Semua ini harus segera dihentikan! Tekad Cussy membara dalam hati untuk segera memutus semua kontak dengan Glen. Brondong kurang ajar itu kian hari kian ngelunjak, menjadikan Cussy seolah mainan empuk yang bisa dia gerakkan hanya dengan sentuhan jari. Terkutuklah tubuh dengan nafsu yang sedang mekar ini! Seberapapun Cussy berusaha menghindar, tubuhnya dengan tak tahu diri selalu berkhianat dengan merespon setiap sentuhan Glen. Bahkan hanya merasakan gerakan jemari Glen yang pelan di kulit sikunya saja, Cussy sudah harus menahan geraman lapar anggota tubuhnya yang lain. Spot-spot erotis yang berteriak minta dipuaskan, mulai dari bulu kuduknya yang merinding, rasa hangat aneh yang merayapi punggungnya, gelenyar nakal di ujung dadanya, hingga ke lelehan hangat di pertemuan kedua tungkainya. Demi Tuhan! Lindungilah aku dari nafsu yang terkutuk ini!
Dan pagi ini, mengabaikan lolongan tubuhnya yang lapar dan haus bak pengidap compulsive sexual behaviour, Cussy membungkus tubuhnya rapat-rapat dalam balutan pakaian yang super tertutup. Celana panjang hitam berbahan tebal serta berpotongan lurus menggantikan celana berbahan sutra melambai yang biasa dia kenakan. Begitu pula blouse corak floral yang dia kenakan, jauh dari kesan seksi. Secara keseluruhan, dengan rambut yang diikat tinggi di belakang kepala memakai sirkam bertatahkan batu-batu imitasi, penampilan Cussy hanya meneriakkan kesan professional yang manis. Dan siapapun tahu, Cussy tak pernah dikenal dengan kegenitannya. Jutek dan tegas adalah padanan kata yang lebih cocok untuk mendeskripsikan kepribadian Cussy.
Seperti kebiasaannya Cussy tiba di kantor selalu pada golongan orang yang datang kepagian. Heloo… dia masih single, you know? Cussy has nothing to do with her morning ritual. Bahkan pada episode hubungannya yang singkat bersama Bram dulu, Cussy tetap tak bisa mengikuti ritual bermalas-malasan di tempat tidur ala Bram. Cussy langsung bangkit begitu wekernya berbunyi, melaksanakan kegiatan rutin seperti bersih-bersih dan memastikan dirinya menyantap sarapan sehat, sebelum bersiap berangkat kerja. Rengekan manja Bram untuk menariknya kembali bergelung dalam kehangatan rengkuhan lelaki itu tak mampu menggodanya. Meninggalkan Bram menyumpah frustasi dan mengatainya sebagai wanita berhati batu, dingin, dan tak memiliki libido sama sekali.
Dan ternyata dirimu salah besar, Bram! Rutuk Cussy. Di hari perpisahannya, Cussy memang sama sekali tak menguraikan air mata mendengar lelaki yang telah mendampinginya selama enam bulan itu memutuskan hubungan, membereskan segala barang-barangnya yang berserak di rumah Cussy, serta pergi dan tak pernah kembali lagi. Cussy sedih. Namun tak cukup sedih untuk meratapi kandasnya hubungan mereka. Buat apa? Toh juga sejak awal Cussy tak pernah bisa memberikan keseluruhan dirinya kepada lelaki itu. Sehingga Cussy tak bisa banyak berkomentar saat Bram terang-terangan menunjukkan perselingkuhannya dengan wanita lain. Cussy sepenuhnya menjadi dingin dan tak peduli. Hubungan mereka telah mati jauh sebelum di akhiri.
Mungkin aku memang tak memiliki hasrat kepada laki-laki, batin Cussy.
Sebuah kesimpulan yang segera gugur dengan hadirnya Glen.
“Pagi, Mbak Cussy.”
Cussy berjengit terkejut saat tiba-tiba saja Glen telah menjajari langkahnya.
“Glen?” tanyanya setengah bloon.
“Iya Mbak, ini Glen,” senyum pemuda itu begitu menawan membuat jantung Cussy bergetar.
“Pagi banget kamu dateng, Glen? Biasanya telat,” kata Cussy sambil meneruskan langkahnya. Sepatu loafer yang dikenakannya berkeletuk mantap menjejak lantai keramik lorong kantor yang memanjang menuju ke ruangannya di lantai tiga.
“Kan biar bisa barengan sama Mbak Cussy,” Glen mengedipkan matanya.
Cussy melengos. Dan tetap dengan langkah konstan membelok menuju ke tangga, menghindari lift yang ada di ujung lorong.
