Chapter 2 : Klub Ini Masih Ada?

14 2 0
                                    

Setelah semua tenang, guru pun langsung menerangkan. Saat guru menerangkan aku hanya berleha-leha. Jika aku fokus pada materi baru yang sebelumnya pernah aku pahami, akibatnya aku jadi tak mengerti materi tersebut. Karena itulah aku berleha-leha. Saat aku melirik ke arah Arata, matanya sangat fokus kepada buku. Awalnya aku sedikit iri. Tapi setelah meliahat buku yang ia baca, aku menjadi kesal. Ini kan pelajaran Matematika, kenapa ia membaca buku pelajaran seni rupa.

Tak lama pun bel akhirnya berbunyi. Waktu yang selalu aku tunggu-tunggu akhirnya datang. Dengan secepat kilat aku langsung menyalip siswa yang sedang berlalu lalang untuk segera sampai ke kantin. Setelah sampai aku langsung membeli roti melon yang sangat lezat. Kangennya~ , sudah dua tahun aku tak membeli roti melon ini.

Selagi masih panas, tanpa pikir panjang aku langsung memasukannya pada mulutku. Karena ini masih panas, lidahku seperti terbakar. Perlahan-lahan aku mulai sadar, dan,

" PANAS!!!" teriakku sambil mengeluarkan lidah.

Ya ampun. Kenapa hari ini aku sudah di timpa nasib buruk? Dan setelah kulihat kalender, ternyata hari ini adalah hari sialku! Pantas saja. Aku pun menghela nafas dengan ringan. Hari sial, tentu saja! Kenapa aku baru sadar?! Aarrggghh! Pantas saja!

Tenang. Akarin kau harus tenang. Tarik nafas, buang. Tarik nafas, buang. Hah, akhirnya. Setelah aku tenang, aku mulai tak memikirkan semua kesialan ini lagi. Berdasarkan ketentuan yang wali kelas berikan, aku harus memasuki satu klub.

Entah kenapa, meskipun ini sekolah favorit, kenapa klub olahraga yang ada tak menerimaku. Hanya klub yang berhubungan dengan pelajar yang selalu menerimaku.

" argh! Ini memang hari sial!" sambil mengacak-ngacak rambut aku membating kertas daftar klub.

Saat aku sedang marah-marah, tiba-tiba Arata lewat dan memandangku.

" apa kau Nakamura-san? Tidak biasanya kau sekacau ini. Eh? Untuk apa aku peduli?" ucapnya tiba-tiba langsung menghiraukanku dan melanjutkan kembali langkahnya.

Entah kenapa, bukannya kesal aku malah sedikit khawatir. Dengan secepat kilat aku langsung berlari mengejarnya. Aku tak ingin ia salah paham dan berpikir aku ini aneh. Setelah berlari cukup cepat, akhirnya aku menemukannya. Dengan mempercepat laju aku langsung menghadangnya.

Sambil memegang kedua pundaknya secara tiba-tiba, tanpa pikir panjang aku berkata " Tolong hiraukan yang tadi! Itu salah paham! Aku bukan orang aneh! Aku baik kok!"

" tenang saja. Aku tak akan mengatakannya pada siapapun. Jadi, tolong lepaskan. Jika kau tak melepaskannya, orang-orah malah berpikir kau itu benar-banar orang aneh," ucapnya sambil menatapku dengan aneh.

" ah benar! Maaf!" ucapku spontan sambil melepaskan lengan dari pundaknya.

" tak apa sih. Maaf, aku harus ke ruang klub," ucapnya sambil pamit padaku.

Tanpa kusadari tangan ini menghentikan langkahnya.

" memangnya kau masuk klub apa?" tanyaku sambil memiringkan kepala.

" klub seni." Jawabnya singkat lalu pergi.

Setelah itu pun aku berpikir. Klub seni? Mungkin boleh juga sebagai pengganti hal yang kusukai dahulu. Dengan cepat aku pun langsung meminta formulir ke pembimbingnya. Setelah mengisi semuanya aku langsung mencari Arata. Saat menelusuri gedung, aku tak menemukannya sama sekali. Setelah pasrah akhirnya aku bertanya kepada seseorang yang kutemui dengan acak.

" anu... apa kau melihat Arata? Tingginya kira-kira sama denganku, rambutya hitam, matanya biru gelap, dan memakai kacamata," tanyaku sambil mempraktekan ciri-cirinya.

Why you Choose me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang