Chapter 4

612 65 13
                                    

"Dia selalu merhatiin lo, Rain"

"Gue benci sama lo, mungkin dulu gue selalu beranggapan lo adalah orang yang bikin Awan menderita sampe harus kehilangan kakinya. Tapi ternyata gue salah, salah besar. Awan selalu minta gue cari semua informasi tentang lo. Awalnya gue males berurusan sama lo, tapi karena Awan gamungkin cari tahu sendiri dengan keadaan kayak gitu makanya dengan berat hati gue bantu dia. Suatu saat dimana udah memasuki bulan Maret dan gue mencoba meyakinkan Awan buat tunjukin dirinya didepan lo. Awalnya dia takut, ga percaya diri. Tapi gue terus bikin dia percaya dan dia akhirnya mau nunjukin dirinya didepan lo. Tibalah hari itu, dua hari sebelum lo ulang tahun, gue pergi ke Kalimantan karena nenek gue sakit. Dan saat gue pulang, gue baru tahu kalau ternyata Awan udah ga ada. Dan gue gapernah bisa maafin diri gue sendiri karena kalau bukan karena gue, Awan gabakal nekat buat ketemu lo dan dia gabakal jatuh dari tangga." Jelas Michael.

"Lo..." Ucap Rain dengan mengangkat jari telunjuknya dihadapan muka Michael. "Lo udah buat suatu kesalahan yang teramat fatal." Emosi menyelimuti hatinya. Entah mengapa setelah mendengar penjelasan dari Michael, dia jadi merasa kesal.

Michael berdecak, "Kita udah buat kesalahan fatal Ra. Bedanya lo udah bikin dia kehilangan kakinya, dan gue udah bikin dia--"

"Kehilangan nyawanya." Rain memotong kalimat yang ingin dikatakan Michael barusan.

"Rain udahlah, sekarang ini posisi kita sama-sama salah. Gue cuma mau bikin Awan bahagia aja sebagai tebusan gue."

"Gue gaped--" Belum Rain menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba tubuhnya tertarik dan menabrak dada bidang Michael.

Michael merampas kotak yang sedari tadi Rain pegang. Membuka kotak itu dan mengambil kalungnya. Michael langsung membalikan tubuh Rain secara kasar dan menyampingkan rambutnya. Dan detik itu juga, kalung pemberian Awan sudah terpasang cantik di lehernya.

"Seenggaknya hargain Awan dengan make kalung ini." Michael berkata datar.

"Sekarang gue tanya, apa esensi lo buat ngaku-ngaku jadi Awan? Oh mungkin karena lo ngerasa bersalah karena bikin dia meninggal? Makanya lo berusaha bikin seolah-olah dia masih ada, gitu?"

"Kalau gue ga inget lo adalah orang yang selalu Awan elu-elukan, gue gabakal mau capek-capek kayak gini." Michael menahan tangannya itu supaya tidak menampar Rain ditempat ini.

"Kenapa sih lo selalu menyangkut pautkan Awan? Dia ga ada hubungannya sama sekali sama ini! Dia itu udah meningg--"

"Karena dia sayang sama Lo!" Michael menggebrak meja itu dan membuat Rain mematung ditempat.

Beberapa orang disekitarnya memusatkan perhatian kepada Michael sambil berbisik-bisik. Tetapi Michael tidak menggubris mereka.

"Gue tanya sekarang, lo pernah ga ngerasain apa yang dialaminya Awan? Lo bahkan gapernah menghargai sesuatu sedikitpun Rain! Selama ini gue yang selalu informasi tentang lo, tapi gapernah ada satu aja kebaikan yang pernah lo lakuin sama orang lain. Gue jadi heran, kenapa Awan bisa suka sama cewek macem lo. Lo cuma mikirin diri lo sendiri Rain tanpa pernah mikirin oran-orang disekitar lo. Lo itu individualis. Egois."

Rain meremas bajunya sedari tadi saat mendengarkan kalimat demi kalimat yang Michael lontarkan. "Kalau lo bilang lo ta-tau semua tentang gue, lo gabakal bilang gini." Rain menjawab dengan bibir bergetar. "L-lo bahkan gamikirin gue disaat lo ngomong kayak gini, lo cuma menilai seseorang dari covernya dan makasih atas semua penjelasannya." Rain berdiri dihadapan Michael dengan mata yang berkaca-kaca. Tanpa menunggu lama-lama Rain pergi meninggalkan Michael sendirian.

Second ChanceWhere stories live. Discover now