Nanga Parbat

8.2K 715 35
                                    

▶ Nanga Parbat, Pegunungan Himalaya, Pakistan, 26,660 ft / 8,125 m.

[Nanga Parbat merupakan sebuah gunung di Pakistan. Gunung ini terletak di bagian utara di negara itu. Dalam tingkat kesulitan, medan gunung Nanga Parbat disebut sama beratnya dengan gunung K2. Sulitnya medan pada gunung ini membuat ia mendapat julukan “The Man Eater”.]

.
.
.
.
.
⬇⬇ HAPPY READING ⬇⬇
.
.
.
.
.

Liam memanjat tali yang diulurkan oleh Chris cepat, ia sudah terbiasa. Bahkan dirinya memanjat tali itu tanpa kesusahan sedikit pun. Awalnya ya, sekarang tidak. Begitu sampai di dalam kamar Chris, langsung saja Liam menciun bibir Chris tanpa aba-aba. French kiss. Liam suka french kiss. Meski Chris meminta eskimo kiss, ujung-ujungnya Liam akan kembali dengan french kiss-nya. Dan Chris akan terlena.

Tangan Liam sudah sangat semangat untuk meraba setiap inchi tubuh Chris. Mereka masih saling membalas ciuman satu sama lain. Liam mendorong tubuh Chris jatuh di ranjangnya. Bukan dirinya, tapi milik Chris. Cepat tangan Liam membuka kaos Chris. Menciumi tubuh pemuda yang di bawahnya itu penuh nafsu. Ekspresi Chris yang terbaik bagi Liam. Selalu bisa membangkitkan gairah Liam dengan sangat mudahnya. Tidak ada yang lain sebelumnya, Chris yang pertama. Atau yang lebih sering Liam panggil dengan Tian.

Satu malam lagi Chris habiskan untuk menjadi pemuas Liam. Bahkan ia masih bisa merasakan sesuatu yang mengalir dari bagian bawahnya. Liam selalu bisa memenuhinya dengan sempurna. Chris senang tapi ia juga sedih. Jika dirinya tidak bisa tinggal, bisakah ia pergi saja? Ia ingin, sangat. Chris bersumpah ia sangat ingin pergi dari sisi Liam. Tapi ia tidak bisa.

Rasa cintanya ke Liam seolah-olah mencekiknya. Hatinya bilang untuk terus bersabar, tetap tinggal di sisi Liam. Suatu saat mungkin ia akan sadar dan kembali lagi ke pelukannya. Tapi kapan? Semakin hari Chris semakin lelah. Melihat Liam bisa membuat hatinya menjerit bahagia. Tapi tidak jarang juga membuat hatinya menjerit kesakitan. Dan semua itu sangat melelahkan. Tidak jarang Chris berdo'a agar ia tidak bertemu hari esok.

"I need to go. Ini sudah sangat malam. Aku mau kamu istirahat baik-baik. I'll be back tomorrow. I go," ujar Liam sambil berdiri dari ranjangnya. Bahkan Liam tidak mau repot-repot membuka bajunya di saat ia bersenggama dengan Chris. Satu-satunya yang berubah adalah resleting celananya yang turun. Tidak ada yang lain. Liam mencium kening Chris tulus. Ya, dia tulus.

"Liam!" Belum sempat kaki Liam keluar sepenuhnya dari jendela, Chris memanggilnya. Terlihat jelas keraguan di mata Chris. Ia tidak yakin jika dirinya harus menanyakan ini atau tidak. Liam dengan sabar menunggu. Ia bisa melihat keraguan yang besar di mata Chris. Liam sadar, sudah sangat lama dirinya tidak memandang wajah Chris seintens ini. Wajah yang membuatnya jatuh hati.

"Kenapa, Tian? Apa yang ingin kamu sampaikan?"

"..."

"Aku benar-benar harus pergi. Atau kakek nenek kamu bisa melihatku saat ini. Kita bisa membicarakannya besok. Ok baby?"

"..."

"... See you."

"Am I... a whore?"

Hampir saja Liam melompat turun, sampai pertanyaan yang diajukan oleh Chris membuat matanya terbelalak seketika. Perlahan Liam membalikkan wajahnya untuk melihat keadaan Chris. Dan benar saja, seperti yang telah ia duga. Airmata Chris sudah mengalir dengan derasnya. Liam tidak sadar jika dirinya sudah menyakiti kekasih hatinya itu dengan sangat. Ia tidak sadar, sungguh. Dengan bodohnya ia menatap Chris yang menangis di depannya dengan pandangan bertanya.

Tidak ada inisiatif sama sekali yang muncul di dalam kepala Liam untuk berjalan mendekat dan memeluk Chris, menenangkannya. Semakin hari Chris semakin kurus hanya karena memikirkan Liam. Liam sudah menggerogoti setengah dari nyawanya. Chris ingin Liam kembali. Ia ingin Liam-nya kembali. "What? Kamu bicara apa baby?" tanya Liam yang belum mau juga berjalan mendekat ke arah Chris.

"Am I... really like a... whore... for you?" Rasanya sangat sakit. Di dalam hatinya ia menahan semua perih yang menghujam jantungnya. Bertanya pun rasanya sangat susah untuk Chris. Hampir semua perkataan Chris tertahan di tenggorokannya. Menanyakan hal yang seperti itu ke kekasihnya sendiri, Chris seolah tidak punya harga diri.

"HA HA HAHAHA. No no no. No, baby. Astaga, kenapa kamu bisa berpikir seperti itu?" Liam masih menahan tawanya setelah berbicara. Ia pikir Chris hanya membuat satu joke untuknya. Dan itu memang sangat lucu, bagi Liam. Ia tidak tahu jika Chris bersungguh-sungguh. "Aku benar-benar harus pergi. See you, baby."

"Liam," lirih Chris pelan, sangat pelan. Suaranya melebur bersama dengan suara angin yang membawa Liam pergi. Tidakkah Liam melihat airmatanya? Tidakkah semua cukup jelas jika Chris sakit? Perlukah Chris sakit secara fisik dulu agar Liam melihatnya? Haruskah Chris sakit secara fisik sementara mentalnya sudah sangat tersakiti?

"Kapan... hiks... kapan kamu melihatku Liam? I'm in love with you. Kenapa jadi seperti ini? Hiks... mom... it hurts. It hurts me so badly."

Chris menangkup wajahnya ke dalam telapak tangannya. Kembali lagi, Liam menyakitinya. Entah itu secara tidak sengaja atau dia tidak sadar. Chris menangis kembali. Melanjutkan sesi tangisannya yang sempat tertunda karena datangnya sang pujaan hati. Yang senangnya, juga menjadi alasan kenapa Chris hampir gila seperti sekarang. Ia terus saja menangis sambil menggumamkan nama Liam. Lelah menangis, Chris jatuh tertidur.

.
.

《《《

.
.

"I am a gay."

"What?! You what?"

"Gue gay. Sorry. Tapi kita masih sahabat kan?"

"Nggak! Nggak! Ini salah! Gue ingat bagaimana elo nyiksa Nath dulu karena dia... gay. Dan sekarang lo jadi ikut-ikutan gay? How could you?!"

"Ada insiden kecil. I think... I'm not a homophobe anymore."

"You are not. But we do!"

"Lo tahu, Chris? Kita di dekat lo itu, buat uang. Hidup di sekitar elo, uang kita aman. Kita satu geng, karena kita punya sesuatu sama yang dibenci. Guess what right now? We already hate you."

"Kalian..."

"You are disgusting, Chris. You know it. Stay away from us!"

.
.

》》》

.
.

Sudah terlalu banyak sakit yang Chris rasakan. Dan ia menanggungnya sendirian. Tidak ada yang bisa menenangkan Chris. Kakek neneknya pun akan kembali di sore hari menjelang malam. Mereka orang sibuk. Tidak heran Chris selalu mencari kesibukan lain di luar. Ia akui dirinya nakal. Tapi tidak senakal orang rusak pada umunya. Ia hanya melakukan hal-hal kecil yang bisa menenangkannya. But no drugs! Ia belum siap rusak.

Seks perdana Chris adalah dengan Liam. Chris tidak memberitahu Liam tentang hal ini. Bisa-bisa ia ditertawakan lagi oleh Liam. Dan itu sangat menyakitkan. Beberapa kali Chris menyiapkan dirinya untuk menerima hal-hal yang lebih sakit dari itu. Tapi tetap saja tidak ada kata siap untuk Chris.

Ketika Chris melewati toilet pria, tangannya segera ditarik oleh seseorang. Mereka di toilet pria, tentu saja seorang pria yang menariknya. Dari bau cologne-nya, Chris sudah sangat hapal siapa orang yang menariknya masuk ke dalam salah satu bilik toilet sekolah. Sosok itu segera menciumi Chris dengan penuh gairah. 

_____________________________

Vote + comment please

With love,

Prime💓

Saturday, August 20/2016
12.00 WITA

FrozephyrTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang