XII

722 69 2
                                    


"Kalau begitu, jangan pergi."

"Nggak bisa."

"Kenapa? Kita punya perasaan yang sama kan? Dan itu udah cukup kuat untuk jadi alasan lo tetap di sini."

"Gue takut, Cakka."

"Apa? Apa yang lo takutin? Kita bisa hadapin semuanya sama-sama. Kita akan baik-baik aja, Shill."

"Apa lo lupa? Jelas lo nggak baik-baik aja kemarin. Ayah bisa aja bunuh lo setelah ini."

"Kalau lo pergi, gue juga akan ikut. Kita temuin Ayah lo sama-sama."

"Lo cari mati."

"Nggak masalah kalau demi lo."

"Cakka!"

Perdebatan dua manusia keras kepala itu terhenti sejenak. Baik Cakka maupun Shilla sama-sama menarik napasnya. Menstabilkan emosi masing-masing agar pembicaraan di ruang makan rumah Cakka itu bisa cepat selesai sebelum Oma Rani melihat mereka.

"Gue cuma nggak mau lo terlibat dengan masalah keluarga gue." Shilla berbicara lagi.

Cakka tersenyum miring. "Gue udah terlanjur terlibat. Buat apa gue mundur lagi?"

Shilla berdecak putus asa, bingung harus bagaimana lagi agar Cakka mengerti tentang kekhawatirannya. Gadis itu pun menutup wajahnya dengan kedua tangannya, lantas terdiam beberapa saat.

"Kenapa harus lo sih?!"

Cakka mengernyit, melihat Shilla yang kembali terisak dan masih menutup wajahnya.

"Kenapa bukan Alvin? Jadi gue nggak perlu repot-repot batalin perjodohan itu!" Seru Shilla di tengah isakannya.

Cakka kemudian terkekeh pendek. Baru mengerti apa yang dimaksud oleh gadis di hadapannya itu. Kenapa harus pada Cakka gadis itu jatuh cinta?

"Love is unpredictable. Love is full of surprises, Shill. Lo bisa aja jatuh cinta sama sahabat lo sendiri, atau bahkan musuh lo."

Cakka meraih kedua tangan Shilla dan menurunkannya dari wajah penuh air mata itu.

"Lihat gue sekarang." Kedua tangan Cakka bergerak untuk menangkup wajah Shilla.

"Semua akan baik-baik aja. Kita akan baik-baik aja. Percaya sama gue, Shill. Jadi lo harus tetep di sini. Jangan kemana-mana."

"Tapi pertunang-"

"Lo cuma akan tunangan sama gue. Nggak akan ada pertunangan lo dan Alvin. Gue akan urus semuanya, jadi lo tenang aja. Pokoknya, tugas lo cuma duduk manis di sini dan jangan kabur dari gue lagi. Ngerti?"

Shilla menatap Cakka dalam, kesungguhan yang ia lihat dari mata laki-laki itu membuatnya  mengangguk pelan. Dalam hatinya berdesir mendengar ucapan Cakka yang memintanya untuk tidak pergi.

"Bagus. Sekarang tunggu disini, biar gue yang lanjutin masak."

Lagi, Shilla hanya mengangguk patuh ketika Cakka berdiri dan menepuk pelan puncak kepalanya. Ia belum sepenuhnya mengerti dengan dirinya sendiri saat ini. Kenapa moodnya bisa berubah-ubah setiap berhadapan dengan Cakka? Laki-laki itu terus membuatnya frustasi, emosi, sedih. Tapi dalam waktu bersamaan, Cakka juga bisa membuat Shilla merasa bahagia.

***

"Kenapa kalian bisa lengah?!"

Alvin Walton, laki-laki berkemeja dark blue itu menggeram frustasi. Bentakannya barusan sukses membuat empat orang berbadan kekar yang berdiri di hadapannya menunduk dalam. Tidak ada yang berani menatap bos-nya sama sekali.

Reste Avec Moi [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang