-:-
Setelah satu jam menunggu hujan reda, akhirnya Sougo dan Souichirou diizinkan Gintoki untuk pulang kerumah. Mertua Sougo yang sekarang sudah menikah dengan pemimpin Hyakka itu meminjamkan kamar mandinya dan hakama biru-putih untuk Sougo pakai sementara.
Untunglah, Gintoki dan istrinya tidak bertanya lebih lanjut ketika Sougo mengatakan ingin menceraikan Kagura (tentu saja tidak dihadapan Souichirou). Tautan umur yang sedikit jauh menjadikan Gintoki dan Tsukuyo sudah memiliki pengalaman tentang ini.
Jadi, disinilah kedua lelaki kita. Berjalan bergandengan tangan dibawah payung ungu milik Kagura dulu. Entah apa yang ada dibenak Sougo sehingga ia memutuskan untuk memakai payung lama yang sengaja ditinggalkan pemiliknya di Yorozuya.
Souichirou kecil bersenandung sembari menatap jalanan yang mulai sepi. Senandungnya terdengar datar karena ia berdarah Okita Sougo. Rintik hujan masih menyerbu aspal. Jalanan juga masih becek.
"Papi ..." panggil Souichirou.
Sougo menoleh, "Dimana Mami?" dan mendengarkan pertanyaan yang paling tidak ingin ia jawab saat ini.
"Mami masih ada pekerjaan. Souichirou akan tidur lagi bersama Papi malam ini. Apa itu oke?" Sougo menahan senyumnya sebentar saja. Mengontrol suaranya tetap datar dan terdengar ramah.
"Hee ... Usotsuki." Sougo menghardik ucapan datar yang dikeluarkan bibir kecil anaknya.
"Aku nunggu Mami pulang saja. Pelukan Papi tidak sehangat Mami sih."
Ucapan terakhir Souichirou membuat Sougo terdiam. Ia tidak membalas, hanya mengalihkan pandangannya ke depan dengan mata kosong.
Pelukan Papi tidak sehangat Mami sih.
Tentu saja, Sougo pun berpikiran begitu. Pelukan Kagura lebih menghangatkan dari matahari sekalipun. Sougo mengeratkan pegangannya pada Souichirou. Takut jika cahayanya hilang ditelan kegelapan.
"Kau rindu Mami?" tanya Sougo malam itu.
Suara rintikan hujan menjadi latar belakang perbincangan ayah-anak itu. Cuaca masih mendingin tanda rintikan hujan ini akan berlangsung lama. Sisi kiri hakama yang dipakai Sougo basah karena hujan. Pria itu sengaja agar anaknya tetap berada dibawah naungan payung. Dibawah lindungan payung milik Kagura.
Si kecil tidak menjawab, wajah datar yang didapatnya dari Sougo itu menunduk agar tak beradu pandang dengan ayahnya. "Tidak kubilang pun ... Papi pasti tau," ucapnya pelan.
"Papi selalu bilang ... Mami kerja, Mami kerja, dan Mami kerja. Untuk apa Mami bekerja jika Papi bisa beli satu pabrik sukonbu? Aku tau makan Mami banyak, uang Papi juga banyak, jadi tidak ada masalah dengan itu." —justru karena makan Mami-mu yang membuat Papi berpikir dua kali ketika melamarnya. "Gin-chan saja sering malas-malasan. Tidak mungkin dia mengirim Mami bekerja sendirian di luar sana." Karena diumur sekecil ini Souchirou sudah tau apa arti Yorozuya.
Sougo dan Souichirou tetap berjalan menembus hujan. Suara katana dan hakama yang bergesekan terdengar seiring langkah kaki memanjang. Dingin memang, angin menyambut surai pasir dan oranye malam itu.
"Mami-mu itu ... keras kepa--"
"Kalau Papi yang bilang, Mami pasti mau berhenti!"
"!"
Sougo kaget setengah mati saat Souichirou menarik genggamannya, mengajak Sougo untuk berhenti sejenak.
"Ka-lau Papi yang bilang ... Ma-mami pasti mau berhenti," ulangnya sekali lagi. Wajah bulat itu menunduk. Hati Souichirou kecil serasa diremas, anehnya Papi-nya hanya diam saja tanpa berkata apa-apa lagi.
Souichirou mempererat genggaman tangannya. "Mami masih sayang kita ... kan?" —Aku pun menanyakan hal yang sama. "Mami akan pulang malam ini, kan?"—Ya, hanya untuk mengambil barang-barangnya. "Sarapan apa yang dibuat Mami besok? Apa tamago gohan lagi, ya?" —Sereal sudah cukup untuk pertumbuhanmu.
