Lirikan Mata

114 10 22
                                    

Yudha

Kupandangi satu persatu wajah-wajah keluarga baruku nanti. Di kelas 7.2 perempuan lebih banyak dibandingkan laki-lakinya. Selalu begitu. Entah kenapa. Salah satu tanda kiamat katanya. Betulkah begitu? Tak lama kemudian kakak OSIS masuk ke kelas ku.

Mereka menyuruh kami untuk memperkenalkan dirinya masing-masing meliputi nama lengkap, nama panggilan, alamat dan asal sekolah. Ketika seorang gadis mungil nan pendek mulai memperkenalkan diri, aku merasa aneh. Dia bertubuh kecil, pendek, kulitnya kecoklatan namun senyumnya sangat manis. Ada getaran aneh dalam hatiku ketika melihatnya berbicara.

"Perkenalkan nama saya Kirana Yuni Permata, panggil aku Rana. Aku dari SD Ketjubung dan aku tinggal di Jalan Cendrawasih No 6. Terima kasih,"

Nama yang indah. Suaranya terlihat sedikit gugup. Sepertinya dia pemalu dan pendiam. Wajahnya ngga ngebosenin, bikin nyaman liatnya. Subhanallah. Begitu indahnya ciptaan-Mu ini ya Rabb. Izinkan aku untuk membawanya pada rasa yang kuberikan pada-Mu meski Kau tetap menjadi rasa terbesarku. Izinkan aku untuk mencintainya dan menyayanginya karena-Mu ya Rabbi.

***

Author

Seusai perkenalan antar siswa di kelas 7.2, mereka diajak keluar untuk mengenal lingkungan sekolah di setiap sudutnya.

Ruang perpustakaan disini cukup luas untuk ukuran jenjang SMP. Selain itu, SMP Abdi Pertama memiliki dua buah kolam yang satu beranggotakan ikan lele dan yang satunya lagi beranggotakan ikan koki, ikan mas (kok enggak ada ikan mbak, ibu, ayah, dek, ya? Ah, diskriminan ini namanya:v). Kolam ikan lele terletak di dekat toilet perempuan, entah kenapa sekolah membudidayakan lele? Bukankah ikan mas dan koki itu sudah lebih dari cukup? Dan bukankah (lagi) lele bukan ikan hias? Kirana pun menanyakan hal tersebut kepada kakak kelas.

"Nanti kalau ikan lelenya udah gede-gede mau dijual dek, kan lumayan buat keperluan fasilitas sekolah wkwkwk," jawab salah satu kakak OSIS dengan kalem. Kemudian Kirana dan teman-temannya tertawa. Terlihat aneh memang. Sekolah berbisnis. Itu mungkin tepat untuk menggambarkan fenomena itu.

Kolam lele memang sedikit lebih kecil dibandingkan dengan kolam ikan mas. Mungkin karena faktor ruang. Tak ada lahan kosong lagi untuk memperluasnya kolam lele. Dan sayangnya, kolam lele tersebut terletak di ruang yang sulit diketahui orang jika sebelumnya tak tahu. Kenapa? Karena kolam itu dibuat di depan pojok kelas 9.1 di bawah tempat bekas air got. Ehm, lebih tepatnya aliran pembuangan air dari toilet gitu sih. Dan sadisnya lagi kolam tersebut hanya menggunakan terpal di sisi-sisinya. Entahlah, apa yang ada di pikiran para guru disini. Mungkinkah ikan lele akan bertahan lama? Ataukah akan mati sia-sia? Jika dia dapat bertahan setidaknya satu bulan, itu menandakan bahwa lele tersebut memiliki hati sekuat beton, nurani sebening awan, dan tak lain tak bukan karena dia sudah terbiasa diberi harapan yang berujung palsu. Hiks hiks. Kasian ya lelenya. Nah yang mati sia-sia itulah korban nyata yang sudah terlalu mendalami rasa sakit hingga tak tahan untuk hidup. Dia diajak untuk fertilisasi lalu ditinggalkan begitu saja. Ah sungguh malangnya dikau, lele.

***

Yudha

"Rupanya dia punya rasa ingin tahu yang tinggi. Ah dia pasti pintar," pikirku

Setelah berkeliling di lingkungan sekolah, kami kembali ke kelas. Kakak OSIS meminta kami untuk membuat sebuah papan nama. Papan nama itu dibuat dengan kardus yang dikaitkan menggunakan tali rafia yang nantinya dikalungkan di leher.

Papan nama tersebut berisi :
Nama lengkap
Nama panggilan
Hobi
Artis yang mirip

"Ini kesempatan ku buat tau apa yang dia suka," pikirku.

Kira-kira hobinya apa ya? Kalau dilihat-lihat sih dia anaknya pintar, jadi mungkin suka baca deh. Tubuhnya agak sedikit berisi juga, mungkin suka makan, haha. Manis banget sih, dia. Kaya martabak manis.

***

Happy readers!
Good night ya semua.
Jangan lupa vomentnya ya..
Aku padamu ❤❤


Salam rindu pada kekasih
SH

MuvonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang