chapter 2

479 5 0
                                    

Mata terasa perih, kok bisa sih. Jam berapa sekarang?

Suara jam weker membangunkan ku. Apa aku membuat alarm kemarin? Aku lihat  jam yang kini ada dalam genggamanku, menunjukkan pukul 2 dini hari. Ampun dah . . . . . . masi ngantuk nih. Ku letakkan kembali jam itu di atas lemari yang memang tidak terlalu tinggi, langsung kembali tidur. Aku harap lelap. Zzzzzz . . . . . . . zzzzzzzz

Kringg . . . . . kring . . . . kring . .. .

Jam weker itu berbunyi lagi, aku tutup kedua telingaku dengan bantal. Tapi tetap saja suara jam itu jelas terdengar. Di tutup atau tidak, suaranya tetap sama kerasnya. Dengan agak kesal aku kembali beranjak dari tempat tidur dan mematikan jam weker, yang sekarang aku taruh di dalam lemari. Kesal aku, jelas jelas sudah mematikan tombol alarmnya kenapa bisa bunyi lagi sih. Ayo tidur . . . . . .

Kring . . . . . kring . . . . . kring . . . . .. .

Jam itu kembali berbunyi dengan begitu kerasnya.  benar-benar membuat kesal. Apa jam itu rusak hah? Aku tadi sudah mematikannya, lagi pula kenapa suaranya semakin keras. Kan sudah aku taruh di dalam lemari, ku lempar bantal yang tadi ada dalam pelukanku. Kembali berdiri beranjak dari kasur yang sungguh aku tak mau. Ku buka lemari dan mengambilnya, tapi ternyata. Tombolnya memang sudah tak berada dalam posisi berdering. Dan ya ampun, masih saja menunjukkan pukul dua dini hari? Wah beneran rusak nih jam. Ah bodo ah, please . . . . . . ngantuk nih. Kebelet pipis, ah nyebelin. Terpaksa aku harus ke kamar mandi.

“Ah lega, tidur lagi ah . . . . . . . “

Ku renggangkan badanku,  berdiri melihat ke arah pintu kamar. Tapi sayang rasanya mataku tak mengantuk lagi. Malam rasanya begitu sepi, suara jangkrik tidak ada, detak jam pun tak terdengar. Aku tengok ruang tengah. Ternyata jarum jamnya tidak bergerak, ya ampun masa jam pada rusak sih. Ah mungkin baterainya sudah habis. Terlihat lampu ruang tamu menyala, padahal lampu itu sudah dimatikan dari jam 20.00. aneh banget malam ini, ya sudahlah aku matikan saja dulu lampunya, tombol lampunya ada di ruang tengah jadi aku tak perlu ke ruang tamu. Ctak . .

“Sudah, waktunya . . . .”

Sebuah benda menggelinding dari arah ruang tamu, menghentikan ucapanku. Ternyata itu sebuah pensil berwarna coklat, aku ambil pensil tersebut yang tertulis “el paradise”. Dari mana datanya pensil ini, mengelinding? Aneh, tapi tunggu dulu. Pensil ini ku pernah liat deh, dimana ya? Oh ya, yang waktu itu jatuh menimpa kepalaku. Rumah tingkat pinggir jalan. Kok bisa ada di sini?

Lampu ruang tamu kembali menyala. Suara langkah kaki terdengar dari arah ruang tamu, pelan dan ringan. Ku tengok ruang tamu tak ada orang di sana. Dan lampunya pun langsung mati kembali, malam yang benar-benar aneh. Tak pernah sebelumnya aku mengalami hal seperti ini, apalagi di rumahku sendiri. Ku lirik pensil yang kini ada di tanganku.

“kenapa bisa ada di sini? Menggelinding? Pensil siapa ini? Apa pensil gadis yang kemarin? Gadis manis itu?”

Ku usap-usap rambutku, mencoba meluruskan dan berpikir secara rasional. Tenang karang, tarik nafas . . . dan hembuskan. Tenang, tenang ayo kita berpikir. Lagi-lagi, aku terhenti. Langkah pelan dan ringan itu kembali terdengar, kini dari arah samping, arah kamar tidurku. Aku tak langsung menengok, samar-samar dan kemudian jelas terlihat. Sosok gadis manis kemarin yang menatapku tajam berjalan ke arahku. Raut wajahnya berbeda, tak seperti kemarin. Sekarang terlihat benar-benar manis.

Aku hanya melihat nya, dan tak menyangka kini ia sudah ada tepat di hadapanku. Wajahnya mendongak dan wajahku terarah ke bawah. Mata kita saling melihat. Wajahnya terlihat semakin manis saat ia mengembangkan senyumnya dan memeluk tubuhku.

Kring . . . . . . .  . kring. . . . .. .. .  kring . . . ………

Suara jam itu samar tedengar, dan kemudian semakin kencang. Ku buka mataku, aku terbangun. Berada di atas tempat tidur. Pandanganku agak kabur, dan aku rasa aku masih belum terlalu sadar. Ku lirik jam yang sekarang berbunyi. Bukankah tadi malam mati.

“tadi malam?” aku sadar sekarang. Jadi aku hanya bermimpi. Syukurlah.

Tapi jika nyata, juga tidak apa-apa. Bukan hal buruk. Dia manis sekali. Akh . . . …. .ku renggangkan tubuhku,dengan mengangkat kedua tanganku. Dan

Pensil, aku menggenggam sebuah pensil. Berwarna coklat dan “el paradise”.

Ya ampun, yaa ampun. Aku tarik kata-kataku tadi. Ini hal buruk. Ini sepertinya buruk. Melihat keseluruh ruang tidur, takut tiba-tiba gadis itu ada dan bersembunyi di kamarku. Syukurlah, ternyata tidak ada. Aku putuskan untuk bangun, harus segera mandi biar segar. Lagi pula sudah pukul 5.30. tapi tumben ibu tidak membangunkanku. Sudahlah, ayo mandi. Ku buka pintu kamar dan 

Arg . . . . . . . . . . . .   .  . . .. . . . . . aku berteriak, gadis itu muncul lagi.

Kepalaku terasa pusing, dan. Rasanya aku terbang di udara.

“hei bangun, karang bangun, karang . . . .karang”

Ibu ada di sebelahku mengguncang-guncang tubuhku. Aku tersadar, tempat tidur. Ternyata aku masih ada di atas tempat tidur. Itu mimpi.

“ibu . . . . ..” aku langsung memeluknya.

manis, aku memanggilnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang