Prolog

685 39 4
                                    

Mendengar suara nyaring ditelinganya membuat otak gadis itu kembali bekerja. Perlahan kelopak
matanya terbuka setengah sambil menerawang ke atap bercat putih yang sedang bergerak seiring ranjang rodanya melaju terburu-buru. Walaupun matanya tidak kuat lagi membuka lebar, gadis itu bisa melihat para suster sedang mendorongkan ranjang roda yang dibaringkan lemah diatasnya, sesekali mereka menatap cemas sekaligus serius. Gadis itu tidak bisa bergerak sama sekali, perih dan nyeri disekujur tubuhnya yang terlihat mengenaskan. Noda merah darah begitu kontras dengan seragam dan kulit putihnya. Ia bisa merasakan darah segar mengalir dipelipisnya dan terlihat bahwa kepalanya terluka parah, dan gadis itu cukup memejamkan matanya menahan sakit.

Ranjang roda yang melaju itu berhenti diruang UGD, para dokter dan suster kalang kabut mengobati luka gadis itu. Bukannya mengerang sakit namun ia hanya terdiam kaku dipembaringannya seakan ia sudah pasrah atas keinginannya untuk hidup.

Dan perlahan mata gadis itu tertutup, dokter yang melihat itu segera mengalihkan pandangannya menuju monitor yang ada disamping pasien itu kemudian semuanya begitu ricuh bahwa jantung gadis itu lemah.
.
.
.
"Sulli?" Gadis yang bernama Sulli membuka matanya perlahan saat sebuah suara memanggil namanya, kemudian ia terduduk sambil melihat ayahnya yang berada disamping dirinya.

"Appa?" Sulli langsung ambruk memeluk ayahnya dengan erat, air matanya keluar begitu saja.

Saking senang bertemu ayahnya, ia menyadari saat gadis itu melihat disekelilingnya bahwa mereka berada dipadang rumput yang luas tanpa batasan apapun. Ayahnya pun bingung dibuatnya karena Sulli berhenti menangis dan mendadak terdiam.

"Appa kita berada dimana?"tanya Sulli sambil melepas pelukannya, bahkan ia juga menyadari pakaian keduanya berwarna putih.

"Ini berada di alam tak sadar kamu Sulli-ya"Sulli terdiam dan masih belum mengerti apa yang dikatakan ayahnya, dan ayahnya pun menyadari itu, lantas kedua tangannya menyentuh pundak anaknya.

"Kamu sedang mengalami koma di rumah sakit, dan jiwa kamu berada disini sebelum kau sadar kembali"Jelas ayahnya membuat Sulli membulatkan matanya. Dan kembali sadar sebelumnya ia berada disebuah rumah sakit.

"Apa kau tau Sulli-ya? Koma adalah antara hidup dan mati. Appa hanya menjenguk kamu bukan karena membawa kamu pulang bersama appa, tapi untuk mengembalikan jiwa kamu"Ayahnya mengelus kepala Sulli lembut sementara Sulli kembali menangis.

"Jadi aku masih hidup?" Tanya Sulli ditengah seguk tangisnya, jelas sekali raut wajahnya begitu ketakutan. Ayahnya membalas dengan anggukkan.

"Yeobbo?"

Keduanya pun tersentak dan menoleh ke arah sumber suara, dilihatnya wanita paruh baya dikejauhan. Membuat ayahnya bangkit dan tersenyum kearahnya. Saat ayahnya melangkahkan kakinya namun Sulli menahan tangannya.

"Appa mau kemana? Siapa wanita itu?" Tanya Sulli

Ayahnya pun segera memegang kedua tangan Sulli dan berbicara.

"Sulli-ya sudah saatnya kita berpisah, Appa sudah tidak ada lagi didunia dan wanita itu.."Ayahnya menggantungkan kata-katanya lalu kembali berbicara.
"Dia eommamu, eoumma menjemput appa yang terakhir kalinya dan akan hidup dialam sana"

"Itu eomma?"Sulli bertanya agar memastikan bahwa diseberang sana adalah ibunya dan ayahnya mengangguk. Baru pertama kali Sulli melihat Ibunya secara langsung meskipun bukan didunia. Ibunya yang begitu cantik telah meninggalkan Sulli kecil yang masih berumur 5 bulan, karena penyakit kanker yang sudah bosan menggerogoti tubuhnya. Kemudian Sulli ingin menghampirinya namun dicegah oleh ayahnya.

"Sulli, jika kamu memegang eommamu, itu sama saja kau tidak akan kembali kealam sadarmu, kumohon"

"Tapi appa, aku sudah tidak tau arah tujuan hidupku, semuanya hancur, hancur karena ulah si brengsek itu, membuat appa menjadi seperti ini"Tangis Sulli semakin kencang dan ayahnya pun memeluk erat Sulli yang terakhir.

"Apakah appa mau membiarkanku hidup sendiri di alam kelam itu? Menjalani kehidupan yang tidak ada keinginannya sekalipun?"

"Ingatlah Sulli, kakakmu. Ia sedang menjalani kehidupannya disana dan selalu menemani kamu sampai kapanpun"Tutur ayahnya membuat Sulli bungkam, seolah kata-kata ayahnya benar adanya. Dan ia harus kembali lagi kedunia karena ia juga tidak mau meninggalkan kakaknya begitu cepat.

"Sulli? Kembalilah.." Wanita paruh baya yang tadinya terdiam lalu mulai berbicara membuat Sulli dan ayahnya menengok kepalanya"Kembalilah keduniamu, eomma dan appa sangat sayang padamu, baik-baiklah disana bersama kakakmu".

Sulli tersenyum kepada ibunya" Aku juga, eomma dan appa semoga bahagia dialam sana". Seketika pelukannya mengendur, melepas ayahnya dengan rela dan ia harus sabar kepergian ayahnya dan membiarkan ayahnya menghampiri ibunya disana.

Sulli terlihat begitu lemah diatas ranjang rumah sakit, wajahnya begitu pucat dan perban masih terikat disekitar kepalanya, dan hidung yang diselipkan alat bantu pernafasan. Dengan mata yang masih tertutup. Ia menggerakkan jarinya lemah, membuktikan bahwa Sulli kembali sadar setelah tidur panjangnya kemudian matanya perlahan terbuka.

"Akhirnya kau sudah sadar" Suster yang berada diruang pasien itu terkejut dibuatnya saat Sulli membukakan matanya dan Suster itupun tersenyum ke arahnya. "Sebentar, aku panggilkan dokter". Kemudian suster itupun berlalu dari ruangan itu.

Sulli mengumpulkan semua tenaganya untuk bangkit dari posisi tidurnya, terasa sekali saat ia sudah duduk, nyeri disekitar tubuhnya karena efek dari koma. Ia pun merenggangkan otot-ototnya agar tidak terasa kaku.

Tak sengaja, matanya mengarah ke arah jam digital di depannya, meskipun letaknya jauh berada diposisinya sekarang namun peglihatan Sulli begitu jelas. Waktu, tanggal dan tempat tercetak di jam digital itu dengan lampu LED berwarna hijau.

13.46 KST. 21-o2-xx .Medicane Hospital, Jeongseon, Dangwon.

"Tidak! Tidak! Mungkin ini pasti salahkan?" Sulli terkejut melihat nama kota yang tertera itu, mungkin pikirannya masih belum jernih sehingga penglihatannya sedikit lamur, pikirnya. Yang benar saja, ia seharusnya berada di Seoul, tempat kelahirannya namun ia sendiri tidak tahu mengapa dirinya tinggal dikota ini tanpa keinginannya

"Agassi? Anda tidak apa-apa?" Dokter itupun masuk saat diperintahkan susternya untuk memeriksa Sulli, namun membuatnya bingung karena gadis itu mematung diranjangnya dengan mata yang sedikit membulat, menatap kosong didepannya.

Sulli tidak tau harus berkata apa lagi, lidahnya kelu. Ia sudah pasti benar bahwa sekarang dirinya berada di kota asing, meskipun ia tidak mengatakan langsung kepada dokter disampingnya.

Dan Sulli yakin, ini pasti ada sesuatu yang tidak beres dan mengganjal dibenaknya. Keinginan Sulli kabur adalah tujuannya, namun ada seseorang yang sudah mendahului niatnya dan membiarkan dirinya sendiri hidup di kota ini.

********
Hallo ! Masih sepi ya? Hehehe maklum lah author yang masih pemula ini baru nunjukkin karyaku di ebook, cerita pertama ini begitu garing:D . Entah kenapa author ingin dijadikan Sulli pemeran utama di cerita ini, dan author sendiri masih bingung jalan ceritanya karena mungkin konflik begitu banyak. Sebenarnya cerita ini sudah aku buat sampe chapter 2 dan alurnya begitu acak-acakan , di edit mulu dan akhirnya konfliknya amburadul jadi ya.. Author masih belum ingin di publish ke wattpad dan ingin memperbaikinya semaksimal mungkin dan maaf kalo ada typo atau bahasanya kurang enak dibaca, karena author masih belajar:)

Thankyou❤️

Alesnilar's

TRAPPEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang