Hari Yang Membosankan

25 10 8
                                    

Brak!!
Kubanting pintu kelas yang ada dihadapanku dengan sangat keras, semua mata tertuju ke arahku
"Cih" cibirku sambil menarik kursi dan duduk di barisa paling belakang.
Tidak berapa lama guru pun masuk, "Pelajaran yang benar-benar membosankan" rutukku dalam hati ku taruh buku diatas wajahku yang sedang mendonggak ke atas ku coba pejamkn mataku sebentar untuk mengusir bosan hingga tiba-tiba
"Aww.. siapa orang sialan yang berani melempariku" amukku sambil menatap garang ke seluruh kelas sambil mengangkat pulpen yanb tadi mengenai kepalaku. "Saya orang sialan itu mau apa kamu?" Terdengar seseorang menyahut tepat di sampingku kuarahkan pandanganku terhadap orang tersebut, "Kamu itu ya kapan coba tidak tidur di saat pelajaran" ucap orang tersebut yang merupakan pak Roni guru yang tadi sedanb mengajar "Kamu keluar sekarang minta tanda tangan 10 orang guru" lanjutnya "Hm" jawabku singkat sambil keluar dari kelas, mungkin kalian pikir ini merupakan hari sialku tapi ya ini terjadi hampir setiap hari.
"Ini" ucapku ketus sambil menyerahkan kertas yang berisi tanda tangan.
"Hey jaga ucapan dan nada bicaramu itu" jawab pak Roni lalu mengambil kertas yang ku serahkan.
"Berikan ini kepada orang tuamu" lanjutnya sambil memberiku sebuah amplop.
"Hm" ujarku singkat lalu mengambil amplop tersebut lalu berjalan pulang.
Aku sudah tahu pasti isi surat ini pasti skors atau panggilan untuk orang tua.
"Hey pembuat masalah apa lagi yang kau lakukan huh" terdengar suara ketus yang menyapaku saat memasuki rumah.
"Hanya bersenang-senang" jawabku.
"Dasar anak tak tau diri, gak tau diuntung, selalu bikin susah orang tua".
"Hm".
PLAK sebuah tamparan keras mendarat di pipi kananku
"Dasar anak setan" terdengar suara wanita yang tadi menampar pipiku.
Entah mengapa darahku mendidih mendengar perkataannya,"Bagus lah kalian sadar, jika kalian monster" ujarku ringan sabil menatap kedua orang tersebut
PLAK kembali tamparan yang aku terima. "Dasar anj**g" teriak ayahku di hadapanku.
"Kalian pikir siapa yang membuatku jadi seperti ini hah kalian, kalian lah yangmembuatnya" ucapku ketus.
"Apa katamu itu semua salahmu yang terlahir bodoh dan pembangkang tidak seperti adikmu yang pintar dan penurut" ujar ibuku.
"Ya, memang aku ini bodoh, idiot, pembangkang tapi setidaknya aku tidak menjadi budak kalian" ucapku sambil melangkah menuju kamarku.
Kuputar pintu kamarku lalu melangkah masuk
"Kak" terdengar suara adikku saat aku hendak menutup pintu.
"Boleh aku masuk" lanjutnya lagi.
"Hey kau itu adikku, kau tidak perlu meminta ijin" jawabku sambil mengacak rambutnya.
"Ada masalah apa adikku yang manis ini?" Tanyaku.
"Kakak tadi ribu lagi?" Tanyanya dengan nada khawatir.
"Hey gak usah khawatir ini udah biasa kok".
"Tapi kak, kakak pasti kena pukul lagi".
"Sudahlah biarkan saja, kakak sengaja begini agar ayah dan ibu sadar".
"Tapi kak..." ucapnya sambil mulai terisak.
"Kakak tau ko kamu cemas, tapi kakak juga tau kamu itu udah gak kuat dengan cara didik mereka dan ego mereka" ujarku lembut sambil memeluknya.
Ya inilah kami dua orang kakak beradik yang harus hidup dan bertahan di bawah tekanan kedua orang tua kami yang hanya menginginkan pujian dari orang-orang awalnya aku memang seperti adikku yang menuruti apa pun kemauan mereka les inilah, les itu lah nilai harus segini lah, harus masuk sekolah ini lah, cita-cita harus jadi ini lah, semuanya serba diatur tapi setelah kejadian itu dimana aku mendapatkan nilai 5 aku baru sadar bahwa aku hanya boneka dan mulai memberontak sepertinya adikku pun sadar tapi ia tidak berani memberontak sepertiku.
"Sudah sana tidur" ucapku sambil melepas pelukkan kami.
"Aku diusir, kakak jahat".
"Sudahlah jangan ngambek".
"Baiklah" ucapnya sambil meninggalkan kamarku.
Kuharap mereka akan sadar.

WrongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang