Gadis berkacamata itu terus menatap jalan raya yang ramai dengan aktivitas penduduk setempat dari jendela café. Pemandangan yang paling indah untuknya. Ia dapat melihat berbagai macam karakter orang yang berbeda beda. Ada yang tetap sibuk dengan pekerjaannya dengan menelepon klien, ada yang sangat menyayangi anaknya, ada yang sangat mencintai waktu, dan ada yang menunjukan perasaan cinta nya terhadap kekasih dengan memeluknya erat. Itu membuatnya kembali ke masa lalu.
Sama seperti dulu, hari ini salju turun di kota New York.
"Sorry, but are you indonesian?" Tanya seseorang membuatnya menoleh. Gadis itu tersenyum. "Ya, i'm indonesian." Jawabnya ramah. Wanita yang tampak seumuran dengannya itu lalu meminta izin. "Boleh saya duduk disini dengan anda?" Gadis itu kembali mengiyakan.
Mereka pun berbincang ringan..
"Nama saya Saniyya, kamu?" Tanya wanita yang tadi meminta izin untuk duduk bersama. "Saya Clara, sudah lama tinggal di New York mbak?" Saniyya menggeleng pelan. "Saya tidak tinggal disini kok, saya hanya mengunjungi calon suami saya. Mbak sendiri?"
Oh? Sudah mau menikah di umur yang sangat muda begitu? Batin Clara sedikit terkejut.
"Tadinya saya hanya ada urusan pekerjaan sekaligus menghadiri undangan pernikahan teman saya. Tapi saya pikir sekaligus berlibur boleh juga. Kerja dimana mbak?"
"Oh, saya kerja di Orlando Group. Mbak ini kalau boleh tau CEO ya?"
"Wah! Orlando Group? Saya kenal dengan bapak Hans Orlando. Bagaimana kabar beliau? Dan, iya mbak. Saya CEO dari Wijaya Company." Tanya Clara sumringah. Saniyya tersenyum. "Sekarang ayah saya itu sedang sakit sakitan. Maka dari itu sekarang saya yang menggantikan."
Clara terdiam. Ia tidak menyangka wanita didepannya ini adalah putri dari seorang kerabat perusahaannya yang telah lama tidak ia lihat. "Mbak serius? Mbak putri bapak Hans? Kalau begitu sekarang mbak CEO dari Orlando Group? Wah senang bisa berkenalan dengan mbak." Ujar Clara. Saniyya tersenyum ramah.
"Saya tadinya ada perasaan kalau mbak ini seorang pengusaha lho, dan ternyata benar. Bahkan perusahaan kita ternyata berkerabat. Saya tidak menyangka." Ucap Saniyya. Clara menimpali, "Iya, dulu saat perusahaan keluarga saya masih sering bergerak di perbankan, saya dan bapak Hans sering sekali bertemu. Tapi semenjak kami sekarang lebih fokus dibidang lain saya tidak pernah bertemu beliau. Kalau begitu tidak perlu memanggil mbak, panggil Clara saja."
"Haha, iya deh. Kalau boleh tau tinggal di Jakarta kan? Dimana nya? Mungkin lain kali bisa bertemu, membuat proyek bareng mungkin?" Tawar Saniyya. "Boleh juga tuh, saya tinggal di Tebet. Ya nggak terlalu jauh lah dari kantor. Oh ya, ini kartu nama saya. Mulai sekarang kita bisa jadi teman kan?"
***
Clara memasuki apartment keluarganya dengan terburu buru. Udara bersalju diluar membuat kulitnya terasa tertusuk. Andai ada seseorang yang dapat memeluknya seperti dulu ketika ia masih tumbuh besar di kota yang juga sama sama bersalju seperti New York.
Turki yang dirindukan..
Telepon yang berdering membuat Clara tersadar. Ia segera mengangkat telepon yang ternyata dari adiknya.
"Halo, Nath?"
"..."
"A.. Apa? Zian di New York?"
YOU ARE READING
Enchanted with the past
RomanceKarena mu, aku hidup dalam masa depan dengan segala fatamorgana masa lalu. Karena mu, kaki ku melangkah pergi tapi selalu rindu untuk kembali. Karena mu, hati ku ini tak pernah ingin dihuni oleh orang lain. Kamu membuatnya tersihir. Dan obat dari ma...