar menyeruak masuk dan mengenai matanya. Berikutnya lampu ruangan dinyalakan dan gadis itu sekali lagi masih menatap lurus, tak terganggu dengan kedatangan beberapa orang di depan ruangan yang mengurungnya. Ruangan itu diisi dengan tempat tidur yang diletakkan menempel ke dinding sisi ruangan, juga sebuah meja dan sofa di dekatnya. Lebih kelihatan seperti penjara karena dikelilingi jeruji besi yang tebal.

                Seorang wanita berusia dua puluh tahunan dengan setelan terusan selutut perpaduan warna hitam dan biru muda masuk ke dalam penjara yang mengurung gadis itu. Wanita itu memakai pengenal nama yang menggantung di lehernya. Alicia. Rambut coklat susunya yang panjang sebahu terurai ketika dia berlutut, menyamakan tingginya dengan gadis pucat yang ada dihadapannya. Seulas senyum terukir di pipinya ketika gadis pucat itu mengangkat wajahnya, menatap bola mata hijau tua milik Alicia.

                “Pagi, Ivy.” sapa Alicia yang sama sekali tidak dijawab oleh gadis pucat yang dipanggil Ivy itu.

                “Hari ini kita akan latihan lagi, kau siap?” tanya Alicia. Ivy hanya menganggukan kepalanya pelan sebagai jawaban.

                Alicia mengulurkan tangannya pada Ivy tapi gadis berambut hitam panjang sepinggul itu menepisnya dan berdiri sendiri. Ivy berjalan lebih dulu keluar dari ruangan yang mengurungnya, menghampiri beberapa orang lain yang memakai seragam yang nyaris sama dengan Alicia hanya saja dengan perpaduan warna putih dan biru muda. Peneliti itu memeriksa dengan detail penampilan fisik Ivy. Setelah pemeriksaan penampilan fisik kilat Ivy selesai, para peneliti itu pergi keluar dari ruangan, meninggalkan Ivy berdua saja dengan Alicia.

                Alicia membiarkan Ivy berjalan di depannya ketika mereka berdua berjalan keluar dari ruangan dimana ‘kamar’ Ivy berada. Suara derap langkah sepatu milik Alicia kontras yang dengan langkah tanpa suara milik Ivy yang tidak memakai alas kaki ketika mereka berjalan menyusuri koridor berdinding abu-abu dengan karpet warna biru indigo sampai akhirnya Ivy berhenti di pintu ujung koridor. Pintu dihadapannya terbuka otomatis dan ruangan itu berisi sepuluh orang dengan seragam yang sama dengan orang yang memeriksa penampilan gadis yang memakai gaun putih selutut itu.

                “Selamat pagi, Ivy.” sapa seorang pria berambut hitam yang lebih dulu melihat Ivy masuk dan Ivy hanya menoleh menatapnya sebentar dan berjalan pergi.

                “Baiklah semuanya. Hari ini kita akan melakukan latihan simulasi yang sama seperti biasanya.” kata Alicia sambil berjalan cepat ke arah seorang wanita berambut biru indigo yang lebih muda darinya, “bagaimana Molly? Semua sudah selesai kau atur?”

                “Semuanya kubuat seperti permintaanmu, Alicia.” jawab wanita bernama Molly itu sambil mengangguk tanpa melepaskan pandangan dari layar computer transparannya.

                “Bagus. Kita akan segera mulai.” kata Alicia sambil berjalan menghampiri Ivy yang duduk dengan manis di kursi yang kosong.

                “Ketua, aku membuat sedikit perubahan pada misinya.” kata pria berambut hitam yang tadi menyapa Ivy.

                “Tidak apa,” sahut Alicia, “itu akan membuat latihan hari ini sedikit menarik. Lanjutkan kerjamu, Kevin.” tambahnya yang disambut dengan anggukan cepat dari Kevin.

UtopiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang