Awalan untuk Akhir

26.2K 986 101
                                    

Kania merengut, namun Reza memberikan senyum kalemnya terhadap rajukan Kania. Pria itu tetap saja santai melangkah disaat Kania memaksakan langkahnya untuk mengikuti Reza. Bahkan perempuan yang tengah mengandung itu nggak segan untuk menggeram sebagai tanda dia nggak setuju dengan apa yang Reza lakukan.

"Aku mau pulang," rajuknya dengan suara paling 'kolokan' yang dia punya. Bahkan dia nggak pernah menggunakan suara semanja itu saat merajuk pada Khalil maupun kedua orang tuanya.

Reza tersenyum lagi dan menepuk sabar punggung tangan istrinya, "Iya, abis ini kita pulang."

Kania mengeluh, "Ish, lagi ngapain sih kita ke sini?"

"Sebentar kok, Sayang. Beneran deh."

Helaan napas kasar terdengar. Meski ogah-ogahan, Kania tetap mengikuti suaminya hingga dia memasuki sebuah kafe yang sukses membuatnya mengerutkan kening kebingungan.

Sepulang check up ke dokter kandungan, Reza bilang mau mengunjungi sebuah tempat, padahal Kania sudah ngotot minta pulang dan mengijinkan pria itu pergi sendiri saja kalau memang urusan itu mendesak. Tapi suaminya itu juga nggak kalah ngotot untuk minta Kania ikut.

Akhirnya dengan setengah hati Kania setuju untuk ikut. Meski ia melayangkan protes sepanjang perjalanan. Dan Reza menanggapi itu semua hanya dengan kekehan. Kania masih memasang wajah merajuknya yang imut minta dicium sampai dia memasuki kafe, namun saat suaminya balas melambai pada orang yang berada nggak jauh dari tempat mereka berdiri, semua keimutan itu sirna dan digantikan dengan muka marah yang-demi apapun Reza berani bertaruh-sangat menyeramkan.

"Aku mau pulang," katanya tegas. Berniat menghempaskan tangan Reza yang mengurung tangannya, namun gagal. Reza lebih dulu menguatkan pertahanannya.

"Sebentar," katanya dengan muka senyum memohon pemaklumana. Tapi harusnya Reza tahu, kalau untuk manusia satu itu Kania nggak memiliki kelonggaran apapum.

"Dan apa maksud kamu, he?" Desis Kania berbahaya.

"Sebentar Sayang, sebentar doang. Ya?"

Kalau Reza mengharapkan sebuah anggukan, tentu saja itu nggak akan pernah terjadi. Sebaliknya, Kania malah mendecih nggak sudi dan membuang mukanya. Dia menolak dengan keras, namun Reza tetap memaksa hingga mereka sampai dengan selamat di hadapan wanita yang bahkan menyebutkan namanya saja Kania nggak ikhlas.

"Maaf lama," basa-basi Reza formal, tapi percaya deh, itu sama sekali terdengar nggak penting di telinga Kania. Dia memutar bola mata, nggak repot-repot menyembunyikannya, malah mempertontonkannya terang-terangan.

"Gak apa-apa," sahut wanita itu ramah yang makin menyulut emosi Kania.

"Zzz, munafik." Bisiknya cukup keras untuk didengar siapapun yang punya telinga.

Reza meringis dan wanita itu nyengir salah tingkah. Kania puas dengan apa yang dilakukannya.

"Duduk," katanya dengan keramahan yang belum berkurang. Sekali lagi, Kania mendengus. Nggak sudi duduk sampai suaminya bersuara,

"Sayang, duduk."

Dengan arogansi yang nggak berusaha ditutupinya, dia menghempaskan diri hingga suara berderit terdengar. Selepasnya dia ogah melirik makhluk di depannya dan dengan keangkuhan yang menyakitkan dilipatnya kedua tangan di depan dada. Reza menggaruk tengkuknya salah tingkah dan itu sudah cukup membuat Kania puas dengan perbuatannya.

"Errr... aku belum pernah ngenalin kalian berdua secara resmi," mulai Reza yang memicu desisan Kania. Ya ampun, siapapun yang punya mata dan cukup peka akan tahu seberapa nggak bersahabatnya ibu hamil itu.

Namun seakan nggak peduli dengan itu semua, Reza tetap meraih mesra tangan Kania yang terlipat dan membawanya ke atas pangkuannya. Nggak lupa, Reza memberikan tatapan penuh cinta yang membuat Kania tiba-tiba saja merasa bersalah atas tingkahnya barusan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 22, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Perfect Marriage?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang