Kau melangkah gontai masuk ke dalam rumah. Helaan napas kau keluarkan sebelum akhirnya kau mendudukan diri di atas sofa.
Gamang. Kau merasakannya lagi.
Di dalam dekapanmu, ada Joonie yang tertidur lelap. Kau mengelus punggungnya perlahan, lalu senyum lelah kau perlihatkan. Atensimu kau alihkan ke sekeliling, menatapi sudut-sudut rumah yang terasa kosong.
Sepi. Kesepian.
Itulah yang kau rasakan sekarang. Betapa menyedihkannya kau saat tahu kenyataan kalau di dalam rumah besar ini hanya ditempati oleh kalian berdua. Kau dan Joonie.
"Joonie-ya, maafkan eomma-mu ini ya yang selalu merasakan kesepian padahal sudah jelas kau selalu membuat eomma tersenyum."
***
Kau merasakan sebuah tangan kekar melingkari perutmu. Kau tersenyum tipis, menyadari kalau pusat dari rasa sedih dan rindumu kini pulang.
Yoon Dujun itu, memang tak pernah bisa habis mengikis rasa rindumu padanya barang se centi. Ia yang selalu sibuk dengan pekerjaannya, menghabiskan berbulan-bulan lamanya untuk menjalankan tugasnya sebagai pilot, lantas pulang dan tinggal di rumah hanya sebulan, begitu terus sampai sekarang.
Ini memang konsekuensimu saat keputusanmu menerima lamarannya. Siap ditinggal dan merasa kesepian setiap saat. Namun, kau tak menampik terkadang kau benar-benar merasa terbebani karenanya.
Kau membalikan tubuh, agar bisa berhadapan dengannya. Kau tersenyum ketika melihat wajah lelahnya tertidur dengan lelap. Kau mengusap wajahnya pelan, menatapnya penuh rasa sayang.
"Tidur yang nyenyak, chagiya. Kau pasti sangat lelah, maafkan aku karena selalu mengeluh kesepian padahal kau sibuk mencari uang untukku dan juga Joonie,"
Mendadak ia membuka mata. Tangan kanannya ia gunakan untuk menahan tanganmu yang tengah memegang wajahnya, senyuman lebar ia perlihatkan. "Jangan meminta maaf. Aku sangat benci permintaan maaf yang sudah jelas kau tak membuat kesalahan apapun." ucapnya pelan.
Kau terkejut. Segera kau tarik tanganmu yang masih bertengger manis di wajah tampannya. "Dujun-ah, mianhae membangunkanmu." ucapmu merasa bersalah.
Dujun menggeleng pelan. "Aniya, bukan masalah." ucapnya sambil mengelus rambutmu dengan lembut.
Kau mendadak bingung dengan situasi ini. Sudah lama tak bertemu Dujun membuatmu gugup berhadapan langsung dengannya. Apalagi dia terus menatapmu dengan intens seperti itu, membuatmu tak bisa berkutik.
"Hey, kau tak merindukanku?" tanya nya sambil merengut.
"Tentu saja. Pertanyaanmu aneh sekali,"
"Kalau begitu peluk aku, dong! Kok diam saja?" ucapnya manja.
Kau meringis menanggapi kelakuannya. Namun kau turuti kemauannya. Memeluknya erat dan menenggelamkan kepalamu di dada bidangnya. "Aku sangat sangat sangaaaat merindukanmu."
Dujun tersenyum dan balik memelukmu dengan erat. "Nado."
Kau mendadak menangis. Sungguh, kau merindukan pria ini. Berbulan-bulan tidak bertemu benar-benar membuatmu frustasi. Mengurus Joonie tanpa Dujun sangat berat. Dujun adalah penguatnya selama ini. Meski hanya tinggal sebulan dan pergi lagi selama berbulan-bulan, kau tak masalah. Selagi bisa melihatnya dan juga senyumannya, itu cukup. Selagi ia sehat dan tidak kenapa-kenapa, selagi ia tak membagi hatinya untuk wanita lain. Iya, sesederhana itu.
"Hey, kenapa nangis?" tanya Dujun panik. Ia mencoba melepas pelukannya guna melihat wajahmu, namun kau menolak dan tetap memeluknya.
Gelengan pelan kau jadikan jawaban. Cukup begini, memeluk tubuhnya sampai pagi. Kau tak tahu harus menunggu berapa bulan lagi untuk bisa seperti ini.
Dujun tersenyum sedih. "Aku tahu aku bukan suami yang baik. Aku tak bisa menemanimu di saat-saat tersulitmu. Aku tak bisa di sampingmu saat kau sedang butuh sandaran. Aku minta maaf karena semua itu. Kumohon, jangan menangis lagi. Hatiku rasanya sakit mendengar tangisanmu."
Kau menggeleng lagi. "Jangan meminta maaf. Ini bukan kesalahanmu." jawabmu lirih. Isakanmu memelan, meski airmata sangat sulit untuk berhenti mengalir.
"Malam ini, malam ini aku akan di sampingmu. Pun malam-malam selanjutnya. Aku takkan membiarkan kau sendirian lagi. Aku tidak mau membuatmu menangis dan bersedih lagi."
Dujun mengelus rambutmu lembut. Mentransfer rasa hangat dari setiap gerakan tangannya. "Aku memutuskan berhenti dari pekerjaanku. Aku dan Junhyung berniat membangun perusahaan bersama. Semoga ini berita bagus yang kukatakan padamu."
Mendengar penuturan Dujun kau segera melepaskan diri dan menatap wajah suamimu itu dengan tatapan meminta penjelasan.
Dujun tertawa melihat reaksimu. "Aku dan Junhyung merasa senasib karena selalu meninggalkan istri-istri kita untuk waktu yang lama. Jadi kami berdua berencana membangun perusahaan bersama. Yah, terpikirkan begitu saja. Dan kurasa Junhyung adalah partner bisnis yang tepat." jelasnya panjang lebar.
Kau mengangguk mengerti. "Apapun keputusanmu, aku akan mendukungnya. Yang jelas, kau jangan sampai sakit, hm?"
Dujun mengangguk patuh. "Siap, bos!"
Kau tersenyum dan kembali memeluknya lagi. "Tidurnya seperti ini saja~"
"Ya ya, jaljayo, chagiya~"
"Jaljayo~"
****
yah absurd seperti biasa 😂😂😂 makasi ya yang udah mau baca imagine alay ini. Makasih juga buat yang udah voment ❤
Chuuuuu~
Yong's wife.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yoon Dujun [Oneshoot Collection]
FanfictionYoon Dujun Imagine. Dujun x You. Warning: Mungkin beberapa bagian ada konten yang sedikit nyerempet ke rating Mature.