I

1.9K 79 1
                                    

Ashilla Raline, gadis berusia 21 tahun itu melenggang anggun menuju kantin kampusnya. Hem monochrome, celana jeans panjang, dan wedge sneakers bewarna putih menghiasi tubuh proposionalnya. Rambut panjang bergelombangnya yang tergerai sesekali tersapu oleh angin, membuat gadis itu terlihat lebih memukau. Sudah jadi hal biasa jika semua mata tertuju pada gadis itu. Siapa yang tidak terpesona dengannya? Gadis yang biasa di sapa Shilla itu termasuk dalam jajaran gadis populer di kampusnya. Selain cantik, ia juga tak jarang menuai prestasi yang selalu membuat orang berdecak kagum padanya. IPK yang diraih gadis itu tak pernah di bawah angka 3.9. Di luar kampus pun, Shilla cukup dikenal banyak orang karena ia merupakan putri dari Marcel Avano, pendiri sekaligus komisaris presiden dari Avano Group, salah satu perusahaan terbesar di Indonesia yang bergerak di bidang properti.

"Astaga!"

Mulut Shilla menganga sambil melihat sebagian kemejanya sudah basah oleh tumpahan orange juice saat gadis itu baru saja menginjakan kakinya di kantin. Lantas ia memindahkan pandangannya pada perempuan yang berdiri di depannya, lebih tepatnya perempuan yang dengan sengaja menabraknya barusan.

"UPS! Sorry..." Chelsea Alana, gadis yang sudah menjadi rival Shilla sejak SMA itu tersenyum sarkatis.

Hal itu membuat Shilla geram dan ingin sekali menjambak rambut nenek lampir di depannya itu. Tapi pada akhirnya Shilla hanya bisa menarik napas dalam menahan amarahnya. Ia tahu Chelsea hanya memancingnya untuk memulai keributan. Dari dulu, gadis itu memang gemar sekali mengganggu hidupnya. Tapi bukan Shilla namanya kalau terpancing dengan trik receh dari Chelsea tersebut. Ia tidak mau nama baiknya tercemar hanya karena ribut dengan putri semata wayang dari rektor di kampusnya itu.

Tanpa mengucap sepatah kata pun, akhirnya dengan segera Shilla melangkah meninggalkan nenek lampir itu ke toilet.

Sesampainya di sana, Shilla berkali-kali menggosok kemejanya yang terkena siraman jus itu dengan tisu basah di depan wastafel. Di saat yang bersamaan, dua orang mahasiswi lain masuk ke dalam toilet sambil bergosip-gosip ria.

"Eh, tau nggak sih? Sebentar lagi Cakka Reagan ngadain konser! Pokoknya kita harus dateng!" ucap salah satu dari mereka sambil berjalan menuju wastafel di sebelah Shilla. Diam-diam Shilla menyimak kasak-kusuk dua orang tersebut.

"Ah serius?! Cakka Reagan yang pacarnya Chelsea itu kan?!"

"Ya katanya sih gitu, tapi gue masih nggak percaya ah kalau Chelsea itu pacarnya Cakka. Mana buktinya?"

"Hmm iya juga sih. Di TV juga nggak ada gosip-gosipnya tuh. Selama ini kan, dia cuma koar-koar doang di kampus kalau dia pacarnya Cakka."

Shilla mengernyit mendengarnya. Cakka Reagan? Sepertinya ia pernah mendengar nama itu...

Ah ya! Ia ingat kemarin Sivia baru saja menawarkan tiket konser Cakka Reagan untuknya, tapi ia menolaknya karena tidak tertarik dengan konser musik seperti itu.

Oh, jadi ternyata penyanyi itu...pacarnya Chelsea?

***

"Apa kamu belum puas kehilangan putramu?! Sekarang kamu juga ingin putrimu pergi dari rumah?!"

"Keputusanku sudah bulat! Raline akan aku jodohkan dengan Alvin Walton, dan secepatnya mereka akan melangsungkan pertunangan!"

"Gila kamu Marcel! Tega sekali kamu menjual putrimu hanya demi kepentingan perusahaan!"

PRANG!

Suara nyaring itu terdengar saat Shilla menutup pintu utama, gadis itu terus melangkahkan kakinya menuju mobilnya di garasi sembari menutup kedua telinganya, samar-samar ia masih bisa mendengar teriakan-teriakan dari dalam rumahnya. Buru-buru gadis itu melajukan mobilnya keluar dari pelataran rumah. Ia tak tahan dengan keributan yang terus saja terulang hampir setiap malam di rumahnya itu. Dan parahnya, kali ini keributan itu terjadi dengan membawa-bawa namanya sebagai topik utama.

Pertengkaran kedua orang tuanya sudah sering terjadi sejak ia masuk SMA. Tepat saat Mario Darel Avano, kakak laki-lakinya, keluar dari rumah. Marcel Avano, Ayahnya yang sangat dihormati banyak orang, yang selalu dipuji banyak orang, nyatanya tak sesempurna yang mereka bayangkan. Ayahnya itu egois, selalu mementingkan uang dari pada keluarganya. Hanya Marcel Avano, Ayah yang tega memanfaatkan anak-anaknya untuk kesuksesan perusahaannya sendiri.

Shilla memejamkan matanya. Gadis itu kembali meneguk wine yang ada ditangannya dan memperhatikan sekelilingnya. Pandangannya sedikit kabur, ia bahkan lupa bagaimana caranya ia bisa ada di tempat ini sekarang.

"Satu gelas lagi." Ucapnya pada seorang bartender.

"Maaf, tapi anda sudah terlalu banyak minum." Bartender itu berusaha mengingatkan. Pasalnya, keadaan Shilla saat ini sudah tidak memungkinkan untuk minum satu gelas wine lagi.

Shilla memandang sinis ke arah bartender itu. Kemudian ia beranjak dari kursinya, berniat keluar dari tempat itu. Tapi baru beberapa langkah, Shilla sudah kehilangan keseimbangannya, dan disaat yang bersamaan seseorang menahan tubuhnya yang ambruk itu. Shilla berusaha memperjelas pandangannya untuk melihat siapa yang menangkap tubuhnya. Tapi pandangannya justru bertambah buram...dan gelap.

***

Cakka Reagan, seorang laki-laki berusia 23 tahun yang berprofesi sebagai penyanyi terkenal dan digilai banyak fans wanitanya itu berjalan masuk ke dalam sebuah bar. Ia hanya ingin bersenang-senang sebentar malam ini. Menghilangkan penatnya akan pekerjaan yang tak ada habisnya sepekan belakangan. Belum lagi, ia harus dipusingkan dengan persiapan konsernya yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat.

Berkali-kali ponselnya berdering, dan berkali-kali juga Cakka me-reject telepon dari managernya itu. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk mematikan ponselnya agar tidak diganggu oleh siapapun.

Cakka menegak segelas wine sambil beberapa kali memandangi sekelilingnya. Tiba-tiba matanya menangkap sesosok wanita yang duduk tak jauh darinya. Entah kenapa mata Cakka tak bisa lepas dari objek di dekatnya, ia terus memandangi wanita yang memakai dress hitam selutut itu. Rambut panjangnya yang tergerai indah, bibir tipisnya yang di poles dengan lipstick merah, pinggulnya yang ramping, hingga kaki jenjangnya yang dihiasi heels berwarna merah, semua itu menarik perhatian Cakka.

Laki-laki itu pun beranjak dari duduknya, berniat menghampiri wanita tersebut. Namun, ketika Cakka mendekat wanita itu justru berdiri dan berusaha berjalan meninggalkan bar. Sayangnya tubuh wanita itu terlalu lemah akibat wine yang banyak diminumnya, alhasil ia pun ambruk di pelukan Cakka.

Cakka memperhatikan wajah wanita di pelukannya itu. Ia menelan ludah, tiba-tiba seperti ada yang bergejolak dalam dadanya. Jantungnya terasa berdetak lebih cepat.

Cantik.

"Mas, kenal sama cewek ini?"

Cakka terkesiap saat seorang bartender bertanya padanya.

"Sebaiknya dibawa pulang aja, Mas. Dia mabuk berat." Belum sempat Cakka menjawab, bartender itu sudah berucap lagi.

"Oh—iya. Saya akan bawa dia pulang."

Cakka pun menggendong wanita itu dan membawanya masuk ke dalam mobilnya. Setelahnya, Cakka kembali menyalakan ponselnya dan menghubungi seseorang.

"Tolong siapin satu kamar buat gue, sekarang."

***

Hope you like it!

Thanks for reading ♡

Reste Avec Moi [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang