03

83K 2.6K 17
                                    

Fabian tidak mengerti dengan jalan pikir Aleta. Gadis itu benar-benar sudah terbutakan dengan cintanya pada Fabian. Ia benar-benar menginginkan Fabian menjadi miliknya.

"Aleta, jangan gila!"

Aleta tersenyum kecil, kemudian berdiri dan menyilangkan kedua tangannya di depan dada, ia menatap Fabian dengan intens, "Lalu, kau ingin aku yang memulainya?"

Fabian  mengernyitkan keningnya, kemudian matanya semakin melebar ketika melihat gerakan tangan Aleta yang mulai melepaskan kancing kemejanya. Fabian pun dengan sigap berdiri dan menghentikan tangan Aleta. 

"Kesabaranku sudah habis, Leta. Aku setuju dengan taruhanmu, jika kau menang, maka akan ku jadikan kau sebagai kekasihku. Lakukan segala cara dan buat aku mencintaimu, jika bisa." ucap Fabian tegas kemudian keluar dari kamar itu.

***

Keesokan harinya Aleta bangun dan sudah menemukan pakaian serta alat make up nya di ranjang. Sepertinya Fabian yang mengambilnya dari rumah, karena ia merasa pagi-pagi buta Fabian sudah pergi dari hotel.

Aleta turun dari ranjangnya dan bergegas untuk mandi. Setelah semuanya selesai, Aleta keluar dari kamar dan berjalan ke ruangannya. Di ruangannya, Aleta merebahkan dirinya di kursi panasnya dan memeijit pelipisnya yang sakit. Ia tidah tahu mengapa, tapi tiba-tiba saja kepalanya berdenyut dan merasakan sakit yang luar biasa.

Drt...

Aleta mengambil ponselnya dan langsung meletakkannya di telinga sebelah kiri, tanpa melihat siapa yang menghubunginya.

"Halo."

"Sudah sarapan, sayang?"

Aleta mengenal suara itu, "Sudah, Ma."

Bohong! Ia bahkan tidak berminat untuk sarapan.

"Baiklah, pulang lah malam ini. Keluarga Steven akan hadir."

"Baik, Ma."

Setelah itu sambungan terputus dan Aleta meletakkan ponselnya di tempat semula.

Dok...Dok...

Aleta mendongak dan melihat Fabian yang sudah berdiri di pintu ruangannya, "Ada apa?"

"Ada rapat pagi ini, ayok."

Aleta menghembuskan napasnya dan berdiri, ia berjalan ke arah Fabian dan tubuhnya hampir saja jatuh jika Fabian tidak menahannya.

"Kau kenapa?" tanya Fabian khawatir.

"Aku tid-"

Ucapan Aleta terhenti karena ia sudah kehilangan kesadarannya. Fabian yang melihat hal itu sangat cemas, ia pun menggendong tubuh Aleta dan membaringkannya di ranjang yang memang sudah di siapkan di ruangan itu. Setelah membaringkannya, ia memandang wajah Aleta dengan lembut. Aleta dan Alena memang kembar. Tapi mereka jelas berbeda. Jika Alena memiliki wajah cantik yang ramah, maka Aleta memiliki wajah cantik yang dingin. Mereka berdua cantik dalam artian yang berbeda, dan entah mengapa Fabian lebih menyukai kecantikan Aleta.

Menyukai? Sebenarnya, Fabian menyukai Aleta. Ia menyukai gadis itu sejak ia menangis di pelukannya karena kepergian Steven. Tapi Fabian menyangkal fakta itu karena ia tidak ingin menjalin hubungan terlarang dengan Aleta. Dan selama satu tahun ini ia hampir berhasil melupakan cintanya, jika saja Aleta tidak menyatakan cintanya kemarin.

"Eung..."

Fabian menegakkan tubuhnya ketika ia mendengar rengkuhan Aleta. Aleta terlihat mengerjapkan matanya dan bangkit.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya Fabian langsung.

Aleta hanya mengangguk, "Bisakah kau membelikanku makanan?"

FABIALETATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang