chapter 3

360 3 4
                                    

Mimpi semalam masih membuatku agak parno, bagaimana tidak. Mimpi kok bolak-balik gitu, nggak ngerti yang mana yang mimpi atau yang nyata. Tapi jujur, kenapa dia nongol lagi, di mimpi pula? Manis sih, memang. Tapi tetap saja bikin seram. apa mungkin aku pernah bikin salah sama dia? Atau Cuma kebetulan semata? Entah gimana ceritanya. Yang jelas aku takut sekarang, kalo ternyata dia tiba-tiba nongol lagi. Kejadian semalam masih menghantuiku. Setiap ingat rasa takut muncul, membuatku menengok sekitar. Memastikan tidak ada dia lagi. Yang entah kenapa senang sekali aku menyebutnya manis. Aku hela nafasku . . . . . . mencoba menemukan rasa tenang. Aku lagi kepikiran, mereka malah enak makan. Cerita nggak ya? Atau aku simpan sendiri saja? Cerita saja.

“teman . . . . . . .  . . . .” aku berkata dengan pelan dan terkesan memelas.

Mereka melihatku dengan masih menikmati makanan.

“kenapa?” Tanti menanggapi ku.

“udah selese kepikirannya? Di makan tuh makanannya.” Rina berkata sembari menyuruhku untuk memakan makanan yang aku diam kan sejak tadi. Tau saja dia, kalo aku lagi kepikiran.

“mau tanya, aku kok bisa tau? Ya jelas taulah.”  Timpal Rina lagi.

“iya, makan dulu. Diem aja dari tadi. Udah selese kepikiran kan. Cepet makan, kalo mau cerita ya cerita.” Tanti yang kini menegaskan. Kok mereka bisa tau aku lagi kepikiran, ya udah deh cerita ajalah. Bakal aku ceritain semuanya. Okeh,

Baru aku ingin bercerita, sudah dicegat oleh Tanti.

“weh, kenyang. Lain kali kita makan di sini lagi. Lumayan murah.”

“ah, Tanti aku mau cerita.”

Tanti dan Rina melihat ke arahku. “maaf, maaf . . . . .” Tanti kemudian hanya meringis.

Mulai lah aku ingin bercerita, menarik nafas. Mereka berusaha mendengarkan secara serius. Aku tengok lagi sekelilingku. Memastikan tak akan ada kemungkinan muncul okeh, aku dekatkan tubuhku ke arah mereka yang memang duduk saling behadapan. Mereka pun demikian, lucu juga. Seperti sedang transaksi barang terlarang aja.

“ayo, mulai.” Komando Rina.

“meskipun agak lebay, cepet  cerita.” Ucapan Tanti malah mebuat suasana serius tadi menjadi kendur dan aku pun merasa ingin tertawa. Dan pecahlah tawaku, di susul Rina. Tanti malah melongo, tak mengerti apa yang di tertawakan.

“ah kamu mah, lagi serius juga.” Ucapnya sambil terus tertawa.

“udah, udah, aku mau cerita nih.” aku berkata dengan pelan lagi. Dan agak merengek.

Kita duduk dengan posisi yang santai. Aku harus bercerita. Tapi dari tadi nggak jadi-jadi.

“jadi gini . . . . . belakangan ini, aku parno banget. Serius semuanya gara-gara . . .”

“manis , , , , , ,” seseorang mengucapkan kata itu. Kata yang membuatku terhenti berbicara. Yang langsung di susul bayangan gadis manis yang membuatku takut belakangan ini. Aku tengok, dan ternyata seorang ibu yang sedang menggendong seekor anak kucing. Fyuh . . . . .kenapa jadi parno gini sih?

“Karang, kamu kenapa?” mereka mungkin heran dengan tingkahku.

“nggak, nggak kenapa-napa.” Aku mulai berpikir ulang, untuk menceritakannya pada mereka atau tidak.

“hei, ngeliat setan?”

Pertanyaan Rina malah membuat semakin takut.

“tapi, kamu nggak pernah kaya gini sebelumnya. Kamu kan nggak sensitif?”

Ya betul, aku memang tidak sensitif masalah gaib kaya gini. Namun sekarang berbeda, aku benar-benar ketakutan dan bisa melihatnya. Melihat hantu. Bulu kuduk yang sejak lahir tak pernah berdiri, kini menegang. Tubuhku gemetaran. Pengalam pertama yang sangat mengerikan. Rasa takut datang di tempat seramai ini? Ini di Mall, yang benar saja. Aku sudah tidak bisa mengendalikan diri lagi. Mana yang benar-benar membuatku takut atau hanya perasaan takut.

“kamu kenapa sih? Kok ketakutan gini.” Tanti menggenggam tanganku, yang terasa dingin.

“weh, keluar kringet! Ada apa sih, cerita coba.” Rina juga terlihat khawatir melihat keadaanku yang tiba-tiba berubah seperti ini.

Aku tundukkan kepalaku, mereka mendekat dan kini berada di sebelahku. Nampaknya benar-benar khawatir, aku jadi terharu.

“kamu kenapa? Sakit?” ia mengelus-elus punggunggku.

“hei, kenapa?” Tanti malah jauh lebih panik.

Dengan masih menundukkan kepala, “teman, aku takut . . .  . . . . sejak Hari itu dia selalu muncul. Aku jadi selalu mikirin dia, aku takut.” Mereka berusaha untuk menenangkanku, memelukku dan terus mengusap punggungku. Merasakan perhatian mereka. Aku berpikir, indahnya pertemanan.

“dia . . .” aku angkat kepalaku.

Dia muncul, dia muncul di hadapanku. Dengan gaun putih itu, rambut bergelombang dan wajah manis. Ia berdiri di seberang meja. Melihatku dengan senyum, mengangkat tangannya dan meletakkan telunjuk kanan di bibir merahnya. Apa maksudnya? Peluhku bercucuran. Aku takut sekarang. Dengan kencang ku genggam kedua lengan temanku. Mungkin mereka merasa sakit. Aku hanya butuh bantuan, membutuhkan pertolongan, bangun dari mimpi buruk ini. Hal yang kuharap mimpi, seseorang tolong aku.

Semuanya terasa sunyi, tak ada satupun suara yang aku dengar. Bahkan Rina dan Tanti yang sepertinya memanggil-manggil namaku tak terdengar suaranya. Aku masih melihatnya, berusaha mengalihkan pandangan tapi tak bisa. Badanku tak bisa di gerakkan hanya bisa menggenggam dengan kencang. Ia masih seperti itu, apa dia menyuruhku untuk diam? Kenapa menjadi begitu menyeramkan, apa salahku . . . .? Pandangan ku buyar, aku tidak bisa melihat sekitar dengan jelas semuanya terlihat putih tapi gadis itu masih tampak jelas. Lemas. Semuanya putih dan tubuhku menjadi ringan.

Aku buka mataku. Dan samar-samar aku lihat Rina dan Tanti berdiri di hadapanku sambil mengguncang-guncang seorang gadis yang terduduk dengan melihat ke arah ku. Gadis itu, ya tuhan. Ini mustahil. Aku melihat tubuhku sendiri, duduk di hadapanku dengan wajah tersenyum. Itu aku.

“Karang, kamu ngerjain kita ya?”

“jangan senyum kaya gitu. Tadi ketakutan, sekarang senyum. Jangan bikin takut coba.”

Rina dan Tanti melihta kearah tubuhku yang sedang tersenyum itu. Cengkraman yang tadi aku buat pada mereka kini berubah menjadi pelukan.

“dasar jail, aku panik tau. . . . . .”

Mereka tampak kesal. Tapi tunggu, bagaimana dengan aku. Kenapa aku terpisah dari tubuhku.  Ku periksa aku yang sedang berdiri sekarang. Ku lihat pakaianku, berwarna putih. Rambutku terurai bergelombang. Ya ampun, apa aku menjadi gadis itu. Aku sentuh tanganku, lengan, kaki dan wajah. Tapi aku yakin ini tubuhku hanya pakain dan rambut saja yang aku rasa berubah. Untuk memastikan aku ingin bercermin. Ku cari di mana cermin, kaca pun tak masalah. Yang penting aku bisa melihat diriku sekarang. Aku berlari menuju toilet, dan apa yang aku dapat. Bayanganku tak terpantul di sana. Aku tidak bisa melihat cerminan diriku. Ini benar-benar gila.

manis, aku memanggilnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang