Biarlah cinta tak berbalas
Bila memang harus kunikmati Cinta hanya sebatas mimpi
Biar saja kasih indah tak lekang
Walau saja ini hanya sebatas mimpiMonita - Sebatas Mimpi
Rain memantapkan langkahnya dengan kotak yang dipegang erat oleh tangannya itu. Langkah Rain terhenti ketika melihat batu nisan bertuliskan nama Awan.
Sudah setengah jam Rain bertanya penjaga makam untuk menanyakan orang yang meninggal sebulan yang lalu. Dan disinilah Rain sekarang, berjongkok tepat di samping gundukan tanah dengan batu nisan bertuliskan nama Awan.
"Hai Awan, gue Rain." Rain terkekeh sebentar. "Gue lupa, pasti lo udah tau gue siapa kayaknya. Tapi sebenernya lo itu siapa sih?" Ucap rain bermonolog.
Rain membuka kotak yang sedari tadi dia taruh disebelah kakinya dan membuka surat yang ada dikotak itu.
Hai Rain.
Kenalin nama aku Awan.
Mungkin kamu bakalan ingat kalau kamu ingat malam itu.
Malam dimana awal dari semua ini.
Dan malam itu juga, aku harus kehilangan salah satu dari kakiku.
Aku frustasi, aku merasa gapunya tujuan hidup lagi saat aku harus kehilangan kaki.
Aku marah. Tapi aku gabisa berbuat apa-apa.
Dan disaat aku berada dititik terendah, aku pergi ke balkon kamar. Dan saat itu juga aku melihat wajah kamu. Detik itu juga aku teringat.
Kamu adalah perempuan yang malam itu aku tolong.
Dan saat itu, aku gapernah nyesel kalau aku pernah nolong kamu malam itu.
Mungkin orang ga percaya cinta pandangan pertama, tapi aku percaya. Sangat percaya.
Aku cari tahu semua tentang kamu, dan disaat aku udah tau semua tentang kamu, aku takut.
Aku takut buat nyamperin kamu. Aku takut kamu pergi dan menjauh disaat kamu lihat aku udah gapunya kaki yang lengkap.
Untuk itu aku selalu memperhatikan kamu dari jauh.
Tapi...
Hari ini, aku bakalan coba buat samperin kamu dan kasih kado ini semoga kamu suka ya sama kado aku.
Sekali lagi,
Happy birthday :).
~ARain menahan napasnya agar butiran bening itu tidak terjauh. Tidak terasa, setitik demi setitik air hujan berjatuhan. Dan seketika itu juga hujan turun.
"Kamu tau kenapa aku suka hujan?" Tanya Rain kepada batu nisan yang ada didepan hadapannya itu. "Karena hujan, semua orang gapernah tahu kalau aku lagi nangis."
"Maaf..." Ucap Rain sendu. "Maaf karena aku, karena aku--- hiks coba seandainya malam itu--" Rain tidak peduli jika hujan sudah membasahi badannya itu. Dia sangat menyesal.
[ Flashback On ]
Rain berlari menjauhi rumahnya itu. Pertengkaran hebat dengan ibunya itu sudah seperti kebiasaannya. Tetapi malam ini, Rain sudah tidak tahan. Dia sudah tidak tahan jika ibunya membandingkannya dengan orang lain. Rain tau Rain adalah orang yang egois. Tetapi dia tetap saja tidak suka juga harus dibanding-bandingkan.
"Kamu tuh seharusnya sadar kalau bukan karena Mama yang merawat kamu dari kecil, kamu ga akan tumbuh sesehat ini sekarang!"
"Aku gapernah minta Mama buat ngurusin aku dari kecil." Jawab Rain lantang.
Plak!
Satu tamparan mendarat di pipi Rain. "Jangan buat mama menyesal karena melahirkan kamu Rain! Kamu tuh harusnya contoh Melita, dia sopan santun kepada orang tua, ramah sama semua orang, peduli sekitar, ka--"
YOU ARE READING
Second Chance
Teen Fiction(Complete) Karena Awan, Hujan membawa cerita yang dititipkan langit kepadanya. Tetapi Awan juga yang menghentikan ego Hujan untuk berhenti membasahi bumi. Setelah Hujan datanglah pelangi. Tapi tanpa Hujan, Pelangi tidak akan pernah ada. Cover by me ...