Kuliahku semakin padat semester ini ternyata break itu ada gunanya juga. Aku sudah lama tak keliling naik busway, aku ingin mengisi hariku serta merta hatiku yang kosong untuk terisi kembali dengan sesuatu yang hidup lagi dari luar sana. Enam bulan sudah hubunganku berakhir, cinta pertamaku, kekasih pertamaku. Hilang. Entah karena aku yang begitu bodoh, atau tidak tahu bagaimana caranya berpacaran. Entahlah. Kevin adalah cinta pertamaku, dan itu tak 'kan bisa tergantikan oleh siapapun. Dua tahun bukan waktu yang singkat. Dan kami terlalu banyak kenangan untuk dipendam mendalam. Banyak hal, cerita, tempat dan suasana yang kerap kali mengingatkanku akan dia. Apakah dia juga merasakan hal yang sama? Aku makin terpuruk sendiri dengan duniaku, aku berusaha untuk tenggelam dengan kesibukan kuliahku yang tiap semesternya lebih menyusahkan dibandingkan semester awal. Ya, med-school tidaklah mudah. Organisasi yang kupegang juga menuntutku untuk bekerja lebih keras lagi. Dan acara kegiatan ekstrakulikuler yang kuambil, drama musical, akan segera dilaksanakan bulan depan. Artinya setiap hari aku harus latihan bersama anak-anak dramus non-stop. Tapi tetap saja, perasaan kosong tiba-tiba selalu terbersit dikala waktuku lenggang. Tak jarang pula kepalaku sering dihantui satu pertanyaan, "apakah semuanya harus begini?" pertanyaan itu yang selalu kuulang terus menerus dalam hati. Tak pernah ada suatu jawaban pasti, yang dipertanyakan juga hanya memberikan suatu jawaban yang menurutku menggantung.
Ku menyusuri koridor busway yang begitu panjang hingga sebuah busway mendapatiku tepat setelah aku sampai dihaltenya. Ku lirik jam tanganku, waktu menunjukkan pukul 4 sore. Aku lapar, mungkin aku akan makan junk food saja. Sembari memikirkan restoran junk food yang akan kudatangi aku memilah-milah rute busway yang akan kutempuh. Akhirnya aku memilih daerah Sharinj, mungkin BK disana saja. Perjalanan ke Sharinj tidaklah lama, kira-kira 10 menit. Dan aku bisa menikmati junkfood disini. Aku masih belum ingin pulang, ku putuskan untuk jalan-jalan sebentar ke Midhall Plaza.
Pucuk dicinta ulam pun tiba, aku bertemu dengan Kevin. Hendak ku sapa dia, tapi langkahku terhenti melihat sesosok perempuan setinggiku bersanding dengannya. Perempuan itu halus, bak seorang model, cantik dan kelihatan smart. Kevin punya saudara perempuan, Kynar, dan aku mengenalnya. Dan perempuan yang didepan mataku sekarang bukanlah Kynar. 'apakah itu pacarnya?' tanyaku lirih, kecewa. Aku berpikir aku bisa kembali dengan Kevin suatu saat nanti, tapi ternyata tidak. Aku pernah menanyakan apakah hubungan kami bisa kembali seperti dulu, tapi sepertinya Kevin tidak ingin membahas hal itu lebih dalam lagi - yang artinya dia tidak ingin kembali padaku.
Aku tidak seperti perempuan yang ada disampingnya sekarang, yang begitu halus, cantik dan sexy. Aku tidak terlalu pandai dalam hal berbusana dan berdandan. Jika ku berdandan, aku hanya meminta bantuan Maya, sepupuku, atau novi membantuku. Selebihnya adalah usahaku sendiri. Aku tidak berbusana cantik seperti perempuan ini. Tiba-tiba aku merasa jadi minder sendiri menatap mereka berdua. Mereka berdua tampak serasi. Aku ingin muntah. Bergegas ku pergi dari situ.
"ADUH" pekikku, "dasar bo.." makiku pelan terhenti ketika menatap siapa yang barusan menabrakku.
'astaga apakah aku bermimpi? Edgar?' Rahang tirusnya terkatup rapat seperti ingin marah. Ia tampak rapi dengan balutan tuxedo hitam, dan harus ku akui Edgar memang tampan, ia memiliki wajah yang tirus dan putih, iris matanya berwarna coklat muda, rambut model cepak dan alis matanya tebal, tinggi dan atletis, pria idaman semua wanita yang berjumpa dengannya. Seandainya dia juga bisa menjadi Kevin yang menjadi pria idamanku. "..doh." lanjutku. Dia menatapku sepintas kemudian pergi lagi. Sudah lama tidak berjumpa dengannya, mimik wajahnya terlihat sangat berbeda dibandingkan pertemuan pertama kami. Aku pun hampir melupakan kartu mahasiswaku yang dipegang olehnya, "astaga kartu mahasiswa!" pekikku pelan. Kemudian aku melanjutkan jalanku untuk keluar dari sini ketika kusadari Edgar telah hilang dibelakangku, aku sungguh lebih merasa tidak nyaman dengan keberadaan dua orang yang menurutku hadir disaat yang tidak tepat.
YOU ARE READING
Disenchanted, When The Lights Went Out
Short StoryAku pikir perasaan ini bisa ditekan. Tapi mengapa setiap ku berusaha menekannya sampai hancur, hatiku perih? Ingin kumainkan satu lagu untukmu sebelum aku pergi. Kumohon, jangan buat aku berubah dan memainkan lagu itu untukmu. Haruskah ku memperjuan...