The Future

30.6K 1.2K 71
                                    

"Ada perlu apa?" tanyaku dingin. Lebih dingin dari es di kutub selatan sekalipun.

Aku... mati rasa, melihat sosok cantik itu duduk di depanku, dengan ekspresi bersahabat, entah tulus atau palsu. Berbeda denganku yang terang-terangan memusuhinya dengan auraku atau mungkin tergambar jelas dari ekspresi wajahku.

Aku ingin dia tahu, kehadirannya saat ini, sama sekali tak kuharapkan. Mungkin, jika kedatangannya beberapa hari lalu tak menyebabkan kekacauan yang terjadi saat ini, aku akan membalas ketulusannya dengan cara yang sama.

Tapi, suamiku, laki-laki yang kucintai, tengah terbaring di atas bangsal rumah sakit, bukannya berpikiran picik, tapi memang begitulah kenyataannya. Dia kacau, nyaris gila hanya karena kehadiran wanita ini.

"Sebenernya, mau jenguk Reza," katanya lemah lembut, tersenyum lalu menyelipkan sejumput rambut kecoklatannya ke belakang telinga. Gerakan biasa yang mampu dilakukannya dengan cara kelewat anggun.

Dasar sial, tidak sadarkah dia membuatku iri di sini? Tidak cukupkan suaranya membuatku gerah, hingga perlu dia menampakkan keanggunan memuakan itu? Dan apa katanya barusan, menjenguk?

Cih, jangan bercanda. Reza bisa makin kalap melihat makhluk itu ada di hadapannya lagi. Juga, perhatikan satu hal, aku tak akan mengijinkan makhluk ini menemui Reza.

"Tau dari mana Reza dirawat di sini?" tanyaku, meski untuk sebagian orang gak penting hal beginian ditanyain, tapi buatku perlu. Aku nggak hidup di dunia sinetron yang segala sesuatunya terjadi tanpa kejelasan juga kebetulan. Dan, belum ada yang tahu selain keluarga kalau Reza dirawat di rumah sakit. Mereka saja belum ada yang datang, kenapa juga perempuan satu ini nongol lebih dulu?

"Itu..." dia tersenyum, bukan senyum manis yang biasa ditunjukannya, tapi senyuman tipis penuh makna yang menyiratkan sebuah konspirasi terselubung. "rahasia."

Nah, bener kan?

Jawabannya hanya membuatku berpikiran layaknya novel-novel dengan pria kaya yang menyewa seorang detektif atau orang bayaran mereka untuk mengikuti (atau menguntit?) perempuan yang mereka--katanya, cintai. Dan, mungkin itu juga terjadi pada Eriyana?

Melihat dari bagaimana penampilan perempuan itu, jelas dia bukan perempuan biasa. Maksudku, di balik kesederhanaannya yang dia tunjukan, aku yakin ada sesuatu yang ditutupinya. Apa lagi kalau bukan identitasnya?

"Saat ini, Reza nggak bisa dijenguk, apalagi sama kamu," sumpah, bagian yang ini nggak niat ketus juga sinis. Tapi, amarah mengalahkan segalanya, hingga itu terdengar lebih kasar dari sewajarnya.

"Aku ngerti," katanya masih dengan keanggunan, ketenangan dan kelembutan yang sama. Malah, dia masih sanggup tersenyum. Meski kali ini, senyuman itu tak menyentuh matanya.

Ha, busuk. Mulai kelihatan kan belangnya.

"Trus, kenapa kamu tetep dateng?"

"Sekedar ingin memastikan."

Wow, hebat. Lenyap sudah segala keramahan yang berusah ditunjukannya tadi. Sekarang, tebak perempuan macam apa yang sedang duduk di hadapanku?

Kalian bakal pingsan kalau lihat secara langsung. Kalian tahu tipe-tipe perempuan pemimpin geng? Biasanya mereka akan memiliki ekspresi keji yang dipadukan dengan kesinisan yang mempesona, bahkan semua itu terlihat dari cara mereka menatap. Seperti meneriakan kata kekuasaan hanya dalam satu kali lirik.

Seperti itulah Eriyana yang ada di hadapanku sekarang. Dia terlihat lebih independen, kuat juga kepercayaan diri tinggi. Dia merasa menang, entah untuk alasan apa. Mendadak, sorot matanya yang teduh berubah tajam. Seakan memberitahuku bahwa dia bukanlah perempuan yang bisa disepelekan.

Perfect Marriage?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang