"bisakah kau berhenti menginjak kakiku lagi? Sepatuku akan rusak!" desisnya ditelingaku.
"sudah kubilang aku tidak bisa berdansa, bodoh, jangan salahkan aku."
"tidak bisa berdansa, huh?" katanya mengulang kembali perkataanku. "sepertinya tadi aku melihat kau berdansa seperti putri-putri bangsawan. Apakah kau sengaja ingin mempermalukanku?"
"AWW!!!" teriak Edgar kesakitan, spontan mata beberapa orang yang ikut berdansa melirik kearah kami dan tertawa pelan. Aku menginjak kakinya saking kesalnya dengan ocehan yang dikeluarkan olehnya. "berhentilah mengoceh, aku juga menginjak kaki Kevin tadi beberapa kali."
"huh beberapa kali." Desisnya lagi.
"kamu kenapa sayang? Kok daritadi murung mulu?"
Kevin menengok ke arah suara itu, mengganti pemandangan didepan matanya yang berdiri banyak orang bergerak kesana kemari, salah satu dari mereka adalah Edgar dan Andrea. Ia menatap Tyar dalam kemudian menanyakan pertanyaan yang sungguh menyentuh perasaan perempuan disampingnya itu, "Tyar, apakah kau sungguh-sungguh mencintaiku?"
"apa yang kau bicarakan? Tentu saja iya, aku juga siap seperti Indah jika kita akan bertunangan malam ini juga." Tyar memeluk Kevin memberikan suatu jawaban pasti bagi hati Kevin yang gundah, menentramkan hatinya yang gelisah.
Kevin serasanya hancur berkeping-keping mendengar kata-kata Tyar. Entahlah, tapi dia juga menyayangi Tyar sama seperti dia menyayangi Andrea. Sayangnya untuk Tyar, akan sedikit berbeda dengan sayangnya untuk Andrea. Andrea hanyalah masa lalu dan Tyar adalah masa depannya.
***
"kemana saja kau selama ini, kenapa baru pulang?" Tanya Edgar terlihat jengkel menunggu depan flat.
"apakah kau tidak lihat, aku masih menggunakan baju yang sama daritadi pagi?"
"tapi kenapa aku ke kelasmu kau tidak ada?"
"kapan?" tanyaku asal sambil mencari kunci dan membuka pintu flat itu.
"jam 12 tadi."
"entahlah, mungkin aku sedang ke toilet."
"tidak, aku menunggu sampai kelas masuk, dan kamu tidak ada didalamnya." Jawabnya dengan nada datar. "apakah kau berbohong?"
"untuk apa aku berbohong." Desisku tajam. "lagian untuk apa kau menanyakan hal-hal seperti ini, toh sekarang aku pulang." Ucapku kasar. Aku sudah begitu capek hari ini dan aku tidak ingin diinterogasi macam-macam oleh dia.
Hari ini, aku bolos kuliah jam akhir, ketika istirahat aku flashback kehidupanku yang dulu, ketika semuanya belum ruwet seperti ini. Aku pergi ke Indoor Climbing Gym tempat dimana aku dan Kevin biasanya menghabiskan waktu ketika jam kuliah kami kosong. Dia sering mengajariku banyak hal, entah itu mengenai alam atau tentang hidup, apapun. Aku begitu merindukannya. Aku tidak bisa menggambarkan perasaanku saat ini. Pertama, Kevin meninggalkanku. Aku mengerti dengan kesibukkan kami masing-masing. Kevin begitu mencintai organisasi alamnya, sementara aku masih terus berkutat dengan kuliahku. Bukannya aku tidak pernah mengikuti kegiatan Kevin, aku juga salah satu anggota mereka, kegiatan mereka benar-benar memacu adrenalin hidup. Tapi aku harus menentukan prioritasku saat ini, mana yang ingin aku utamakan dan itu jatuh pada kuliahku tentu saja. Aku terus mencari suatu jawaban pasti dari mulutnya tentang 'kenapa?', 'Apakah se-simple ini?' Tidak mungkin, aku tidak percaya. Kami sudah berhubungan selama 2 tahun, for godsake! Tapi, mungkin inilah jawabannya, ada seseorang yang sepadan dan cocok dengannya, bukan aku, tapi dia. Ya pacarnya Kevin, sepupunya Edgar. Dunia sungguh tak selebar daun kelor ternyata. Aku harus mengenal dengan orang yang tak begitu ingin kukenal. Tyar wanita yang baik dan lemah lembut, begitu santun dan gemulai. Pembawaannya sempurna. Cantik dan berwawasan luas. Sama seperti Edgar, bijak dalam berkata-kata, kadang aku merasa risih bila aku membayangkan aku berdiri disebelah kiri dan Tyar disebelah kanannya Kevin. Karena Tyar lebih cocok. Aku sedih dan kecewa. Karena aku tak bisa menjadi seperti apa yang Kevin harapkan. Aku sungguh merasa sangat berdosa karena sempat berharap Kevin akan merebutku kembali sementara tyar yang tidak tahu apa-apa akan dilukai karena keegoisan diriku sendiri. Tyar terluka? Lebih baik aku, aku tak bisa membayangkan orang seperti Tyar terluka.
Kedua, Edgar yang menurutku hidupnya begitu sempurna, ternyata kehidupannya begitu diatur oleh sang Oma. Pesta kemarin yang menjadikanku Cinderella, ternyata adalah pesta yang akan mengumumkan bahwa Edgar akan menjadi pewaris tunggal Oei Group sekaligus melaksanakan prosesi pertunangan yang sempat dirahasiakan sampai ia membawa seseorang untuk dijadikan tunangannya hari itu. Orang tua Edgar meninggal ketika dia berusia 8 tahun dalam kecelakaan lalu lintas di Barcelona. Edgar selamat, tapi kedua orang tuanya tidak. Luka yang bisa kau lihat adalah sebuah luka baret cukup panjang di temporal kepalanya. Luka itu ternyata membawa sebuah trend mode sendiri baginya. Seperti potongan garis rambut yang dibuat dengan sengaja, tapi ternyata tidak. Kau hanya bisa melihat mungkin itu disengaja, tapi tak bisa kau rasakan bagaimana luka itu sendiri tertoreh cantik dikepalanya dan juga hatinya. Sampai saat ini aku terus berdoa, mengucap syukur karena mama dan papaku masih tetap utuh walaupun dalam keadaan terpisah. Asal kalian tahu saja, Edgar berusia 28 tahun dan sedang mengambil Magister Teknik Sipil. Perbedaan usia kami kadang membuatku risih karna secara fisik Edgar begitu mapan begitu pula dengan pergaulannya dan secara batin tentu saja Edgar sudah siap untuk menikah dan menginginkan kebutuhan biologisnya terpenuhi dimana aku belum bisa memenuhinya. Siapa yang tahu dia dan pasangannya dulu sudah pernah melakukannya atau tidak. I don't care.
Aku selalu lari dari Edgar akhir-akhir ini, aku berusaha untuk ditemukan oleh pangeranku. Tapi pada akhirnya aku tetap pulang kepada Edgar dan dialah yang menemukanku. Dimana sebenarnya dirimu berada wahai pangeranku?
Ketiga, kuliahku disemester ini begitu kacau. Blok-blok yang harus kulewati sungguh sangat menyusahkan! Mulai dari sistem muskuloskeletal, kardiovaskular dan respirasi. Begitu padat jadwalnya dan ujiannya jangan ditanya lagi. Tiap kuliah pasti aku tidur, dan ada beberapa kali aku bolos kuliah saking ruwetnya semua hal ini dikepalaku. Aku butuh tidur tapi ketika aku berada diatas ranjang, aku jadi tak bisa tidur. Drama musical tinggal sebentar lagi, dan aku merasa tidak yakin akan menjadi pengiring acara itu. Teman-temanku begitu menyukai Edgar setelah aku mengenalkannya pada mereka, sebagai teman tentunya, tapi kenapa aku sama sekali tidak? Mereka belum tahu apa yang sebenarnya terjadi, aku tak bisa membayangkan jika harus menceritakan hal ini pada mereka. Mungkin aku akan menjadi satu-satunya anak FK yang telah bertunangan! Aku meminta hal yang sama pada Edgar dan Tyar untuk tidak menceritakan hal ini pada siapapun. Tapi entah bagaimana Kevin dan orang-orang yang hadir pada saat pesta pertunangan. Cobalah kau membuang bulu-bulu ayam dari atas balkonmu. Dan cobalah untuk mengumpulkannya kembali, akankah semuanya terkumpul?
"aku ingin minta kunci duplikat flat-mu ini."
Mataku membelalak dengan mulut kembung penuh dengan air.
"ya, kunci duplikat. Flatmu." Katanya menjelaskan lagi per katanya dan aku meneguk air yang terisi penuh dimulutku.
"oh apakah sekarang aku tidak memiliki ruanganku sendiri?" balasku sarkastik.
"aku bosan harus menunggumu berjam-jam diluar tanpa tahu kamu dimana!"
"yasudah, jangan datang kesini!"
"andrea!" panggilnya sementara aku berjalan dengan kesal menuju kamarku. "kenapa kau membuat segala sesuatunya begitu sulit?"
"aku? Membuatnya sulit?" tanyaku kembali dengan tawa sarkastik, kubanting pintu kamarku.
"besok aku jemput kamu, kita sama-sama ke kampus." Ujarnya. Sepersekian detik tidak ada jawaban dariku, dia berteriak memanggilku, "andrea?"
"IYA!" teriakku dari kamar.
YOU ARE READING
Disenchanted, When The Lights Went Out
Cerita PendekAku pikir perasaan ini bisa ditekan. Tapi mengapa setiap ku berusaha menekannya sampai hancur, hatiku perih? Ingin kumainkan satu lagu untukmu sebelum aku pergi. Kumohon, jangan buat aku berubah dan memainkan lagu itu untukmu. Haruskah ku memperjuan...