Food.

842 52 12
                                    

Kau membuka mata saat terik matahari menyilaukan pandanganmu. Kau menggeliat sebentar, menatap jendela yang gordennya sudah dibuka sempurna penuh dengan cahaya matahari pagi yang masuk.

Kau mengerjap perlahan, lalu menoleh pada sisi lain tempat tidurmu. Kosong. Ke mana suami tercintamu ini pagi ini? Bekerja? Tidak, ini hari libur. Lantas ke mana pria maniak game itu?

Kau turun dari ranjangmu, berjalan pelan ke arah wastafel untuk membasuh wajahmu. Setelahnya, kau berjalan keluar kamar untuk mencari di mana suamimu tercinta itu berada.

Kau mendengar suara berisik yang berasal dari dapur. "Apakah dia ada di dapur?" kau bergumam pelan. Lalu kau berjalan lagi ke arah dapur setelah kau menghentikan langkahmu beberapa saat.

"Dujun-ah, kau kah itu?" kau berucap pelan, melongokkan kepala dari balik pintu dapur.

Orang yang kau panggil menoleh, menampilkan wajah tampan yang selalu kau puja. Ia tersenyum setelahnya, membuat kau terpaku beberapa saat. "Hey, yeobo," sapanya lembut. "Sudah bangun?" tambahnya lagi.

Kau tersenyum sambil menganggukkan kepalamu. Masih bersembunyi di balik pintu.

"Sedang apa di sana? Ayo ke sini! Temani aku memasak. Kali ini aku yang akan memasak untukmu!" ia berucap dengan semangat.

Kau mengangguk dan menuruti kemauannya. Tidak seperti biasanya kau begini, biasanya kau selalu bertengkar dengannya dahulu sebelum akhirnya kau menurutinya. Sebenarnya, ada apa denganmu hari ini?

"Kau masak apa?" tanyamu sambil menelengkan kepalamu. Bingung dengan cacahan acak-acakan wortel di atas talenan.

Dujun tersenyum lebar. "Salad? Ahhh ... Jangan dilihat dari bentuknya! Lihat dari rasanya. Ne, yeobo?" ucapnya sambil berseri-seri.

Kau menyipitkan matamu. Menatapnya aneh sambil menggeleng-gelengkan kepalamu. "Ada yang salah denganmu. Kau aneh," ucapmu sambil menyilangkan kedua lenganmu di depan dada.

"Apa yang aneh? Aku baik-baik saja kok," jawabnya santai.

"Tidak tidak. Kau ini aneh. Kau bukan Yoon Dujun maniak bola dan game yang kukenal! Kau serius aneh," kau kembali menatapnya dengan tatapan menyelidik.

Dujun menghela napas pelan. "Sudahlah yeobo, tidak penting aku aneh atau tidak. Yang penting aku ini benar-benar tampan hahaha," katanya dengan tingkat kepercayaan diri di atas rata-rata.

Kau merengut, "Dasar narsis," gerutumu pelan.

"Hahaha sudahlah. Sini, ada strawberry segar untukmu. Yang ini belum kuhancurkan, tenang saja." ucapnya sambil terkekeh.

Ia menyodorkan sebuah strawberry padamu, kau membuka mulutmu dan memakannya. "Asam," kau meringis sambil mengunyah buah merah merona itu.

"Begini caranya agar tidak terasa asam," ia menarik tengkukmu, menempelkan bibirnya pada bibirmu. Melumat bibirmu dengan perlahan.

Kau yang kaget karena perlakuannya yang tiba-tiba hanya diam saja, menikmati morning kiss yang ia berikan untukmu. Tanganmu merayap naik ke tengkuknya, mencoba memperdalam ciuman kalian.

Tangan Dujun pun turun ke pinggangmu dan makin mempersempit jarak kalian. Ia menggigit bibir bawahmu pelan, meminta akses masuk ke dalam mulutmu.

Ciuman kalian makin intensif dan dalam. Lidah Dujun masuk ke dalam mulutmu, guna merasakan apa yang ada di dalam mulutmu. Ia kembali melumat bibir bawahmu lembut. Mengecap rasa strawberry yang masih tertinggal di bibir dan juga mulutmu.

Beberapa menit terlewat, kalian mulai kehilangan oksigen. Ia melepas tautan bibir kalian, kemudian kembali tersenyum ke arahmu. "Bagaimana? Berubah jadi manis, kan?" godanya.

Kau masih blushing berat. Iya, ciuman tadi benar-benar sangat manis. Sangat.

"Chaaa, aku tidak jadi memasak gara-gara kau, sekarang kau harus tanggung jawab." ucapnya sambil mendekatkan kembali tubuhmu.

"Kenapa aku?" ucapmu bingung.

"Karena kau yang sudah membuatku ingin menciummu. Dan yah, masalah masakan aku sudah tidak selera makan. Di depanku ada makanan terlezat sepanjang masa," ucapnya sambil menampilkan smirk andalannya.

"E-eh?"

"Ayo ke kamar!" ucapnya sambil menarik lenganmu pelan.

"Ya! Kau ini!" kau menahan langkahmu, membuat ia juga menghentikan langkahnya. Kau memandangnya sambil mempout-kan bibirmu.

"Atau kau ingin kita melakukannya di sini?" ucapnya sambil tersenyum jahil. "Ah sudahlah, aku makin tak kuat kalau kau terus bertingkah seperti itu. Haruskah aku menggendongmu?"

Kau memukul bahunya. "T--hey!"

Dujun pun membawamu ke kamar kalian. Setelahnya, silakan lanjutkan sendiri adegan selanjutnya.

END.

Yoon Dujun [Oneshoot Collection]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang