04 °Terlambat°

2.2K 117 9
                                    

10 menit lagi gerbang sekolah akan ditutup dan Ayra masih berada dijalan yang macetnya minta ampun. Angkutan umum yang ditumpangi hanya bergerak tidak lebih dari satu meter per detiknya. Sesekali Ayra melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Dia mendongak menatap jalan lewat kaca yang masih saja padat. Dia menggigit bibir bawahnya. Takut semisal datang terlambat.

Ayra melirik lagi jam tangannya. 'Tujuh lima belas, haduhh mampus gue mati sumpah. Kelar hidup lo Ra', gumamnya. Lalu menumpukan kepala kesandaran dan menghela napas panjang. Mengingat sudah sejak lima belas menit gerbang sekolah pasti sudah ditutup oleh Pak Bondan sang penjaga keamanan sekolah. Pak satpam yang terkenal kedisiplinannya.

10 menit kemudian Ayra turun dari angkutan umum. Penampilan yang tadinya rapi dan wangi kini menjadi kumel dan bau macam-macam yang tak sedap. Ayra mengayunkan tangannya kedepan supaya hidung mancungnya dapat menyentuh lengan seragam dan menciumnya.

"Huweeek," ucapnya sengan lidah dijulurkan layaknya orang yang merasa jijik. "Bau banget seragam gue," Lalu melangkahkan kaki menuju gerbang utama sekolah.

"Mampus gerbang udah ditutup pasti," ucapnya pelan.

Ayra melangkahkan kakinya dengan takut-takut hingga sebuah tangan mendekap mulutnya dari belakang membuat Ayra terkejut dan kesulitan bernapas.

"Hmmmpp," namun setelah memberontak dia tetap tidak bisa melepas cekalan itu dan akhirnya pasrah. Jantungnya kian berdegub kencang takut kalo terjadi hal yang tidak-tidak padanya.

Ayra diseret paksa hingga sampai pagar samping sekolah. Lalu orang yang membekap mulut Ayra melepas bekapannya.

"Haaah haah haah," napas Ayra tersengal-sengal seperti habis lari maraton 15 km. Setelah dirasa baikan Ayra mengeluarkan segala emosi yang tadinya tak sempat terucap.

"Gila apa lo-," ucapan Ayra terpotong saat ia berbalik badan dan mendapati Gilvan sedang berdiri disini.

"Lo-"

"Berisik," potong Gilvan cepat.

"Bodo," lalu gadis itu melangkahkan kakinya menuju gerbang utama. Namun pergelangan tangannya ditarik dari belakang hingga ia terjungkal. "Aduh."

Posisi Ayra ada didepan Gilvan. Mereka sama-sama terduduk ditanah pasir. Tangan mereka masih bersentuhan dengan tangannya diatas tangan besar Gilvan dan saat itu juga Ayra merasa desiran aneh menyapu hatinya. Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. Dia bisa merasakan hembusan napas seseorang disamping lehernya.

Ayra segera tersadar dan berdiri membelakangi Gilvan yang mengikuti gerakannya. Canggung banget sumpah. Yang gadis berusaha menyembunyikan rona merah dipipinya sedangkan Gilvan ikut membelakangi Ayra dan menggaruk tengkuknya yang tak gatal sama sekali. Keduanya merasa ada sesuatu yang berbeda dan aneh pada pikiran masing-masing.

Menghela napas panjang. "Ternyata lo bisa terlambat juga," ucap Gilvan berusaha memecah keheningan diantara keduanya.

"I-iya lah," jawab Ayra terbata-bata karena kaget dengan pertanyaan tiba-tiba dari orang yang ada dibelakangnya ini. "Gue kan juga manusia."

"Gue kira tapir merah," balas Gilvan disertai kekehan diakhirnya.

"Apa?" Ayra terbelalak dan membalik badan seraya bercacak pinggang. Namun orang yang tadi ada diposisi itu kini sudah berjalan sepuluh langkah darinya. "Dasar pangeran iblis hitam," teriaknya.

Gilvan mengehentikan langkah membuat Ayra menegang seketika dan berbalik badan dengan memejamkan mata. "Ya Tuhan selamat aku Ya Tuhan," gumamnya.

Gilvan melangkah mendekat ke Ayra dan menepuk pundak gadis itu hingga membuat Ayra terlonjak kaget. Ayra masih memejamkan matanya hingga tarikan yang dilakukan Gilvan membuatnya mau tak mau harus patuh kemana dia akan dibawa nantinya.

Hug ME Tight [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang