Hembusan nafas bertemankan nyanyian unggas,
Sunyi.
Hanya aku yang belum sepi.
Yang lainnya telah larut dibuai mimpi hanyut.
Moga tenang tenang saja.
Dan aku,
Masih setia menunggu matahari.
Bersama secawan kopi, sehelai kertas dan sebatang pena.
Mencoret tentang kau, tentang dia, tentang hati, dan tentang aku sendiri.
Bahkan lebih tepat,
Tentang kita. Tentang rasa yang semakin celaru. 👪Menunggu itu sama sisi pahitnya dengan kopi yang aku cicipi.
Menunggu engkau yang ada dia.
Bodoh bukan?
Namun, bagi aku bodoh itu indah.
Walau layaknya aku seekor gagak hitam yang menunggu merak datang hampir.
Atau lebih cliche, pungguk mahukan bulan mungkin?
Ahhh! Wahai matahari.
Terbitlah segera.
Agar kekusutan itu bisa aku lupakan seketika.
Dan siapa tahu,
Usai aku sudahi lantunan puisi ini,
Tentang kau, dia, dan rasa terbuang tak teringat lagi

ANDA SEDANG MEMBACA
puisi hamba
Poesiaseduhan puisi yang agak hambar. tak banyak pemanis di setiap baitnya. jadi, tak sesuai jika awak singgah. tapi, kalau nak singgah juga jangan 'berbulu' bila baca kosa kata yang terhambur. tambahan lagi, semua ni tentang aku. so, kalau meluat silala...