chapter 5

128 7 2
                                    

Masa libur hampir habis, selama itu juga aku terus mencari informasi lainnya. Mungukin aku awali dari ia hidup, meskipun aku juga tak tau bagaina caranya mengetahui riwayat hidupnya. Pensil? Mungkin hanya benda itu yang bisa aku amati, karena memang hanya benda itu yang nyata dan bisa aku jadikan petunjuk. Sebagai langkah awal aku mencoba mencarinya di internet lewati gambar-gambar pensil yang ada. Banyak ternyata gambar pensil di internet, bahkan saat aku mencarinya hingga mataku berkunang-kunang terus mantengin tuh layar, tak ada satupun pensil yang mirip. Wahai pensil dari manakah kau berasal? Tak bisakah kau berkata dan tidak hanya diam saja wahai hantu? Berlama-lama depan layar hanya melihat gambar pensil tanpa hasil itu menjemukan. Langsung ku lakukan langkah selanjutnya yaitu  menyatroni rumah tingkat untuk memeriknya mungkin di sana ada petunjuk yang lebih menjanjikan. Toh ia juga muncul pertama kali di sana. Oke capcus aku pun langsung meluncur. Aku bolak balik naik turun tangga dan berusaha memasuki semua ruang yang ada, tapi masih saja aku tak mengerti dan tak mendapat pencerahan sama sekali. Hai hantu apa kau dulu tinggal di sini? Hah? Katakana sesuatu jangan hanya diam saja. Dasar menyebalkan, ia hanya mengikutiku masuk dan tak melakukan apapun. Aku ingat ia pernah keluar dari dalam lemari saat itu, tanpa piker panjang aku gandeng tangannya dan menariknya masuk ke dalam lemari, lah ia malah menahan tanganku dan mengajakku untuk masuk ke dalam juga.

“aaiisshhhhh” jengkel rasanya jika terus seperti ini, aku acak-acak rambutku karena kesal.

“kamu dari mana sih?” aku usah rambutnya dengan pelan dan ia mendongakkan wajahnya ke arahku.

 Ah sepertinya benar-benar tak berhubungan. Mungkin hanya kebetulan saja dia muncul di sini. “Lalu dari mana kamu berasal manis?” ia malah tersenyum dan terus memainkan rokku. Ah anak ini, bagaimana aku tau masa hidupnya, mengetahu alasannya ia mengikutiku saja aku tidak tau. Rumah ini terlihat seram, tapi terasa biasa saja karena ada dia di sini. Debunya membuatku terbatuk, aku duduk di pintu setelah mengibaskan debu yang ada. Ia malah duduk di sebelahku sambil terus memainkan pensil. Menggulirkan pensil dengan tangan mungilnya, dan ia merangkak untuk mengambilnya hal yang terus ia lakukan berulang-ulang. “hei hentikan, apa kau tidak bosan?” ia melihat ke arahku malah menyuruhku untuk mengambilnya. Ah gadis ini. Aku terus berpikir, hal apa yang berhubungan dengannya? Apa? Apa? Oh ya, peristiwa memalukan waktu itu pasti itu petunjuk. Berlari aku keluar dari rumah itu dan memasuki jalan. Pemuda itu turun juga kan disini? Ia pergi ke took depan rumah. Tanpa buang waktu aku langsung menuju took mungkin saja aku bisa mendapatkan sesuatu. Dan ternyata nihil, pegawai di sana karena memang sudah lama katanya. Pencarian tanpa hasil yang membuat kakiku lemas. Berjalan gontai tak tentu arah, sempoyongan mirip orang mabok, “kenapa kau memeluknya waktu itu?”

“kamu ngomong sama siapa?”

Aku kembali kelepasan bicara sendiri dan ternyata ada Angga dan Fauzan yang sekarang melihatku dengan aneh.

 “nggak, lagi keingetan kalimat di drama kemarin.” Tawa garing and meringis keluar untuk mereka. Mungkin bakal ketauan kalo aku boong.

“owh, kita dari tadi nyari kamu.” Angga berkata begitu dan kemudian mengajakku untuk pulang ke rumah. Sepertinya mereka ingin membicarakan sesuatu.

“ada apa sih?” mereka hanya melihat sambil berpandangan. Membuat penasaran saja. Ternyata hanya mebicarakan mengenai berlibur bersama. Aku pikir apa, hah.

# # #

Niatku untuk mencari terus berlanjut

Kemarin aku hanya mencari gambar pensil dan lupa bahwa di pensil itu terdapat kata yang tak begitu jelas ‘el paradise’. Searcing lagi dim bah google. Tapi yang aku temui banyak sekali, dan kebanyakan menggunakan bahasa inggris. Aku cari apa mungkin ada hubungannya dengan Indonesia. Tapi tak ada yang muncul. Paradise banyak yang muncul, nah si ‘el itu apa? El? Parsel mungkin? Atau ketel? Ah aku gila. Apa aku coba tanyakan pada ibu? Mungkin saja ibu tau.

“tidak, pensil apa ini? Usang.”

“ini pensil . . .”

Pening, tiba-tiba menjadi pening. Semuanya berputar. Dan ah . . . . . . . . . . lagi-lagi dia mengambil tubuhku.

Dengan wajah sumringahnya ia memeluk ibu dengan menggunakan tubuhku. Sudahlah, aku biarkan saja dan berusaha tak begitu mempedulikan. Walaupun terasa aneh saat melihat tubuh sendiri melakukan sesuatu tanpa sekehendak kita. Kau ini kenapa suka sekali memeluk? Dasar hantu peluk.

# #

Hari ini aku harus berangkat ke kampus. Apa dia juga akan ikut? Ia yang kini duduk dipojokan ruangan sembari memainkan pensil. Tanpa menengok ke arahku sama sekali, terlalu sibuk dengan apa yang ia lakukan sendiri.

“hi kau, jangan ikuti aku hari ini. Ada urusan yang penting di kampus. Apa kau mengerti?”

Dia hanya melihat ke arahku dengan ekspresi datarnya. Terlihat raut wajah yang kurang suka saat aku memanggilnya tadi.

“apa kau tak suka ku panggil kau?”

Ia pun mengangguk, hah. Lalu aku harus memanggilnya apa? Ia tak pernah sekalipun memberitahukan namnya padaku.

“honey, bagaimana?” ia menggeleng.

“Kristi, wajahmu terlihat bule.” Lagi-lagi menggeleng.

“lalu apa, gadis manis . . . . . .”

Ia malah mengangguk dan tersenyum. Ternyata, ia senang di panggil manis.

“oke, manis. Kakak pergi dulu. Jangan ikut. Mengerti?” 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 22, 2014 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

manis, aku memanggilnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang