Radit dan raina sudah berada di ruang guru. Tepatnya di depan meja bu resti.
"Kamu lagi radit! Bisa gak sih sehari gak buat kenakalan"
"Maaf bu, tapi saya gak nakal, saya cuma pengen masuk ke sekolah tapi gerbangnya di tutup jadi saya manjat tembok bu"
"Saya liat kamu manjat tembok lagi, kamu saya skor" kata bu resti yang mulai naik darah.
Sementara radit tidak menggubris sedikit pun perkataan gurunya. Baginya itu hanya angin lalu yang masuk kupin kanan keluar kuping kiri.Setelah emosinya naik karena menangani kenakalan radit, bu resti berlanjut menatap raina.
"Kamu juga, kenapa manjat tembok? Saya liat sepertinya kamu anak baru di sini?"
"Iyah bu saya raina, saya baru pindah dua hari bu"
"Nah, apalagi kamu baru pindah dua hari, kenapa udah berani manjat tembok? Mau jadi anak nakal kaya radit?"
Mendengar omelan bu resti, raina bergetar ketakutan, pasalnya selama ia bersekolah dari SD sampe SMAnya yang lalu, ia sama sekali tidak pernah kena omelan guru, bahkan di sekolahnya yang dulu ia bisa di bilang murid yang bersih dari catatan kenakalan.
"Enggak bu"
Keringat raina sudah memenuhi wajahnya, tangan dan kakinya bergetar, ia terlihat pucat pasih.
Radit yang berada di samping raina sadar akan perubahan wanita di sampingnya, ia tahu bahwa raina sedang ketakutan sekarang. Dengan bergaya sok pahlawan radit membela raina.
"Maaf bu, saya yang maksa raina buat ikut saya manjat, dia gak salah bu. Jadi saya minta ibu maafin dia"
"Kalian berdua saya hukum, kalian harus berdiri di tengah lapangan sampi jam istirahat"
Perkataan bu resti sontak membuat Raina mendongak kaget, ia tidak pernah berpikir akan mendapat hukuman seperti ini. Di tambah lagi ia tahu bahwa berdiri di tengah lapangan akan menjadi pusat perhatian semua murid, mau di taro di mana mukanya kalau sampai berdiri di sana, dengan Radit pula.
"Bu apa gak bisa selain berdiri di lapangan, saya bersihin wc ajah bu"
"Engak bisa! Mau saya tambah lagi hukumannya?"
"Iyah deh bu"
Setelah mendapat intruksi dari bu resti, Radit dan Raina keluar dari ruangan guru bersamaan.
"Gausah takut, ada gue di samping lo" satu kalimat manis keluar dari mulut radit.
Raina tidak terlalu menanggapinya ia hanya membalas dengan senyum terpaksa.
Radit dan Raina sudah sampai di lapangan, dekat dengan tiang bendera, tempat di mana mereka berdua harus menjalani hukuman.
Lima belas menit berlalu, Radit dan Raina hanya bersikap hormat tanpa berbicara sepatah katapun.
Beberapa murid lewat memperhatikan mereka berdua sambil tertawa.
"Itu radit kan? Ko dia sama cewe?"
"Katanya sih dia anak baru, raina atau apalah namanya. Gue tau dari temen gue yang sekelas sama dia"
"Anak baru udah bandel gitu yah, mana songong lagi deketin radit. Dia pikir radit kegoda sama cewe kaya dia".
"Dari tampangnya kaya anak baik baik, tapi kelakuannya, omg"
Suara ketiga wanita tadi membuat raina kesal dan marah, jika waktu bisa di ulang, ia tidak akan mengikuti saran konyol dari radit, bahkan ia memilih bolos sekolah dengan alasan sakit. Itu jauh lebih baik daripada harus menanggung malu menjadi bahan perhatian semua orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Radit, Bian & Raina
Teen FictionRadit Bastian Nugraha Seorang cowo badboy yang suka berantem. semua orang menilai ia sebagai anak yang nakal, namun di balik kenakalannya, ia menyimpan kesedihan yang mendalam. Raina Alvi Syahrina seorang cewe yang biasa ajah dan lebih terkesan cuek...