"Nee Papi ..." Air hujan mulai merembes ke hakama yang dipakai Sougo. Petir kembali menyambar, seiring Okita Souichirou mengangkat wajah bulatnya. "Ayo jemput Mami."
"..."
Sougo terdiam selama beberapa detik. Wajahnya tetap datar (walau hatinya berekspresi diluar karakternya). Berkata sedikit pun tidak akan bisa ia keluarkan setelah melihat wajah anak kesayangannya.
Kemudian, hatinya serasa diremas, ditusuk berkali-kali oleh bokuto Gintoki dan ditabur dengan mayones Hijikata.
Sialan pria berambut hitam itu. Siapa dia? Darimana Kagura mengenalnya? Apa hubungan mereka? Dan kenapa Kagura menerima sentuhan pria itu?
Kalaupun terpaksa, Kagura pasti menghajarnya habis-habisan karena dia seorang Yato. Seorang wanita dari klan petarung yang paling hebat di alam semesta. Seorang wanita yang harga dirinya tidak mudah dijatuhkan begitu saja. Jujur saja, Sougo tau—lebih tau dari siapapun bahwa Kagura sangat menyayangi Souichirou, menyayangi mereka berdua. Bagaimana cara wanita itu memarahi kedua lelakinya yang suka sekali membolos pekerjaan dan sekolah (sifat sadis Sougo akhirnya menurun), juga bagaimana cara wanita itu membuat luluh kedua lelakinya. Bahkan saat anak pertama mereka lahir, dia tidak akan segan-segan melempar benda apapun kepada yang menyentuh anaknya.
Sougo tertawa kecil sembari memaklumi kala itu, karena dihari itulah keluarga kecil mereka bertambah satu anggota lagi. Suara Kagura yang serak masih ia ingat. Ketika wanita yang dicintainya itu menatapnya dengan tatapan sendu, memegang tangannya dengan erat, dan mengucapkan 'terima kasih ... terima kasih' berkali-kali. Bodoh, seharusnya ia lah yang berterima kasih.
Ingatan itu hancur begitu saja saat senyum pria berambut hitam panjang yang bersama Kagura tadi lewat sepintas. Sougo pikir, kebahagiannya tidak akan direnggut oleh siapapun. Kalaupun direnggut, mungkin dia yang mati dalam medan perang mengingat dirinya seorang polisi khusus.
Tapi ... selingkuh?
Parahnya ... istrinya yang selingkuh?
Tidak pernah terpikirkan olehnya sedikitpun. Kagura wanita baik-baik—tercoret setelah melihat wajah Kagura yang memerah dan menerima secara terbuka ketika tangan pria itu menyentuh tubuhnya.
Sialan sialan sialan.
Kagura hanya miliknya seorang.
Souichirou hanya miliknya seorang.
Ia menyayangi keduanya. Tak bisa dipungkiri lagi bahwa Sougo bahagia memiliki keduanya—benar-benar bahagia merasakan kehangatan keluarga yang sudah lama tak ia rasakan. Genggaman erat ditangan Sougo menyentaknya dari alam bawah sadar. Mata Souichirou adalah hal pertama yang ia tangkap saat itu. Manik yang sama ketika ane-ue nya pergi. Ekspresi yang sama ketika ane-ue nya meninggalkannya.
Lidah Sougo kelu barang mengatakan kebohongan sedikitpun, "... mami-mu ... tidak akan pulang setelah Papi mengusirnya." Maka, Okita Sougo lebih memilih jujur pada buah hatinya dan Kagura.
"Papi ... dadaku sakit." Ia mendongak menatap Papi-nya.
"Aku mau Mami." Ada isakan yang terdengar ketika Souichirou mengatakannya. "Papi ... aku mau kita bertiga tidur bersama lagi."
TAK.
Payung ungu Kagura terlepas dari genggaman Sougo. Rintik-rintik hujan mulai merembes ke hakama yang dipakai kedua orang itu.
Sougo tidak tau harus apa ... ketika Souichirou mulai menangis memeluk kakinya yang berbalut hakama basah.
Sial, wajahku jadi basah karena air hujan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Live Like You're Dying
FanfictionSebuah malam dimana terjadinya keretakan di rumah tangga Okita. "Nee Papi ... Ayo jemput Mami."/"Dia tidak akan pulang setelah Papi mengusirnya."/"Berhenti bersikap egois dan keras kepala seperti ini, Sougo!"/"Oh, lihat siapa yang egois sekarang." ...