4.a

1.1K 74 4
                                    



Lanjutan...

****

Tri, mau nggak jadi pacar, Kakak?"ungkap Yoga tiba-tiba. Membuat keduanya menghentikan langkah mereka.

Wajah Tri semakin memerah saat mendengar ucapan Yoga. Perasaannya bercampur aduk, saat ia dengan berani mengangkat wajah menatap sepasang mata hitam milik Yoga dan mendapati mimik serius dari wajah pria itu. Tri malu, entah mengapa ia malah kikuk lalu memilih memutar arah dan berlari secepat mungkin untuk pulang ke rumah.

Yoga setengah tersenyum melihat reaksi gadis kecil yang dikerjainya itu, semoga gadis kecil itu tidak marah jika mengetahui kebenarannya. Karena jujur ia hanya penasaran, mengetahui reaksi seorang gadis seumur Tri,  jika mendapatkan pernyataan cinta darinya. Yoga bahkan tidak mengingat kapan, terakhir kali ia menawarkan hubungan pada seorang gadis.

Tri meninggalkan jejak-jejak kaki di pasir, dengan perasaan senang yang tidak ditutup-tutupi. Tekanan pada kakinya tidak menghambat kuatnya ia berlari menuju rumah. Nafasnya tersengal-sengal. Tak urung, tawa bahagia meliputi benaknya. Ah..rasanya memang sangat indah. Seumur hidup Tri belum pernah merasakan, rasanya ditembak seorang lelaki. Dan jika rasanya semenakjubkan ini, ia rela menukarnya dengan apapun yang dimiliki. Sulit diungkapkan dengan kata-kata.

Hampir satu jam waktu yang digunakan Tri untuk mengingat kembali percakapan mereka. Kata-kata pria itu terus saja berputar di kepalanya. Jujur ia merasa bersalah meninggalkan pria itu tanpa ucapan.

Aduh, Kak Yoga pasti nganggap aku kekanak-kanakan deh! karena aku langsung lari? Apa aku harus jujur sama Lika? Kalau dia marah, gimana?

Kepala Tri terangkat ketika menyadari suara langkah kaki. Dan itu milik Lika.

Lika yang datang langsung mengambil tempat duduk di samping Tri dan menatap gadis itu sambil tersenyum penuh arti.

"Li, kenapa kamu senyum-senyum sendiri? Kesambet, ya?"

"Ah..ganggu aja kamu. Yang jelas hari ini adalah hari yang paling bersejarah buatku," ungkap Lika masih dengan senyum mengembang di wajahnya.

Tri mengerutkan keningnya, lalu kembali bertanya.

"Bersejarah? Maksud kamu?"

"Ets..tapi ini rahasia kita berdua ya, jangan bilang sama siapa-siapa, awas kamu klo sampe bocor!!" ancam Lika penuh teka-teki.

Alis Tri bertaut, menandakan kebingungannya.

"Aku juga punya sesuatu  yang penting kok. Jadi kita lihat, kira-kira siapa yang bakal terkejut, jadi tadi...." Tri memukul kepalanya, karena hampir membocorkan kejadian tadi.

Lika tak perduli dengan ucapan Tri, benaknya masih berseliweran berbagai hal yang telah dilakukannya tadi. Hal yang menakjubkan baru saja terjadi seumur hidupnya dan ia berhasil memperdayai lelaki itu untuk terus ikut dalam pusaran penasarannya. Lika sama sekali tidak menyesalinya. Lama Lika terdiam dan menatap temannya.

"Tri, aku beneran jatuh cinta sama Damar. Dan pegang kata-kataku. Hanya Damar. Titik."

Tri memasang mimik ingin tahu, apa yang terjadi pada temannya ini hingga mengeluarkan kata seantusias itu.

"Iya. Aku tahu. Terus, yang buat kamu seperti ini itu apa?" tanya Tri penasaran.

"Tri, siang tadi aku baru saja habis gituan sama Damar," ucap Lika pelan.

"Hah? Gituan? Gituan gimana maksudnya?" ucap Tri bingung.

"Kamu belagak bego atau gimana sih? Aku habis...." Lika memajukan wajahnya dan berbisik di telinga Tri.

Kontan Tri yang mendengarkan menjadi kaget, ia sungguh tidak menyangka bahwa temannya, memiliki keberanian yang begitu besar untuk melakukan hal seperti itu.

"Nggak mungkin Li, serius kamu?!" Pandangan Tri jadi intens menatap temannya dari ujung kaki hingga ujung rambut. Tak urung rasa kaget dan penasaran menghinggapinya. Dirapatkan badannya agar kebih dekat dengan Lika.

"Nggak lah, kamu pikir aku main-main? Tapi yah Tri...aku..gimana ya..., aku jatuh cinta beneran sama Damar. Gila!! Aduh...seumur-umur baru kali ini, aku ngerasa dapetin pria yang pas banget mengisi ruang kegilaanku, dia ini mirip puzzle yang udah lama kucari, tau nggak Tri?" Lika menjelaskan dengan antusias sambil tersenyum bahagia menatap Tri. "Eh.. yang tadi mau kamu omongin, apa sih? Sorry, aku terlanjur senang."

"Li,  bisa temenin aku ke rumah kak Yoga nggak?" pinta Tri.

"Bisa dong!! Aku justru senang bisa punya alasan ke sana lagi."

"Tapi kamu nggak apa-apa banyak jalan gitu. Kan katamu tadi abis begituan? Emang ga sakit?" tanya Tri penasaran sambil tersenyum.

Wajah Lika langsung merah padam mendengar pertanyaan Tri. " Tri...kamu tuh bisa banget ya godain aku. Sebenarnya sih masih sedikit sakit. Tapi demi ketemu abang Damar, adek rela kok," ucap Lika sedikit mendramatisir keadaan.

Tri berjalan sambil tertawa lebih dahulu meninggalkan beranda rumah Oma Mur, ia bahkan terlihat senang  karena Lika tak keberatan menemaninya. Tak lama Tri dan Lika sudah berada di depan pintu pondok Yoga saat mendengar suara tawa dari dalam sana.

Lika yang terlebih dahulu mengeluarkan isyarat, agar mereka tidak mengeluarkan suara apapun supaya lebih jelas mendengar pembicaraan dua lelaki itu.

"Dam, aku baru saja main- main dengan gadis kecil temannya si Lika itu. Aku sih, sebenarnya hanya niat main-main dan mau bilang langsung, tapi anaknya keburu lari, jadi ya...mau gimana lagi," ucap Damar sembari terdengar tawa pelan.

" Main-main gimana?" tanya Damar penasaran.

"Nggak, tadi aku iseng minta dia jadi pacarku."

"Terus? Tuh cewek bilang apa?"

"Nggak ada, dia lari. Kabur. Padahal baru saja mau ku ralat, kalo cuma becanda. Menurutmu dia bakal sakit hati nggak?"

"Entahlah, Ga. Terakhir kali aku ketemu wanita, semuanya berakhir di tempat tidur, jadi jangan tanyakan hal-hal yang seperti itu padaku."

Yoga masih tersenyum dengan penuturan  Damar, saat ia teringat sesuatu.

"Jangan bilang, gadis yang tadi datang juga berhasil kamu embat? Gilaa kamu Dam....." Yoga sudah mendekati Damar, saat pria itu membela diri.

"Aku sudah nawarin dia keluar dan kembali masuk ke kamar. Lalu menutup pintu. Tapi gadis kecil itu malah masuk dalam kamarku dan menyerahkan diri dengan sukarela. Pilihan apa yang ku punya jika dia mulai membuka semua pakaiannya di depanku?" ucap damar santai.

"Lalu di mana Lika, sekarang?" tanya Yoga tak habis pikir dengan jalan pemikiran temannya itu.

Damar menarik nafas panjang dan berpikir sejenak, "Sepertinya di balik pintu, kembali mendengar pembicaraan kita."

"Apa??"

*****

So ini sedikit lanjutan sebagai bahan pertimbangan bagi yang masih berkenan untuk mengoleksi karya amatiran saya. Karena di beberapa bagian terdapat adegan dewasa maka disarankan bagi pembeli berusia dewasa muda.

Bagi yang menanyakan new version dari bertekuk lutut, penggarapannya masih berlangsung. Ada yg tanya, kok lama banget kan hanya satu buku? Jadi cukup diketahui, kerjaan saya bukan murni seorang penulis ada beberapa daftar pekerjaan yang harus saya selesaikan dan lebih mendesak. Makanya nasib seorang ibu beginilah adanya kawan-kawan.

Free ongkir khusus pemesanan 2-4 september.
Nah bagi yang ingin mengoleksi serial amran tanpa PO mekanismenya mudah saja, silahkan line ke emeraldthahir atau email emeraldthahir@gmail.com. Pengiriman mulai senin ya biar dikirim sekalian jadi gak pisah-pisah. Karena saya dibantu penerbit lovrinz dalam hal distribusi. Ada dua pilihan yang bisa kalian pilih bagi 30 pemesan pertama. Ingin buku dikirim hari senin dari cirebon atau dikirim hari rabu depan dari kota jogjakarta free tas kecil, dan tentu semuanya free ongkir.

Bagi yang bukunya belum tiba silahkan komplain ke line emeraldthahir.

BALLONiSTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang