The Boy

567 19 1
                                    

      Matahari sore seolah ingin membuncahkan pancaran mega merahnya di seluruh kota. Ditemani siluet burung-burung camar berterbangan seperti lukisan dua dimensi anak-anak di buku gambar. Khalil masih memegang buku yang tadi ia baca, tak tahan ingin segera membedahnya saat sampai dirumah. Langkahnya terhenti memperhatikan turis lalu-lalang di sekitar bibir pantai, menikmati sejenak hangat mentari sore dari jingga hingga magenta. Angin semilir menyibakkan kerudung pashmina cream kesukaannya,  "Alhamdulillah.." Khalil mengucap hamdallah telah diberi waktu satu hari lagi untuk bisa menikmati hidup.

Saat langit mulai membiru, ia langkahkan kakinya menuju tempat terbaik yang bisa ia datangi kapanpun ia mau. Sayup-sayup suara terdengar dari atas kubahnya yang semakin diliputi cahaya lampu sorot, seakan seruan yang menyuruhnya menyegerakan sesuatu tanpa tapi, tanpa interupsi, tanpa distraksi. Khalil mempercepat langkahnya untuk memenuhi panggilan itu.

            "Alhamdulillah..."

      Ucapan rasa syukur dari sisi masjid berhasil mencuri perhatian Khalil saat sedang sibuk mencari letak sepatu yang lupa ia simpan di rak penitipan. Seorang anak laki-laki dengan karung lusuh dan pakaian yang entah tidak dicuci berapa lama, tengah lahap menghabiskan sepotong roti diantara tanaman hias dekat masjid. Khalil terpaku memandanginya, ingin mengucap syukur juga merasa diingatkan betapa beruntungnya ia masih bisa membayangkan makanan melimpah di dalam kulkas.

Magrib telah usai, perutnya juga butuh diisi. Gadis keturunan Asia-Timur tengah itu langsung menyerbu penjual nasi bungkus di alun-alun kota, "Dua bungkus ya bang".

***

            "Assalamu'alaikum," Khalil telah berada di depan anak itu saat ia belum sadar apa yang terjadi, masih asyik dengan rotinya.

            "Iya,.."

            "Ini buat kamu, tadi kakak beli kebanyakan. Kita makan bareng ya, kamu belum makan kan?" Belum selesai ia menjawab, Khalil berusaha mengajaknya. "Jangan ditolak ya, anggap ini rezeki dari Allah."

Anak itu ragu-ragu mengambil bungkusan yang disodorkan Khalil, kepalanya tertunduk menerimanya. Entah terharu, atau sedih karena terpaksa.

            "Kakak boleh duduk sini? Ayo dimakan.. mumpung masih anget." Selagi Khalil sibuk menyantap makanannya, anak laki-laki itu dengan sopan undur diri.

            "Maaf kak, aku pulang dulu ya. Terima kasih makanannya.. assalamu'alaikum.." Belum selesai Khalil memandanginya, pemuda itu sudah pergi membawa sekarung kardus dan kertas bekas dipundaknya.

            "Wa'alaikumsalam.. " suara lirihnya masih terngiang di telinga Khalil. Salahkah ia? Apa anak itu sungkan makan bersamanya? Khalil menepis semua prasangkanya dan melanjutkan makan, mungkin lain kali ia bisa mengajak orang lain yang kurang beruntung makan bersama.

"Ada seseorang yang bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam; "Islam manakah yang paling baik?" Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Kamu memberi makan, mengucapkan salam kepada orang yang kamu kenal dan yang tidak kamu kenal."

(HR. Bukhari no.5767)

      Belum habis makanan Khalil, ceramah dari dalam masjid terdengar saat suapan terakhirnya. Ia termenung sesaat, membayangkan anak itu lagi setelah berapa lama berusaha melupakan. Rasa penasaran meliputinya, 'kira-kira dimana rumahnya? Bagaimana kehidupannya? Apakah dia punya keluarga? Apa dia masih sekolah?'  berbagai pertanyaan mulai muncul dikepalanya, semoga mereka segera bertemu kembali, pintanya dalam hati.

***

Notification:

{ Arunika send a message }

            "Assalamu'alaikum.. I know where you've been all day. Get the book? Can't wait to see your opinion about it. Reply me if you were at home."

      Bagi Khalil, salah satu bagian paling menyenangkan saat sampai dirumah adalah mengecek ponselnya. Arunika, entah kenapa gadis paling supel di kampus itu selalu saja tepat waktu mengirimnya pesan tiap kali kakinya sampai di ruang tamu. Kegiatan favorit sahabatnya adalah merekomendasikan buku-buku bacaan berat lalu meminta Khalil mereviewnya di blog pribadi. Sebenarnya permintaan itu tidak telalu masalah untuk kapasitas otaknya, walaupun begitu, Khalil tetap menyukai pembahasan berbobot.

FetihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang