Rasa

4 3 0
                                    

Sehabis istirahat kedua, pukul 12.00 seluruh panitia dan anggota osis mengadakan rapat untuk VEGA DROP. Juli yang sudah lama naksir ketua osis sangat senang mendengarnya. Sedangkan Dy hanya senang karena memiliki kesempatan untuk tidak mengikuti pelajaran biologi.
"Dy, Sam ganteng banget!" Kata Juli sambil menarik-narik tangan Dy.
Sedangkan Dy melihat sekeliling nya mencari-cari Axel karena dia melihat banyak anak basket yang ikut rapat itu. Tiba-tiba matanya tidak lagi bergerak, hanya melihat ke satu titik. Terukir senyum di wajahnya, pipinya merona.
"Jul, Axel ganteng banget" balas Dy tanpa merespon perkataan Juli yang berkata kalau San san, sang ketos itu ganteng. Bukan hanya ketos, tetapi juga kapten tim futsal.
"Selamat siang semuanya. Pertama saya mengucapkan terima kasih untuk semua yang berpartisipasi. Saya akan bagiin kertas yang berisikan nama-nama koordinator lomba-lomba dan apa aja tugasnya" Pembukaan dari ketua osis. Para anggota osis membagikan selembaran kertas berwarna putih. San san menjelaskan tentang tugas masing-masing, dan Dynar sebagai seksi humas dan juga bertanggung jawab untuk mengelola lomba basket di bantu oleh Arya, Axel, San san, dan Juli.
"Dy, anak cheers mau minta tolong, mereka kekurangan orang" kata Juli.
"Juli!" Sam memanggil Juli dari jarak yang cukup jauh.
Mendengar suara itu, Juli menoleh, matanya mencari-cari sumber suara, berharap telinganya tidak membohongi dia. Dan ketika matanya menemukan sosok cowok sedang berdiri dan melambaikan tangannya, dia mematung, jantungnya terus berdetak tidak mengikuti irama. Tidak beraturan.
"Juli!" Sekali lagi Sam memanggil, memastikan kalau dia di sana. Roh nya yang di maksud.
"Eh? Iya? Kenapa?" Juli tidak bisa mengontrol ekspresi di wajahnya, alias SALTING.
"Sini" Sam melambaikan tangan, menyuruh Juli menghampirinya.
"Nanti kita ngomong lagi, gue mau ketemu anak garuda" Dy menepuk bahu Juli.
"Kenapa?"
"Mereka mau kasih kartu pelajar sama foto" Dynar langsung berlari karena siswa dari Garuda National High sudah menunggu cukup lama sampai rapat selesai.
***
"Dynar!" Dynar yang jauh di depan berbalik arah ketika namanya dipanggil.
"Garuda ya?" Dynar yang terengah-engah berusaha tetap tersenyum manis kepada cowok-cowok itu.
"Sorry, lama banget ya? Ngobrol di kantin aja gimana? Biar nyantai" Dynar membuat senyum manis lagi di wajahnya.
"Boleh" salah satu dari cowok-cowok itu menjawab. Yang paling tampan. Dynar dengan senang hati mengantarkan cowok-cowok tampan itu ke kantin.
"Mau minum apa?" Tanya Dy.
"Apa aja deh" yang lainnya ikut menjawab sama.
"Kenalin, gue Kevin" Kevin menjulurkan tangannya, Dynar pun menjabat tangannya tanpa ragu-ragu dan memberikan
senyum terbaiknya. Karena dia yang paling tampan. 'Oh, jadi dia yang namanya Kevin. Ganteng juga' Dynar membatin.
"Gue Dynar.." Jawab Dy.
Dy tidak banyak bicara karena ke lima cowok itu selalu saja mengeluarkan celetuk-celetukkan yang tidak di mengerti oleh Dynar. Tetapi dia berusaha untuk tetap ramah. Sampai akhirnya transaksi pun selesai.
"Sampe ketemu di pertandingan, Dy" Kevin tersenyum ramah.
***
Arya dan Axel menghabiskan waktu di luar jam pelajaran hanya dengan mondar-mandir tanpa tujuan. Sampai akhirnya mata Arya tertuju pada gadis yang sedang asyik dengan es jeruknya dan ngedumel sendirian di lorong yang sangat sunyi.
"Jadi Lolla putus dari Kevin terus sama Haikal? Gila ya tuh cewek. Bagusan Kevin kemana-mana lah. Ganteng lagi"
"Dynar manis juga" Arya berjalan di depan Axel dengan tangan di dalam saku. Axel tidak mengikutinya, hanya menatap Dynar tanpa ekspresi dan perasaan yang jelas.
"Ah! Lupa!" Dynar menepuk keningnya sendiri, "Lapangan!" Dynar kembali berlari dan melempar gelas es jeruknya yang sudah habis ke dalam tong sampah. Axel tersenyum geli melihat tingkahnya.
Dynar merapikan lapangan, dari atas sana dia menyaksikan cowok-cowok yang sedang latihan basket. Tetapi matanya terus tertuju kepada Axel yang bahkan hanya duduk-duduk saja.
"Ada yang liat Dy gak?" Melihat Juli datang dan menanyakan Dy, sontak membuat Dy nyaris memanggil tetapi, "Ngilang mulu, sok sibuk banget" Juli menggerutu. Lantas Dy mengurungkan niatnya dan langsung turuh ke bawah. Dan keluar melalui pintu yang lain.
"Juli" suaranya terdengar lelah.
"Dynar! Anak cheers nungguin lo!" Dengan semangat Juli mengajak Dy dan berlari. Sekali lagi Dynar berlari.
"Kenapa?" tanya Dynar.
"Tolong buatin koreo dong, Dy.. Lagunya udah ada" Juli salah satu anggota tim cheers, dan dia bisa saja memberitahu itu tanpa harus membuatnya lari-lari menemui semua anggota cheers.
"Iya, kirim lagunya ke email gue" jawab Dy sebelum akhirnya dia melepaskan tangan Juli dan meninggalkannya. Entah ada apa dengannya, tetapi Dynar terlihat sangat lelah dan juga kesal.
Dynar berjalan di lorong yang panjang dan sepi, tidak ada suara lain kecuali suara sepatunya yang bergema. Langkah kakinya yang pendek dan pelan, membuatnya semakin lama untuk memasuki kelas. Tangan kecilnya yang mulai bergetar karena lemas, mencoba penurunkan gagang pintu. Bahunya yang lemas berusaha mendorong pintu besar berwarna cokelat itu.
"Zee, tolong beliin gue makanan dong" katanya lemas, memohon. Dy duduk di kursinya, merogoh tasnya berusaha mencari dompet abu-abu miliknya.
"Lo belom makan sama sekali?" Zee melihat jam di tangannya. Pukul 14.05. Kelasnya kosong karena guru yang tidak masuk.
"Belum" jawab Dy lemas.
"Tunggu bentar" Zee mengambil dompet miliknya dan berlari untuk membeli makanan. Rere yang tidak tega melihat temannya sangat lemas langsung memberikannya sedikit minuman, dan berusaha mengembalikan suasana hati Dy yang tidak terlihat tidak baik.
"Dy, kenapa lo gak sama Axel aja?" mendengar itu membuat Dy tersenyum geli, walaupun masih terlihat jelas di wajahnya dia sangat kelelahan.
"Masalahnya, Axel mau atau gak sama gue ??" Jawab Dy.
"Lo suka Axel?" Rere meredakan suranya dan berbicara sedikit lebih dekat dengan Dy.
"Kayaknya" Dy dan Rere membuat tawa kecil agar tidak membuat orang lain penasaran. Tetapi malah sebaliknya.
"Ngapain lo berdua ketawa tawa?" Zee datang dengan membawa makanan dan air mineral untuk Dy. Dy yang melihat makanan kesukaan yang ada di depannya pun langsung menyantapnya.
"Akhirnya..." Dy menyuap makanan itu ke mulutnya. Matanya tertutup, seperti hanya ada di dia ruangan itu. Tenggelam dalam khayalnya bersama makanan itu. Zee memperhatikan Dy yang sedang asyik dengan makanannya. Kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Dy suka Axel" jawab Rere datar. Mendengar pernyataan Rere, Dy menggangguk-anggukkan kepalanya dengan mata yang masih tertutup. Di tambah senyuman di wajahnya.
"Hah?! Bener, Dy?" tanya Zee. Dy hanya mengangguk.
***
Dy meletakan tas di atas ranjangnya dengan sembarang dan langsung membanting tubuhnya di atas ranjang begitu selesai melepas sepatu dan kaus kakinya karena kaki kirinya yang terasa sakit dan berdenyut. Tangannya terbuka lebar membetuk sayap di atas kain berwarna merah muda bermotif bunga-bunga. Kakinya begantung dari atas ranjang, terasa sangat ringan nyaman tanpa mengenakan sepatu. Jari-jari kakinya dapat bergerak dengan bebas. Tangannya mengendurkan ikat pinggang sebelum kembali ke posisi semula dan memejamkan mata. Hari yang sangat melelahkan untuk Dynar karena harus berlari-lari. Suara langkah kaki khas milik kakaknya mengganggu telinganya, tetapi Dy tidak memiliki kekuatan lebih untuk sekedar membuka mata walaupun Dany sudah membuka pintu dan membuat suara.
"Dy, kamu abis ngapain?" Dany langsung mengambil langkah panjang untuk cepat menghampiri Dynar. Dynar masih dalam keadaan menutup mata, hanya bergumam tanpa arti.
Dany meninggalkan tasnya di lantai dan langsung mengambil air dingin dan handuk kecil untuk mengompres kaki Dynar yang membengkak. Entah sejak kapan, dokter menemukan tumor jinak di dalam pembuluh darah kakinya Dy yang sudah tumbuh berukuran 15 cm, empat tahun yang lalu. Dynar juga sudah melakukan dua kali operasi tetapi keduanya gagal, sejak operasi yang ke duanya gagal Dy tidak ingin lagi memusingkannya, dia membiarkan sakit itu datang sesekali dan hilang.
"Gue kan udah bilang, jangan terlalu banyak lari" Dany memeras handuk kecil yang dingin itu dan menempelkan di atas kaki Dynar.
"Iya, dokter Dany" Dy berbicara tanpa membuka mata. Perlahan-lahan Dy tenggelam dalam kenyamanan ranjangnya. Dany masih terus mengompres dan membiarkan adiknya tertidur pulas. Sampai di rasa bengkaknya sudah mereda, Dany memopong Dy agar tidur di tempat dan posisi yang benar. Tatapan matanya tidak sedikitpun lepas dari Dy, tangannya merapikan rambut-rambut yang menempel di dekat wajahnya.
***
"Mah, kita mau pindah?" Axel mengambil air di kulkas dan langsung mengkokopnya. Di dapur, Axel menemukan Shelin, ibunya, Wanita dengan piayama merah, kurus dan tinggi. Berambut panjang bergelombang, berumur kepala 4 tetapi memiliki kulit yang sangat terawat. Yang duduk di bar dan menum segelas wine.
"Kamu denger dari siapa?" Tanyanya dengan suara serak yang khas.
"Denger dari Mas Joko" jawabnya, kemudian duduk di kursi sebelah Shelin.
"Xel, kamu inget Dynar kan? Itu lho sayang, anaknya tante Reyna" Shelin menepuk paha Axel, terlihat sangat akrab.
"Hm, kenapa?" Berusaha merespons walaupun dia tidak tertarik dengan gadis bernama Dynar.
"Dia cantik banget deh sekarang" Shelin mengambil handphonen nya, mencari sesuatu di dalam sana. "Cantik kan?" Dia menunjukkan foto Dynar dengan gaun merah jambu yang menutupi dada sampai kakinya dengan rambur Gelombangnya yang di urai.
"Hmm" yang di ajak bicara tidak tertarik.
"Kalo kamu tunangan sama dia, gimana?" Wajah Shelin berseri-seri ketika mengatakan itu. Matanya penuh dengan harapan.
"Axel masih SMA, mah.." Itu bukan pertama kalinya Shelin menjodohkan Axel dengan anak gadis temannya. Tetapi kali ini Shelin benar-benar terlihat bersemangat dari mata. Tetapi Axel tetap berharap itu hanya wacana, seperti biasanya.
"Iya mama tau sayang, apa salahnya sih tunangan? Lagipula umur kamu udah 17 tahun sayang.." Shelin masih membujuk.
"Axel pikir-pikir dulu mah" Axel beranjak dari kursinya. Sebelum semakin jauh dan tidak ada kesempatan untuk berbicara lagi. Shelin melanjutkan. "Untuk sementara kamu tinggal di rumah tante Reyna, mama dan papa akan ke London. Rumah ini akan di jual" suaranya melemah. Axel hanya berhenti dan melangkahkan kakinya lagi.
***
Axel membaringkan dirinya di sofa merah dekat jendela kamar, memfokuskan matanya pada cahaya lampu yang sebenarnya menyakitkan mata. Cahaya itu mengingatkan dia akan sesuatu. Waktu dimana dia menyukai banyak hal, menyukai semua yang dia lihat. Sebelum rasa sakit di hatinya merusak emosi di dalam dirinya.
10 tahun yang lalu.
Gadis kecil yang hanya dilihat dalam beberapa kali, Axel menyukainya. Rambutnya yang selalu di kepang membuat kesan tersendiri bagi Axel. Gadis itu adalah Dynar.
"Hai putri kecil, maukan kamu ikut dengan saya?" Axel sedikit membukuk, dan menjulurkan tangan, berharap putri kecil itu akan meletakan tangan di atas tangannya. Dynar tersenyum malu melihat tingkah Axel, kemudian meletakan tangannya di atas tangan Axel. Axel membawanya ke tempat teduh, di bawah pohon besar yang penuh dengan becekan. Tetapi Dynar tetap duduk di sana, di atas akar pohon yang basah.
"Tunggu sebentar ya" Axel berlari meninggalkan Dynar untuk mengambil beberapa makanan dan minuman. Ketika dia kembali dengan keranjang penuh makanan dan dua kotak susu, Axel melihat Dynar sedang berebut boneka little poni dengan salah seorang teman Axel dari panti asuhan itu. Lolla.
"Kenapa kamu ambil? Ini punya ku!" Dynar berusaha merebut mainan dari tangan Lolla.
"Punya ku!" Lolla tetap tidak ingin memberikan boneka itu. Mata Axel mengikuti gerak boneka yang sedang di tarik ulur itu. Tetapi Dynar menggunakan tenaganya lebih lagi untuk merebut bonekanya, membuat Lolla terjatuh dan dan bonekanya rusak. Melihat itu, Axel menjatuhkan keranjang makanannya dan berlati ke arah Lolla. Axel membantu Lolla berdiri dan membersihkan tangannya tangan Lolla yang kotor. Matanya yang memerah menatap Dynar kesal, kedua tangannya mengepal dan kemudian dengan sekuat tenaga, Axel mendorong Dynar dan jatuh tepat kedalam genangan air yang cukup lebar. Ketika Axel mulai menjauh darinya, seseorang berteriak, di rasa teriakan itu tertuju untuk putri kecil yang mendorong temannya itu.
"Non Dynar! Non! Non gapapa?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 20, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

No MoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang